Perlukah Dana Aspirasi DPR?


Dana diusulkan naik dari Rp1,6 miliar jadi Rp20 miliar per tahun.

Dewan Perwakilan Rakyat minta hak untuk mengusulkan dan memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Bila disetujui, setiap anggota Dewan mendapatkan jatah Rp20 miliar dalam bentuk UP2DP itu. Perlu tidaknya hak itu serta nominal yang terbilang besar menjadi kontroversi di ruang publik kita hari-hari ini.

Ketua DPR Setya Novanto pada 9 Juni 2015, menyampaikan bahwa ada usulan dari sejumlah legislator agar dana aspirasi dinaikkan dari sebelumnya Rp1,6 miliar menjadi Rp20 miliar per tahun, dan akan diajukan dalam RAPBN 2016.

Menurut dia, dana tersebut tidak didistribusikan kepada anggota DPR, melainkan tetap menjadi kewenangan eksekutif. Hanya saja, anggota DPR diberi ruang untuk memperjuangkan aspirasi yang mereka serap dalam bentuk program pembangunan.

“Jadi anggota hanya mengusulkan. Program-program itu berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang ada di desa-desa,” kata Setya Novanto.

DPR tak main-main dengan usulan tersebut. Badan Legislasi DPR telah membentuk panitia kerja (panja) yang membahas usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Wakil Ketua Badan Legislasi, Totok Daryanto, duduk sebagai ketua. Panja beranggotakan 32 orang dari sepuluh fraksi yang ada di DPR periode 2014-2019.

Ada yang mendukung, meski tak sedikit yang menentang. Yang pasti, panitia kerja telah bekerja untuk mewujudkannya.
UP2DP

Banyaknya suara sumbang yang menentang dana aspirasi itu tampaknya membuat gerah Ketua Panitia Kerja Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan DPR, Totok Daryanto. Dia menilai penyebutan dana aspirasi oleh publik adalah menyesatkan. Soalnya esensi dan maknanya menjadi berbeda dan terkesan negatif bagi DPR.

“Istilah dana aspirasi sesungguhnya menyesatkan. Yang benar adalah usulan program pembangunan daerah pemilihan,” kata Totok melalui pesan singkatnya pada Senin, 15 Juni 2015.

Publik kini lebih familiar menyebut dana Rp20 miliar setiap anggota per tahun itu sebagai dana aspirasi. Penyebutan itu menimbulkan sikap penolakan yang cukup luas.

Totok mendasarkan pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), bahwa anggota DPR berhak memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihannya.

Totok mengatakan, usulan program pembangunan di daerah pemilihan yang dananya diusulkan Rp20 miliar setiap anggota itu, akan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang setiap tahun dibahas dan disahkan secara bersama antara Dewan dengan Pemerintah Pusat.

“Dengan demikian usulan ini mengikuti siklus pembahasan anggaran menjadi satu kesatuan dengan R-APBN yang diajukan pemerintah kepada DPR. Jadi anggota DPR tidak menerima uang, bukan pengguna anggaran, hanya mengusulkan program pembangunan,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu.

Totok mengklaim setiap anggota Dewan nanti akan menjaring masukan ke daerah pemilihan saat reses. Dari situ, para wakil rakyat mengajukan usulan ke DPR apa saja yang akan dibangun di daerah pemilihannya.

“Usulan DPR harus berbentuk fisik, tidak boleh dalam bentuk dana hibah,” katanya. ( VV / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *