Pecah Kongsi di Taman Mini


RIUH rendah suara anak-anak di halaman studio Televisi Pendidikan Indonesia membuat karyawan tak menyadari ada tujuh tamu masuk ke kantor mereka. Hari itu, Sabtu siang dua pekan lalu, TPI Peduli menggelar khitanan massal bagi seratus anak dari Bantar Gebang, Cilin cing, dan Depok untuk memperingati ulang tahun ke-29 PT Global Mediacom. Acara kian meriah ketika Putri Indonesia 2010 Asyifa Latief datang dan para pesulap menghibur hadirin.

Para karyawan televisi yang berkantor di Pintu II Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, itu baru ngeh ketika tujuh orang tersebut menempelkan peng umuman yang diteken Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut. Putri sulung mantan presiden Soeharto ini menyatakan akan kembali ke TPI setelah mengukuhkan direksi dan komisaris baru hasil rapat pemegang saham pada 23 Juni 2010. Mereka yang datang adalah para direktur yang dia tunjuk.

Tutut menunjuk Japto Soerjosoemarno, Ketua Partai Patriot Pancasila, sebagai direktur utama, dan purnawirawan Mayor Jenderal TNI Syamsir Siregar, mantan Kepala Badan Intelijen Negara, sebagai komisaris. Daniel Gunawan Resowijoyo, Agus Sjafrudin, dan Mohamad Jarman, pelindung TPI Peduli yang membuka dan berpidato dalam khitanan massal itu, menjabat direktur.

Mereka mengumpulkan karyawan di ruang rapat lantai dua seraya mengulang maklumat yang ditempel itu. Mereka menyatakan mengambil alih manajemen TPI dari direksi lama yang mewakili PT Berkah Karya Bersama milik Hary Tanoesoedibjo, bos Global Mediacom. “Dasarnya apa?” Wijaya Kusuma, Sekretaris Perusahaan TPI, menyela. Suasana kian tegang.

Para anggota direksi itu menyodorkan surat yang diteken Rike Amarita, Pe laksana Harian Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pada 8 Juni 2010. Surat itu menyatakan pemba talan rapat umum pemegang saham pada 18 Maret 2005 yang mengukuhkan direksi TPI versi Hary Tanoe pimpinan purnawirawan Mayor Jenderal TNI Sang Nyo man Su wisma.

Tutut menafsirkan pembatalan itu sebagai pengembalian 75 persen saham TPI yang sejak 2002 diakui Hary Tanoe sebagai miliknya. Kisruh kepemilikan saham TPI pun memasuki babak baru. Hary balik melaporkan Rike ke Kepolisian Daerah Metro Jaya sebagai pejabat yang membuat surat palsu. Pekan lalu, polisi memanggilnya untuk diperiksa, tapi dia tak datang dengan alasan tugas ke luar kota.

KISRUH kepemilikan saham TPI bermula pada 2002. Ketika itu, Tutut sedang rungsing dengan timbunan utang yang menjerat perusahaan-perusahaannya. Kri sis moneter 1997 menghancurkan bisnis-bisnisnya sehingga tak mampu membayar utang. Bank Yakin Makmur, juga PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. yang sebelumnya digdaya membangun puluhan jalan tol, rontok dimakan utang. Beberapa perusahaan menjadi pesakitan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Tutut lalu mengundang Hary Tanoe untuk berkongsi menyelesaikan utang yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun. Hary waktu itu sudah menjadi pemegang saham Bimantara Group, per usahaan yang didirikan adik Tutut, Bambang Trihatmodjo. Dipilihnya Hary tak lepas dari kehebatannya membeli dan mengakuisisi banyak perusahaan ketika pengusaha lain terje rat tumpukan utang.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *