PITA KUNING


“ Where do I begin to tell the story of how great a song can be “. Begitulah kira-kira kata penyanji
Andy Williams dan Frank Sinatra dalam lagu “ Love Story “. Hampir semua orang di dunia ini senang
bernyanji, tapi belum tentu dapat mengerti dan mengetahui apa isi dan arti lagu itu. Biasanya kita kalau
menyanji hanya senang dengan beat serta lyricnya saja, sehingga tidak peduli dengan lagu berbahasa apa
dan apa artinya. Seperti di Duarte Inn atau dirumah ber-karaoke yang penting penyanji dan pendengar
senang menikmatinya, bahkan ada yang berdansa. Sebaiknya jika ingin menyanji harus mengerti dulu
apa isi dan artinya. Konghucu atau Confucius pernah berkata, “ Menyanji satu hari, menambah umur
satu tahun “. Believe it or not, orang yang senang menyanji, bahkan mendengarkan lagu saja sudah bisa
sembuh dari segala penyakit darah tinggi, stress, frustrasi dan kan-ker ( Kantong Kering ) alias Bo-Kee.
Berkenaan dengan “ Pita Kuning “ ini ada hubungannya dengan lagu. Pada tahun 1959, “ Pita Kuning “
ini dipergunakan oleh orang Amerika khususnya bagi wanita-wanita yang menandakan kesetiaan pada
suami-suami atau kekasih yang akan kembali dari dinas Meliter atau Penjara. Biasanya wanita-wanita itu
menyambut dengan mengenakan pita kuning dirambutnya atau mengikat di pohon-pohon dekat rumah.

“ Pita Kuning “ hanya merupakan tanda atau symbol dari kesetiaan atau kasih sayang dan menjadi
terkenal di tahun 1970-an. Tahun 1973 ada sebuah kisah nyata yang berhubungan dengan lagu yang
sangat popular. Kisah nyata itu mengenai seorang pria asal White Oak, Georgia, Amerika, menyia-
nyiakan kebaikan istrinya yang sangat cantik. Dia sering pulang dini hari dalam keadaan mabuk,
kemudian tanpa segan memukuli istri serta anak-anaknya. Suatu malam ia memutuskan untuk pergi ke
New York, dengan berbekal uang yang dicurinya dari tabungan istrinya. Di New York, pria itu mencoba
berbisnis bersama beberapa orang temannya. Sambil berbisnis ia menikmati seks bebas, judi dan mabuk-
mabukan. Bulan serta tahun berlalu, dan dia sama sekali tidak memberi kabar tentang keberadaannya
kepada keluarga yang ditinggalkannya secara diam-diam. Seiring dengan berjalannya waktu ia bangkrut,
bahkan terlibat hutang dan melakukan penipuan dengan menulis cek palsu. Ia tertangkap dan dijerat
hukuman penjara selama tiga tahun. Menjelang akhir masa tahanan, ia mulai merindukan istri dan anak-
anaknya. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menulis sepucuk surat kepada istrinya.

Di dalam surat itu ia menceritakan penyesalan dan kerinduannya untuk membina keluarga yang
harmonis. “ Sayang, engkau tidak perlu menungguku. Namun jika engkau masih mau aku kembali,
ikatkanlah sehelai pita kuning pada pohon ek yang ada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak
menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku tidak akan turun dari bis dan terus ke Miami. Aku
berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu dan anak-anak……”, itulah sekelumit isi suratnya. Setelah
dibebaskan, pria itu menaiki bis dengan tujuan kembali ke kampung halamannya. Ia tidak tahu apakah
istrinya sudah menerima suratnya dan mau mengampuninya. Di dalam bis ia bercerita dan meminta
supir bis untuk menjalankan bisnya secara perlahan-lahan saat mereka memasuki pusat kota White
Oak. “ Tolong Pak, saat melewati pusat kota berjalanlah perlahan….. kita sama-sama melihat apa yang
akan terjadi, “ katanya memohon. Saat bis memasuki White Oak, detak jantung pria itu berdebar sangat
kencang, tubuhnya basah oleh keringat. Di tengah-tengah keadaan yang menegangkan itu, tiba-tiba
air matanya menetes tanpa henti saat melihat ratusan pita kuning bergantungan di sebuah pohon ek. “
Wow……. Seluruh pohon dipenuhi pita kuning,” sorak penumpang yang ikut-ikutan tegang di dalam
bis tersebut. Akhirnya semua penumpang bis sepakat mengantar pria yang disambut oleh kehangatan

cinta istri dan anak-anaknya. Saking terharunya, si sopir bis menelpon surat kabar New York Post untuk
menceritakan kisah indah tersebut. Penulis New York Post, Pete Hamill memberitakan dalam surat
kabar yang berjudul “ Going Home “. Yang tak kalah menariknya, saat itu seorang penulis lagu berada
dalam bis tersebut. Kisah nyata itu kemudian menginspirasikan Irvin Levine dan L. Russell Brown untuk
menulis sebuah lagu. Februari 1973, lagu berjudul “Tie a Yellow Ribbon Around The Old Oak Tree”
yang dinyanjikan oleh : Tony Orlando & Dawn ini dirilis dan langsung menjadi hits. Juga lagu yang tak
asing lagi bagi orang Indonesia. Pada bulan Mei 1973, “ Tie A Yellow Ribbon “ telah terjual sebanyak
3 juta rekaman dalam tiga minggu. Makna dan arti yang mendalam kisah nyata ini ialah , kesabaran,
penerimaan dan pengampunan yang adalah bagian dari kasih. Kasih yang nyata membawa dampak yang
luar biasa. Biarlah kita hidup saling menerima, mengasihi dan mengampuni. Berbahagialah orang yang
membaca artikel ini.(IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *