Rendahnya Kinerja Legislasi DPR


Kinerja para wakil rakyat di parlemen dalam bidang legislasi masih sangat rendah. Sampai awal Agustus ini, baru lima di antara 70 RUU prioritas 2010 yang bisa mereka selesaikan. Mengapa? Berikut analisis Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) untuk Indonesia Ray Rangkuti.

Saya kira, rendahnya kinerja legislasi merupakan efek ketidakseriusan anggota dewan. Itu, misalnya, tergambar dari perilaku suka membolos mereka yang kini disorot publik. Kelakuan suka mangkir tersebut membuat rapat sering tidak memenuhi kuorum. Ujung-ujungnya, tidak ada keputusan yang bisa dibuat, seperti undang-undang (UU).

Mekanisme sidang di DPR juga masih bertele-tele. Itu memperparah kondisi tersebut. Untuk satu item (masalah), sampai ada sepuluh anggota yang bertanya atau membuat pernyataan. Padahal, pertanyaan atau pernyataan mereka rata-rata sama. Jadi, ada suasana orang harus selalu berbicara. Meskipun, yang dibicarakan itu sudah terakumulasi pada pertanyaan sebelumnya.

Selain itu, pola relasi yang berkembang antara DPR dan pemerintah tidak berkonsentrasi pada pembahasan RUU, melainkan sama-sama mencari modal. Setidaknya, mereka bisa mendapatkan keuntungan finansial. Jadi, pembahasan suatu RUU semakin lama pun tidak apa-apa. Yang penting, dari rapat muncul pundi-pundi uang yang bisa diakumulasi.

Dengan kata lain, DPR dan pemerintah lebih berfokus pada sharing kekuasaan. Pemerintah tidak ingin citranya runtuh. Sementara itu, DPR terus menyudutkan pemerintah agar masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. Jadi, setiap pihak saling menyandera, termasuk terhadap UU. Efeknya, rakyat dikorbankan.

Baru-baru ini, DPR dan pemerintah berkonsultasi untuk mencari solusi atas kendala pembahasan RUU. Ada beberapa strategi yang akan diterapkan untuk memaksimalkan target legislasi. Di antaranya, menentukan batas maksimal penyusunan RUU, menambah jadwal kegiatan legislasi di DPR dan back up tenaga profesional, serta menjalin kerja sama de­ngan akademisi, perguruan tinggi, dan LSM.

Saya tetap nggak percaya bahwa mereka serius. Sebab, kalau solusinya hanya itu, tidak perlu membicarakannya dengan presiden. Cukup bicarakan di internal DPR. Sebab, itu adalah wewenang DPR. Jadi, konsultasi tersebut hanya membicarakan kewenangan masing-masing, tidak masuk ke substansi.

Kalau memang DPR serius, mekanisme sidang harus diubah. Masak sepuluh orang menanyakan hal sama terus dibiarkan? Bahkan, sering terjadi, setelah berdebat habis-habisan, fraksinya mendadak mengambil sikap lain lagi. Jadi, sebaiknya pembahasan di internal fraksi selesai. Para anggota dewan juga tidak boleh menjual pasal demi pasal atau melakukan tawar-menawar

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *