Pemberantasan Terorisme Dikhawatirkan Dipolitisasi


Anggota Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan, terdapat kekhawatiran pemberantasan terorisme dipolitisasi oleh pemerintah pada masa mendatang. Sebab, politisasi pemberantasan terorisme merupakan salah satu faktor maraknya aksi teror di Indonesia sekarang ini.

Hal itu dikatakan Adrianus dalam seminar yang diadakan Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) dan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dengan tema “Radikalisme vs Deradikalisme” di Jakarta, Sabtu (26/10).

“Pemberantasan terorisme menjadi isu politik, kebijakan dan seterusnya. Bermain dengan kampanye-kampanye yang pro-rakyat,” katanya.

Menurutnya, pemerintahan yang baru nantinya belum tentu berkomitmen dalam pemberantasan terorisme. Sedangkan seburuk-buruknya kinerja  pemerintahan sekarang dianggap masih memiliki komitmen dalam memberantas terorisme.

Padahal, kata Adrianus, upaya deradikalisasi bakal berlangsung secara optimal jika seluruh pejabat atau penyelenggara negara memberi dukungan sepenuhnya.

Pada sisi lain, dia menilai, salah satu faktor penyebab belum optimalnya pemberantasan terorisme sekarang ini adalah adanya perbedaan persepsi antara aparat yang bertugas di lapangan dengan yang di balik meja.

Adrianus memaparkan, pada tingkat elite cenderung tidak ingin melakukan upaya secara optimal karena khawatir kehilangan jabatan. Artinya dalam lembaga penegak hukum atau lembaga yang berwenang dalam pemberantasan terorisme terdapat politik.

“Beda persepsi antara yang di belakang meja, dengan yang mengendus-endus, melacak-lacak. Kami khawatir di lembaga-lembaga penegak hukum ada politiknya,” ujarnya.

Dikatakan, keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan terorisme masih dipertanyakan. Apalagi, dapat dipastikan anggaran untuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 bakal turun.

“Penanggulangan terorisme merupakan kegiatan yang mahal dan anggaran negara tidak mencukupi. Tahun depan, total APBN turun 5% maka anggaran untuk BNPT dan Densus 88 akan turun,” ujarnya.

Deputi I BNPT bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Mayjen TNI Agus Surya Bakti menambahkan, akar permasalahan terorisme hingga kini tidak dapat diberantas disebabkan adanya salah tafsir ajaran agama untuk mencapai tujuan kelompok. Hal ini berkembang terus menjadi ideologi.

“Ini yang menjadi dasar akar maraknya terorisme. Ini bahaya, baru kemudian bergeser pada upaya balas dendam, kemiskinan, dan ketidakadilan,” paparnya.

Agus menilai, untuk memberantas terorisme diperlukan adanya tekanan yang kuat dengan cara militer, intelijen dan penegak hukum. Bahkan, tokoh-tokoh utama pelaku teror dikooptasi. Namun, cara-cara militer tidak dapat diterapkan di Indonesia.

“Di Indonesia tidak dapat diterapkan karena kita negara demokrasi, lebih cocok dengan cara-cara deradikalisasi yang tidak menggunakan unsur militer,” katanya

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *