70 Persen Pengungkapan Teroris Akibat Peran Intelijen


JAKARTA – Sebesar 70 persen penanganan teroris di Indonesia merupakan peranan intelijen. Sementara penindakan tegas yang dilakukan Densus 88 hanya berporsi 5 persen dari keseluruhan kasus.

Hal itu dikatakan Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris Brigjen Tito Karnavian saat memberikan paparan dalam seminar penanggulangan terorisme di Gedung Lemhanas, Jakarta, Rabu (3/8).

Dia menjelaskan, setidaknya terjadi dua pertempuran dalam penanganan terorisme. Pertempuran pertama adalah proses mengungkap dan menangkap pelaku. Sementara yang kedua adalah pertempuran membuktikan pelaku bersalah di pengadilan yang terbuka atau fair.

“Di Indonesia, dari 689 pelaku teroris yang tertangkap dan diajukan ke pengadilan, satu pun tidak dilepaskan karena adanya bukti,” kata Tito.

Secara gamblang, Tito mengakui terjadinya penurunan kualitas aksi terorisme namun justru meningkat kuantitasnya. Hal itu setidaknya tergambar dari jumlah tersangka pelaku teroris yang tertangkap, di mana pada 2003 sebanyak 93 orang menjadi 103 tersangka di tahun 2010.

Polisi, kata dia, termasuk pengamat, awalnya mengira problem terorisme di Indonesia telah selesai pascapenangkapan ratusan tersangka pada 2005. Namun kenyataan pada 2009 membuat penegak hukum dan warga Indonesia terkejut dengan ledakan bom di Hotel Ritz Charltom.

Dia menambahkan, selama ini kendala dalam penanganan terorisme menggunakan penegakan hukum adalah tak tersentuhnya akar permasalahan. Diibaratkan gunung es, penindakan terhadap pelaku teror hanya memotong bagian puncak tanpa menyentuh anggota yang membangun jaringan.

Hal ini mengakibatkan jaringan berkembang terorisme dengan pemahaman ideologi terus berkembang. Selain itu, sumber daya negara dinilai belum maksimal, seperti penggunaan militer dan inisiatif lintas sektoral.

Sebagai penguatan untuk penanganan teroris, Tito menyebutkan perlunya pemanfaatan sumber daya negara yang sinergi untuk inisiatif sektoral agar tidak overlaping. Sementara di tingkat global, gelombang demokratisasi yang membawa HAM tetap menjadi kebijakan dan mempertimbangkan peta keamanan internasional pascapengeboman WTC.

Dalam kesempatan yang sama, Tito menilai penanganan terorisme idealnya tetap berlandaskan penegakan hukum sesuai koridor diimbangi soft approach berupa deradikalisasi. “Sepanjang pemerintah mampu memenangkan simpati publik teroris tidak akan menang. Pisahkan ikan dari kail (mengucilkan dari masyarakat). Pancasila hingga kini masih mampu meredam ideologi terorisme,” imbuhnya.

Penegakan Hukum

Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais TNI) Laksamana Muda Soleman B Ponto menegaskan, penegak hukum dalam hal ini polisi harus mampu menangkap hidup-hidup pelaku teroris agar bisa diadili.

“Sekarang UU Terorisme dilakukan oleh polisi tapi dalam beberapa kasus teroris terbunuh. Kalau teroris boleh terbunuh ya gunakan TNI. Kalau harus ditangkap lalu dihukum ada alatnya yaitu polisi. Kalau mau bunuh teroris, polisi jadi tentara saja,” ujarnya.

Dia memaparkan, penanganan terorisme menggunakan operasi penanggulangan oleh TNI sebagaimana Undang-Undang TNI No 34 Pasal 22 Ayat 2 hanya memberikan dua pilihan, killed or to be killed. “Kalau operasi militer pilihan cuma killed or to be killed. Kalau TNI sudah turun teroris harus terbunuh,” ungkap Soleman.

Senada dengan Tito, pengamat militer Andi Widjajanto menyebutkan, di babak kedua era reformasi diperlukan peran besar intel nasional dan fusi intelijen. Menurut dia, strategi penanggulangan teror pascapenegakan hukum memerlukan kompartementalisasi intel.

Pengamat terorisme Sydney Jones menilai, deradikalisasi di Indonesia masih terbilang lebih baik dibanding negara lain. Meski demikian, dirinya menekankan perlunya pengawasan lebih ketat atas pengkaderan yang terjadi di penjara.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *