Penggerak Optimis dengan Kualitas Rumla Yamdena, Maluku 


Penggerak Optimis dengan Kualitas Rumla Yamdena, Maluku 

dilaporkan: Liu Setiawan

Jakarta, 24 Januari 2024/Indonesia Media – Penggerak budidaya rumput laut (rumla) di kota Saumlaki, pulau Yamdena, prov. Maluku Evi Ayunita mengaku sempat kontrak dengan pengepul dan menyewa gudang di Sidoarjo sehingga pengiriman cepat dan aman ke negara tujuan. Eksportir menyewa gudang di Sidoarjo yang difungsikan untuk logistik, penyimpanan sampai pada pengiriman serta penerimaan inventaris fisik yang kadang kompleks. “Fungsi gudang logistik penting bagi buyer dan eksportir (rumla dari Maluku) untuk penyimpanan sampai distribusi barang. Di setiap sentra produksi, (buyer) punya gudang masing-masing. Perusahaan multinational seperti Charoen Pokphand, Samsung, pasti punya gudang. Kami supply ke PT Sutraco di komplek pergudangan Gresik,” Evi Ayunita mengatakan kepada Redaksi.

 

PT Sutraco Nusantara Megah bergerak di bidang rumput laut dan rempah-rempah, punya gudang di Gresik dan Makasar untuk penyimpanan barang kiriman dari Kalimantan Utara (Kaltara) dan Palopo (Sulawesi Selatan). Kualitas rumla Maluku di atas rata-rata produksi daerah lain terkait dengan kondisi lautnya yang bersih. kalau dibandingkan juga dengan wilayah laut Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Buton (Sulawesi Tengah), rumla Maluku juga masih lebih baik. “Artinya, kalau bicara kualitas rumla, tidak ada yang bisa mengalahkan Maluku karena lautnya bersih. Laut Wakatobi, Buton memang potensial, tapi disitu jalur pelayaran. Rumla Wakatobi, Buton banyak kena penyakit,” kata calon legislatif Dapil Jatim V.

 

Beberapa eksportir jual beli rumla di Surabaya, dengan container dari Buton. Budidaya rumla sangat potensial dibandingkan budidaya padi, jagung, dan lain sebagainya. Budidaya rumla hanya dalam waktu 2,5 bulan, petani sudah bisa panen. Lahan tidak perlu sewa, hanya sebatas izin. Kalau lokasinya dekat dengan pelabuhan, izin dengan Syahbandar. “Kalau kondisi Nunukan Kaltara, pelabuhan hampir ditutupi hamparan budidaya rumla. Tapi disana, airnya kotor. Petaninya juga enggan melakukan pencucian ulang dengan air bersih. Boss saya yang dulu, sempat berencana investasi (China). Dia sempat melirik wilayah laut pulau Bunyu, Sebatik Kaltara. Ada beberapa pulau yang potensial, dan kami sudah sempat temu Bupati Bulungan Kaltara,” kata Evi Ayunita.

 

Kegiatan jual beli rumla dari petani di Yamdena, ia mengaku harus bikin kontrak untuk kesepakatan terlebih dahulu. Salah satunya, kontrak dibuat dengan petani di pulau Sera, Yamdena. Pengepul lain, termasuk beberapa perusahaan skala besar asal Surabaya juga bikin kontrak dengan petani. “Saya tidak bisa kontrak banyak. Perusahaan besar (Surabaya – based) yang skala usahanya besar, bisa kontrak dengan dua, tiga pengepul,” kata Evi Ayunita

 

Ia juga antisipasi masalah kontrak terutama untuk kepastian pasokan. Sehingga sebelum jual beli, ia harus tahu dulu apakah petani sudah kontrak dengan pembeli lain. selama ini, perusahaan besar sudah memiliki fasilitas gudang logistik, proses pengeringan dan petani binaan. Bahkan jumlah tenaga kerja terutama petani sampai ratusan orang. Perusahaan besar yang sudah kontrak bisa mengatur arus kas termasuk bagaimana mengelola uang di depan. Sebagaimana petani kadang punya kebutuhan sebelum panen tiba. Mereka melakukan kasbon atau mendapat fasilitas dari perusahaan sebelum mengambil sebagian gaji/upah yang akan diterimanya terlebih dahulu. pengembangan hilirisasi rumla di Yamdena bisa terus meningkat terutama jenis cottoni. Mereka di pulau-pulau kecil Maluku Tenggara, terutama pengusaha besar yang bisa menyewa dua pulau. Bahkan kegiatan usahanya juga dibarengi dengan produksi mutiara di pulau sewaan di Maluku Tenggara. Robert Sukendi (Gie), pemilik PT. Morotai Marine Culture/MMC, salah satu yang menyewa pulau. “Di Saumlaki, depan pulau Sera yang disewa dan satunya lagi, (pulau) di ujung Yamdena. Saumlaki di ujung utara. Ini di ujung selatan. Dari situ, naik speedboat ke pulau sekitar setengah jam, dengan dua mesin. Kecepatan mesin (speedboat) tinggi,” kata Evi Ayunita.

Pulau Yamdena, terbesar di Kepulauan Tanimbar dan selama ini sudah ada beberapa pengepul serta gudang logistiknya. Perusahaan asal Surabaya bisa memiliki tiga, empat gudang untuk menjaga logistik termasuk aliran barang fisik dan informasi. Saumlaki adalah kota di ujung selatan pulau Yamdena. Kota ini merupakan ibu kota dari kabupaten Kepulauan Tanimbar, provinsi Maluku. Pulau Fordate, Pulau Larat, Pulau Molu Maru, Pulau Selaru, Pulau Sera, Pulau Waliaru, Pulau Wotap, Pulau Yamdena. khususnya di depan pulau Sera, ada juga pengusaha lain asal Surabaya yang usaha budidaya mutiara. Di pulau Sera, petani mengeringkan dengan penjemuran sinar matahari sesudah panen dari laut saat berusia sekitar 45 – 60 hari. Rumla dicuci dengan air laut sampai kering asin pada level 35. Kondisi kekeringan menentukan harga dengan penanganan yang tepat hingga menghasilkan alginat. “Kalau bicara kualitas rumla kering, bandingkan (Maluku) dengan Kaltara (Kalimantan Utara) di pulau Sebatik, (kabupaten) Nunukan, sangat berbeda. Rumla di Yamdena, (proses) pengeringan sangat diperhatikan. Kondisi kering pada penanganan pasca panen, petani mengeringkan rumla untuk menjaga mutu. Kadar kering pada level 37-38, masih umum seperti rumla yang diproduksi di Jawa, Sumatera. Kalau kadarnya (kering) maksimal 37, itu rumla dari Maluku khususnya Yamdena,” kata Evi Ayunita. (LS/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *