PRESIDEN HADIRI PERINGATAN PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945


Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Hj Ani Bambang Yudhoyono serta Wapres Boediono dan Ibu Herawati menghadiri Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Nusantara IV DPR/MPR, Jakarta, Rabu (1/6) pukul 10.00 WIB. Acara dibuka dengan menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan pembacaan teks Pancasila oleh Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid.

Acara ini dihadiri para pimpinan lembaga tinggi negara, seperti Ketua MPR Taufiek Kiemas, Ketua DPR Marzuki Ali, Ketua BPK Hadi Purnomo, Ketua DPD Irman Gusman, dan Ketua MK Mahfud MD. Hadir pula presiden dan wakil presiden terdahulu, seperti BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, Try Soetrisno, Hamzah Haz, dan Jusuf Kalla.

Dalam sambutan pembuka, Ketua MPR Taufik Kiemas menjelaskan, peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 ini mempunyai kaitan sejarah panjang, bermula dari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, Piagam Jakarta 22 Juni, Proklamasi 17 Agustus 1945, hingga pengesahan UUD 18 Agustus 1945.
“Kebangkitan Nasional merupakan bagian dari sejarah membentuk negara sehingga negara ini merdeka. Tidaklah berlebihan pada tanggal 1 Juni juga diperingati seperti halnya Hari Kebangkitan Nasional,” kata Taufik Kiemas. “Sehubungan dengan hal itu, maka wajarlah kita selalu memperingati Hari Kebangkitan Nasional serta Hari Peringatan Pidato Bung Karno.”

Sementara itu, Presiden ke-3 BJ Habibie menyampaikan, Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, baik Orde Lama, Orde Baru, dan orde manapun. Pancasila seharusnya terus-menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsa dan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. “Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks dan rumit,” ujar Habibie.

Sedangkan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang menyampaikan pidato sesudah Habibie menjelaskan, di tengah krisis ideologi dan di tengah kegamangan kita melihat masa depan, Pancasila kembali menghadirkan diri sebagai pelita besar dan sebagai perekat bangsa. “Sebagai salah satu bukti bahwa Pancasila mampu tetap menjadi perekat bangsa yaitu sewaktu pergantian kekuasaan pada periode 1998-2004 telah terjadi empat kali pergantian kepemimpinan nasional tetapi bangsa Indonesia masih bersatu, sama halnya dengan apa yang terjadi pada masa krisis yang lalu, Pancasila selalu hadir sebagai solusi kebangsaan,” kata Megawati.

Presiden SBY sendiri dalam pidato kenegaraannya menyampaikan dua poin penting. Pertama, momen ini merupakan refleksi dan kontemplasi pikiran-pikiran Bung Karno. Kedua, keperluan untuk merevitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui cara-cara yang efektif, edukasi, sosialisasi, dan keteladanan.

SBY juga mengingatkan, Pancasila bukanlah doktrin yang dogmatis, melainkan ideologi yang hidup dan terbuka. “Sebagai ideologi yang hidup dan terbuka, Pancasila akan mampu mengatasi dan melintasi dimensi ruang dan waktu,” ujar Kepala Negara.

“Bangsa Indonesia mesti teguh dan tegas terhadap pentingnya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Marilah saudara-saudara, kita semakin bersatu melangkah bersama dan bekerja lebih keras untuk membangun negeri ini ke arah masa depan yang lebih baik berdasarkan Pancasila,” Presiden SBY menambahkan.

Pada awal pidato kenegaraannya Kepala Negara mengatakan dengan dijadikannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sangat terkait erat dengan peran dan pemikiran besar Bung Karno.
Turut hadir Panglima TNI Agus Suhartono, Kapolri Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *