Pimpinan DPRD DKI dari Fraksi PAN Tanggapi Pernyataan PKS soal Pansus Banjir Salahi Administrasi


Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN Zita Anjani merespon pernyataan pimpinan lainnya dari Fraksi PKS Suhaimi Abdurrahman soal Panitia Khusus (pansus) banjir yang dianggap menyalahi administrasi.

Putri dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ini menyebut, putusan tersebut tetap legal karena Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI merupakan wadah legislator untuk berdiskusi dan menyetujui agenda.

Kata dia, tidak ada yang salah bila anggota dewan mendadak mengajukan agenda lain di luar yang disusun Sekretariat DPRD DKI Jakarta.

“Misalnya dari Setwan (Sekretariat Dewan) ada agenda a, b dan c. Terus dari perwakilan anggota ada yang mengusulkan hal lain yah boleh saja,” kata Zita di DPRD DKI Jakarta pada Rabu (4/3/2020).

Zita mengatakan, pansus banjir dibentuk untuk mencari solusi atas bencana banjirbukan ingin mencari kesalahan kepala daerah.

Dia lalu enggan menanggapi bila ada fraksi lain yang enggan mengajukan anggotanya dalam pansus ini.

“Nggak apa-apa, biar masyarakat Jakarta yang menilai ini kan warga butuh solusi dan pansus ini untuk mencari solusi banjir,” ujarnya.

Menurut dia, ada beberapa fraksi yang mengajukan pembentukan pansus banjir saat rapat Bamus yang digelar pada 24 Februari 2020 lalu.

Sebelumnya mereka lebih dulu mengajukan pembentukan pansus banjir kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, dan Prasetio menyetujuinya.

“Waktu di Bamus (PKS) sempat mempertanyakan, tapi kami jelaskan ini (pansus) objektif kok.

Akhirnya sepakat, makanya kalau sekarang tiba-tiba nggak sepakat (adanya pansus) aneh juga sih,” jelas Zita.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS Abdurrahman Suhaimi meminta fraksi yang lain untuk tertib administrasi dalam agenda yang disepakati di Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI Jakarta.

Suhaimi mengkritisi karena ada keputusan rapat di luar agenda yang diagendakan dan diparaf oleh pimpinan DPRD.

“Tidak ada agenda terkait pembentukan pansus (banjir), jangan kemudian tiba-tiba ditanggal tersebut ada agenda pembentukan pansus,” kata Suhaimi berdasarkan keterangan yang diterima pada Rabu (4/3/2020).

Suhaimi mengatakan, berdasarkan rapat Bamus pada Selasa (24/2/2020) dengan nomor surat 199/-073.6 hanya berisikan dua agenda saja.

Di antaranya jadwal kunjungan kerja alat kelengkapan dewan (AKD) dan jadwal penyebarluasan sosialiasi Peraturan Daerah (Perda) di bulan Maret 2020. (faf)

Puluhan Ruas Jalan Jakarta Tergenang Akibat Hujan Deras

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat ada 54 titik genangan yang terjadi di wilayah setempat akibat curah hujan tinggi, Jumat (24/1/2020) siang.

Titik genangan paling banyak berada di wilayah Jakarta Utara sebanyak 28 titik.

Kemudian disusul Jakarta Pusat 14 titik, Jakarta Timur enam titik serta Jakarta Barat dan Jakarta Selatan masing-masing tiga titik.

Kepala BPBD DKI Jakarta Subejo mengatakan, ketinggian air bervariasi dari 10 sentimeter hingga 70 sentimeter.

Genangan air yang paling tinggi terjadi di Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur tepatnya di depan Park Hotel Cawang.

“Di sana ketinggian airnya dari pukul 10.20 mencapai 60-70 sentimeter,” kata Subejo kepada wartawan pada Jumat (24/1/2020) siang.

Menurut dia, genangan air yang melanda sejumlah ruas jalan raya ini dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Drainase yang ada tidak mampu menampung tingginya debit air hujan, sehingga air meluap ke jalan-jalan.

“Pompa portable dan petugas kami kerahkan di titik-titik tersebut untuk mempercepat penyusutan genangan,” ujarnya. (faf)

Data  Titik Genangan:

Jakarta Utara

1. Jalan Madya Kebantenan, Semper Timur, Cilincing
2. Jalan Peralihan Sungai Begog, Semper Timur, Cilincing
3. Jalan Komplek Dewa Kembar, Semper Timur, Cilincing
4. Kampung Sawah, Semper Timur, Cilincing
5. Jalan Arteri Marunda, Semper Timur, Cilincing
6. Jalan Madyar Semper, Semper Timur, Cilincing
7. Jalan Mahoni, Lagoa, Koja
8. Jalan Parang Tritis Raya, Ancol, Pademangan
9. Jalan Pedongkelan, Cilincing
10. Jalan Bulak Cabe, Cilincing
11. Jalan Cilincing Bhakti, Cilincing
12. Jalan Cilincing Lama, Cilincing
13. Jalan Bhakti, Cilincing
14. Jalan Mangga Dua Raya, Pademangan
15. Jalan Cilincing Baru, Cilincing
16. Jalan Gedong Panjang, Penjaringan
17. Jalan Wacung, Penjaringan
18. Jalan Marlina, Penjaringan
19. Jalan Pluit Sakti, Penjaringan
20. Jalan Agung Karya, Penjaringan
21. Jalan Gaya Motor, Tanjung Priok
22. Jalan Griya Agung, Tanjung Priok
23. Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok
24. Jalan Kenanga, Tanjung Priok
25. Jalan Boulevard Artha Gading
26. Jalan Danau Sunter Barat
27. Jalan HBR Motik, Pademangan
28. Jalan Gunung Sahari, Pademangan

 

Jakarta Pusat ”

1. Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih
2. Underpass Gandhi, Kemayoran
3. Jalan Juanda III, Gambir
4. Jalan Batu Tulis, Gambir
5. Jalan Batu Ceper, Gambir
6. Jalan Pecenongan Raya, Gambir
7. Jalan Sukarjo Wiryopranoto, Gambir
8. Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun, Senen
9. Jalan Gajah Mada, Gambir
10. Jalan Kateral, Sawah Besar
11. Jalan Lapangan Benteng, Sawah Besar
12. Jalan Kramat Jaya, Johar Baru
13. Jalan Agus Salim, Menteng
14. Jalan Dakota

Jakarta Barat

1. RW 05, Cengkareng
2. RW 12, Cengkareng
3. Jalan Daan Mogot KM 14, Cengkareng

Jakarta Timur

1. Jalan Pisangan Baru, Matraman
2. Jalan DI Panjaitan, Jatinegara
3. Jalan Kesatrian, Matraman
4. Jalan Pemuda, Pulogadung
5. Jalan Pisangan Timur, Matraman
6. Jalan DI Panjaitan, Kramat Jati

Jakarta Selatan

1. Jalan Gudang Peluru Raya, Tebet
2. Jalan Tebet Utara
3. Jalan Subur Dalam, Setiabudi

 

TOA Peringatan Banjir Tak Berfungsi, Ketua RT: Sampai Sekarang Tidak Diperbaiki

KETUA RT 08/010, Kelurahan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kristanto, mengeluh akibat tak berfungsinya alat informasi peringatan banjir atau Disaster Warning System (DWS).

Alat itu tidak berfungsi saat banjir jakarta melanda pada tahun baru.

Ia mengatakan, alat peringatan berbentuk TOA  yang  terpasang sejak Agustus 2019 itu sempat berfungsi sebagaimana mestinya saat banjir melanda di bulan Oktober 2019 silam.

Namun, saat banjir besar melanda lingkungannya di awal Tahun 2020, alat tersebut seakan rusak dan tak menginformasikan datangnya banjir kepada warga.

Hingga banjir tersebut berdampak akan 54 kepala keluarga dengan total 178 jiwa terpaksa mengungsi dan kehilangan harta benda.

“Biasanya kalau air sudah tinggi ada informasi. Tapi ini enggak bunyi,” kata Kristanto saat ditemui di kediamannya, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020).

Menurutnya, informasi yang diterima terkait peningkatan air maupun prediksi banjir hanya diterimanya melalui media sosial yang dipantau oleh struktur organisasi warga.

Oleh karenanya, tak aktifnya alat sesuai dengan fungsinya sangat disesali olehnya maupun warga lingkungannya.

Ia pun telah menyampaikan keluhan tersebut kepada perangkat lurah setempat untuk dapat mengebalikan fungsi dari DWS itu.

“Kemarin waktu Pak Lurah Cipulir, Sugianto kerja bakti sudah ngomong (terkait DWS tak berfungsi). Katanya mau ditindaklanjuti, tapu belum ada pengecekan sama sekali,” keluhnya.

Sementara itu, Kiki selaku warga di lingkungan tersebut turut mengeluhkan hal yang sama.

Menurutnya, keberadaan alat DWS tak dapat membantu wrga yang kerap terdampak banjir. Pasalnya, alat sama sekali tidak berbunyi meski air sidah merendam kediamannya yang tepat berada di depan alat peringatan banjir itu.

“Enggak ada berbunyi. Makanya kata penduduk disini ngapain ada alat itu enggak dikasih tahu (ada banjir),” tandasnya.

TOA 4 Milliar Anies Baswedan

Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberi perintah kepada pihak kelurahan untuk berkeliling di kelurahannya guna memberikan peringatan dini terjadinya banjir kepada masyarakat menggunakan pengeras suara dan sirine.

Peringatan dini itu diberlakukan setelah Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi prosedur peringatan dini yang selama ini diberlakukan.

• Ramalan Zodiak Sabtu 15 Februari 2020 Scorpio Trik Baru, Gemini Terseret Konflik, Leo Hargai Teman

“Salah satu hal yang akan diterapkan baru, bila ada kabar (akan banjir), maka pemberitahuannya akan langsung ke warga,” kata Anies saat diwawancarai oleh Kompas.com di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (8/1/2020) lalu.

“Jadi kelurahan bukan ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat berkeliling dengan membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine,” ujarnya.

Anies mengatakan, saat banjir mulai terjadi pada Rabu (1/1/2020) dini hari, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya telah memberikan peringatan dini sebelumnya.

Peringatan dini disampaikan melalui pesan berantai ke ponsel warga.

Anies menduga sejumlah warga tidak membaca pesan tersebut.

“Kemarin pada malam itu, pemberitahuan diberi tahu, tapi karena malam hari, diberitahunya lewat HP, akhirnya sebagian tidak mendapatkan informasi,” ucap Anies.

Menyambut tahun baru 2020, banjir melanda sejumlah titik di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan, Lebak, dan Bogor.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, sebanyak 67 orang meninggal akibat banjir tersebut.

Untuk mengantisipasi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar guna membeli enam set pengeras suara atau toa canggih.

Pengeras suara ini dikatakan canggih lantaran juga dilengkapi dengan fitur unggulan, seperti Automatic Weather Sensor (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR).

Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) BPBD, M. Ridwan mengatakan, pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.

Baca Juga: Dinilai tak Becus Pimpin Jakarta, Anies Baswedan Bandingkan Banjir Jakarta 2020 dengan yang terjadi saat Kepemimpinan Era Ahok dan Jokowi: Kok cuma Jakarta yang Banjirnya Disorot?

“Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid,” ucapnya ketikatka dihubungi Tribun Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Alat ini akan digunkan oleh BPBD untuk memperingati warga yang berada di bantaran sungai saat tinggi muka air di pintu air mencapai siaga tiga atau masuk kategori waspada.

“Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Nantinya, enam set pengeras suara canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.

Enam Lokasi tersebut adalah

1 Tegal Alur

2 Rawajati

3 Makasar

4 Jati Padang

5 Kedoya Selatan

6 Cililitan.

Adapun enam set pengeras suara ini akan melengkapi alat serupa yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik berbeda selama tahun 2019 lalu.

Anggaran Rp 4 miliar yang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta ini sendiri telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

Anggaran Rp 4 miliar ini belum termasuk biaya untuk perawatan selama setahun yang menelan biaya sebanyak Rp 165 juta.

“Pengadaan 6 set anggarannya Rp 4.073.901.441 dan untuk pemeliharaan Rp 165 juta,” tuturnya.

Setiap perangkat memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang. Perangkat akan dipasang di lokasi rawan banjir.

Nantinya, informasi soal peringatan bencana banjir akan diumumkan oleh BPBD DKI melalui perangkat tersebut.

Peringatan bencana disampaikan ketika pintu-pintu air di DKI Jakarta sudah berstatus Siaga 3 atau Waspada bencana banjir.

Salah satu perangkat DWS di Cawang, Jakarta Timur, Jumat (17/1/2020). Setiap perangkat DWS memiliki empat toa yang dipasang di satu tiang.

”Memang kebutuhannya di 2020 hanya enam dan sudah meng-cover semua aliran DAS (daerah aliran sungai),” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD DKI M Ridwan di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Dia menjelaskan, suara dari perangkat pengeras suara mampu didengar hingga radius 500 meter. ”Pengeras suara ini kami gunakan untuk melengkapi informasi peringatan yang kami kirim melalui WAG (Whatsapp Group) ke camat dan lurah,” katanya.

Bukan toa biasa

Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Mohammad Insaf menjelaskan, perangkat suara itu tidak seperti toa pada umumnya.

Setiap perangkat memiliki empat toa dan dilengkapi alat pemancar.

”Jadi, bukan kayak toa biasa karena dia ada transmiter (pemancar). Dan, (alat) itu tidak dihubungkan dengan kabel, cukup jarak jauh. Sensor. Itu makanya yang buat mahal, sementara orang tahunya hanya toa seperti di masjid-masjid gitu,” ujar Insaf.

Dengan adanya alat pemancar, peringatan bisa disampaikan jarak jauh atau dari kantor BPBD DKI.

Namun, dalam kondisi darurat, pengeras suara bisa dioperasikan secara manual.

Warga setempat, misalnya, bisa secara mandiri naik ke atas tiang untuk membuka kotak DWS dan menyalakan sirenenya. Pola ini bisa dilakukan jika ada masalah kelistrikan di BPBD DKI.

Insaf mengklaim, berdasarkan hasil kunjungannya ke sejumlah kawasan yang telah dipasang perangkat DWS, warga merespons positif.

Pada banjir yang terjadi di banyak wilayah di DKI Jakarta awal tahun 2020, alat itu mampu memperingatkan warga.

”Kemarin saya ke Cipinang Melayu dan Cawang, respons warga baik. Saya ingin langsung cek, apakah berfungsi atau tidak, dan masyarakat bilang, berfungsi.

Saya juga tes, langsung video call dengan yang di BPBD (DKI), mengetes ada suara sirenenya tidak, ternyata ada,” kata Insaf seperti dikutip Kompas.id.

Soroti Anggaran Toa

Sebelumnya, sejumlah pihak menyoroti anggaran miliaran rupiah untuk pengadaan perangkat toa tersebut.

Salah satunya anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana.

William menilai, sistem peringatan dini dengan toa itu mengalami kemunduran dari yang sudah pernah dimiliki Jakarta.

”Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern,” ujarnya.

Sistem peringatan yang jauh lebih maju, menurut William, pernah dimiliki oleh Jakarta.

”Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir.

Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah,” katanya.

Fitur Siaga Banjir justru tidak ada lagi pada aplikasi Pantau Banjir versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.

”Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbaru saat ini sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Pada versi terbaru, pengguna hanya bisa melihat ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.

William menyarankan Pemprov DKI Jakarta kembali mengembangkan dan memanfaatkan fitur Siaga Banjir sebagai sistem peringatan dini.

”Hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah smartphone.

Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya,” tambah William.

Untuk warga yang tidak memiliki gawai smarphone, William menyarankan Pemrov DKI memanfaatkan fitur broadcast SMS bekerja sama dengan operator seluler.

”Pemprov dapat mengirimkan SMS kepada semua pemilik ponsel terbatas di wilayah yang akan terkena banjir saja,” ujarnya.

Warga RT 008 RW 004 Kelurahan Kebon Manggis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur menunjukkan aplikasi Pantau Banjir dari gawai mereka, Kamis (15/11/2018).

William pun tidak sepakat dengan Gubernur Anies Baswedan yang menyebut sistem peringatan berbasis gawai tidak efektif digunakan pada malam hari.

”Peringatan tentu harus disampaikan bertahap, bukan tiba-tiba diberikan saat banjir akan melanda 5 menit kemudian,” katanya.

Pesan yang disampaikan melalui aplikasi dan SMS harus dimulai saat ada potensi hujan deras atau ketinggian air di hulu mencapai titik yang membahayakan.

”Warga mulai diberi peringatan beberapa jam sebelumnya bahwa ada pontensi banjir di wilayahnya.

Dengan itu, warga sudah bersiap-siap sejak sore jika diprediksi bakal ada banjir di dini hari,” ujar William.

Menurut dia, sistem peringatan berbasis aplikasi dan SMS sudah lama digunakan di banyak negara dan efektif memberikan peringatan pada warga yang akan terkena bencana.

”Masak kota metropolitan seperti Jakarta dengan anggaran IT mencapai triliunan rupiah masih menggunakan sistem peringatan kuno seperti itu?” ujarnya. ( WK / IM )

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *