Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah mengejar penerimaan pajak dengan menggencarkan law enforcement atau penegakan hukum. Namun demikian, dunia usaha mengeluh lantaran penegakan hukum yang dilakukan hanya di situ-situ saja.
Sebuah sumber seperti dikutip KONTAN menyebutkan, dalam dua bulan terakhir Ditjen Pajak kerap menerapkan menjatuhkan bukti permulaan, termasuk kepada wajib pajak yang meminta restitusi.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Non Bank Siddhi Widyaprathama bilang, saat ini banyak perusahaan yang diperiksa dan sebagian setatusnya naik ke bukti pemeriksaan atau bukper. Hal ini dinilai meresahkan karena tidak semua yang diperiksa dengan sengaja tidak patuh.
“Ya, saat ini memang banyak yang diperiksa dan sebagian ke bukper. Padahal yang belum punya NPWP masih banyak,” kata Siddhi kepada KONTAN, Rabu (25/10/2017).
Dia mengatakan, yang mesti dikejar oleh Ditjen Pajak seharusnya bukan kalangan ini melainkan para wajib pajak yang belum punya NPWP. Dengan apa yang terlihat saat ini, menurut Siddhi, pemerintah seperti berburu di kebun binatang dan itu membuat suasana tidak kondusif.
“Penduduk indonesia 250 juta orang, yang sampaikan SPT 20 juta. Masa pendapatan pajak indonesia hanya dari 20 juta? Ekstensifikasi tidak jalan. Jangan intensifikasi,” jelasnya.
Siddhi pun mengatakan, dengan tidak semuanya yang dibukper tersebut sengaja tidak patuh, fungsi otoritas untuk melakukan salah satu tugasnya, yakni melakukan penyuluhan dan pembinaan tidak berjalan. “Di mana fungsi pembinaan otoritas? Kalau langsung pidana,” katanya.
Bukper sendiri berarti pidana dan pidananya hilang jika bayar denda 150%. Menurut Siddhi, hukuman ini sangat memberatkan. “Tidak usah ditanya (betapa beratnya). Ini pasti membuat resah,” ujarnya.( Trb / IM )
bagaimana Dunia Usaha Tidak Resah ??? setiap ada peraturan atau tindakan dari Bidang Perpajakan karena bersama itu juga ada Lahan Korupsi Baru