Reshuffle Kabinet, Antara Syok dan Cek Ombak


Kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para menterinya dianggap bukan cuma sekadar gimmick. Tapi kondisi realitas kabinet yang ikut terimbas pandemi Covid-19.

Pengamat Politik Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI), Moch Nurhasim menilai, kabinet Jokowi-Ma’ruf sedang mengalami syok. Selama pandemi, koordinasi dan kinerja menjadi tidak maksimal. Jokowi pun dibikin jengkel.

“Apa yang terjadi juga bisa ditafsir bahwa Istana sedang mengalami situasi syok akibat Covid-19. Sehingga ada kendala dalam meningkatkan kinerja kabinet akibat Covid-19, meskipun koordinasi dapat dilakukan melalui virtual, tetapi tetap ada batasan,” kata Pengamat Politik Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI), Moch Nurhasim saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (2/7).

Jokowi marah di hadapan para menterinya saat sidang kabinet 18 Juni lalu. Politikus PDIP itu sampai mengancam membubarkan lembaga negara dan melakukan reshuffle kabinet demi menyelamatkan 267 juta rakyatnya.

Kinerja menteri dianggap biasa saja dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19. Beberapa kementerian menjadi catatan Jokowi di rapat itu. Bidang kesehatan, sosial dan ekonomi, yang disorot Jokowi.

Guru Besar Politik & Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi punya pandangan lain. Dia melihat, Jokowi tengah mencari dukungan publik dalam wacana reshuffle.

Muradi menyoroti alasan Istana unggah video rapat kemarahan Jokowi 10 hari setelah peristiwa itu berlangsung. Tepatnya, 28 Juni, Sekretariat Kepresidenan baru memunculkan video tersebut di akun Youtube-nya.

“Kita ambil positifnya saja. Kita lihat presiden cek ombak juga. Misalnya yang presiden rasakan tidak sama dengan publik rasakan, ternyata sama. Ketiga, saya kira dalam sistem presidensial ini, ada kewenangan hak presiden. Hanya presiden butuh input (dari publik),” katanya.

Utak Atik Kabinet

Moch Nurhasim berpandangan, jika memang Jokowi hendak merombak kabinetnya, dia jamin, orang nomor satu di RI itu tak akan berani mengganggu jatah partai politik.

Dukungan politik kuat, kata Nurhasim, akan sangat sulit jadi korban dalam wacana reshuffle tersebut. Jokowi dianggap lebih mungkin mengganti menteri yang tanpa latar belakang atau dukungan politik yang lemah.

Jokowi tak bisa leluasa menggunakan hak prerogatifnya karena ‘terperangkap’ politik partai dalam membangun postur kabinet, kata Nurhasim.

Sementara Muradi, meyakini ada tiga menteri dalam posisi sulit mempertahankan posisinya saat ini. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mensos Juliari Batubara dan Menkes Terawan A Putranto.

Sri Mulyani dianggap memiliki karakter officially. Artinya, setiap kebijakan harus disertai dengan mekanisme yang sistematis. Sementara Jokowi, kata Muradi, menginginkan menteri keuangan bertindak out of the box.

Sedangkan Juliari P Batubara, tambah Muradi, belum berhasil mendistribusikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Padahal, di tengah pandemi, masyarakat sangat membutuhkan bantuan sosial. Akibatnya, lambannya kerja Menteri Sosial menjadi jalan masuk bagi publik untuk menyerang pemerintah.

Adapun Terawan belum bisa menangani persoalan Covid-19 dengan baik. Justru angka penyebaran virus SARS-CoV-2 terus bertambah. Bahkan, serapan anggaran untuk keperluan penanganan Covid-19 belum optimal.

“Jika Jokowi tidak ingin terbebani kurang performnya sejumlah menteri, maka jalan terbaik mengganti dengan yang lebih baik,” ujar Muradi.

Namun ada cara alternatif selain mengganti menteri, yakni dengan menggeser posisi di kabinet.

Muradi mencontohkan, Sri Mulyani bergeser ke posisi Menteri Perekonomian, Mahfud MD pindah posisi sebagai Menteri Agama, Moeldoko menggantikan Mahfud sebagai Menko Polhukam dan Fachrul Razi menjabat Kepala Staf Kepresidenan.

“Reshuffle itu ada dua. Opsi bergeser atau opsi ganti. Tinggal masalahnya mau pilih yang mana. Kalau saya bilang nanggung kalau memang sudah enggak perform, ganti. Jangan malah mikir macam-macam kerjanya enggak beres,” ujar Muradi.

Tambah Dukungan Parpol?

Dari sisi dukungan politik, kabinet Jokowi-Ma’ruf dianggap sudah terlalu gemuk. Sehingga, dianjurkan untuk tidak lagi menambah parpol baru dalam kabinet.

Bukan tidak mungkin, dalam rencana reshuffle itu, Jokowi akan mengajak parpol di luar pemerintah seperti PKS, PAN dan Demokrat untuk masuk. Namun PKS telah tegas menolak apabila diajak untuk bergabung.

Nurhasim melihat, penambahan dukungan politik dari parpol hanya akan menambah beban pemerintah. Di sisi lain, apabila Jokowi mengambil kesempatan reshuffle untuk menambah jumlah parpol pendukung di kabinet, disebut hanya akan merusak citranya.

“Kalau ditambah lagi justru ke depan akan menyulitkan posisi Presiden. Alasan lainnya, justru akan merusak citra Presiden yang menyebut bahwa reshuffle tujuannya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan politik,” kata Nurhasim.

Bagi Muradi, kemungkinan Jokowi akan mengajak masuk parpol di luar pemerintah dalam momen reshuffle ini sangat besar. Demokrat dan PAN paling masuk akal untuk bergabung.

Namun, hal itu tentu akan berdampak pada pengurangan porsi kursi di kabinet. Apakah itu yang dimiliki dari non parpol atau parpol.

Dia membaca, jatah kursi partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bisa berkurang.

Tapi, Muradi senada, dengan Nurhasan, lebih baik tak menambah jumlah parpol pendukung pemerintah. Karena, penambahan dukungan justru dinilai tidak efektif.

“Kalau presiden bilang nambah gerbong baik, silakan. Tapi dengan asumsi kabinetnya efektif berjalan dan bekerja. Bukan malah makin tambun dan tidak bisa bekerja. Itu yang saya khawatirkan,” terang Muradi.

Bikin Jokowi Jengkel

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkap, sejumlah sektor yang membuat Presiden Jokowi jengkel. Sektor yang pertama, seperti yang disampaikan Jokowi adalah kesehatan.

Cara mudah melihatnya dari serapan anggaran dan belanja yang rendah. Ditambah sengkarut pendataan baik itu tenaga medis maupun data penerima bansos Covid-19.

Sektor selanjutnya, yang disorot yakni terkait stimulus untuk UMKM yang masih terhambat. Jika dana stimulus lambat masuk ke usaha kecil, maka pelaku usaha bakal gulung tikar. Efek selanjutnya jumlah masyarakat yang terkena PHK dan menganggur makin banyak.

“UMKM yang dapatkan stimulus masih ada hambatan,” tegas Moeldok( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *