PDIP: Mau Gugat UU Intelijen? Silakan + DPR Dukung Penguatan Intelijen + RUU Intelijen Simpan Berbagai Kerancuan


RUU Intelejen berpotensi menjadi alat represi.

Paripurna DPR belum ketuk palu mengesahkan Rancangan Undang-Undang Intelijen. Tetapi, ‘ancaman’ uji materi ke Mahkamah Konstitusi sudah membayang.

Sejumlah aktivis menilai, RUU yang telah disahkan oleh Panitia Kerja Komisi I DPR bersama pemerintah sarat ketentuan yang berpotensial menjadi alat represi aparat terhadap aktivis.

“Kalau toh ada kelompok masyarakat yang belum puas, kami memahami. Kalau akan mengajukan Judicial Review ke MK misalnya, silakan. Itu hak setiap warga negara,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, kepada VIVAnews.com. 

Sepanjang pembahasannya, RUU ini memang sarat pro dan kontra. Suara kritis nyaring terdengar dari lembaga pemerhati HAM seperti Kontras. Sejumlah aktivis sosial juga kerap melontarkan kritik. Poin yang menjadi sorotan itu antara lain, soal perlu tidaknya lembaga Íntelijen negara punya kewenangan penyadapan, penangkapan dan penahanan.

Tjahjo menilai, rancangan yang telah disepakati Komisi I bersama pemerintah itu telah maksimal. Menurutnya, perlu perjuangan keras sampai pada kesepakatan itu. “RUU ini setidaknya sudah sesuai dengan konsep fraksi PDI Perjuangan,” kata pria yang juga duduk sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.

Tjahjo mengurai, konsep yang sudah sesuai aspirasi PDI Perjuangan itu antara lain, Badan Intelijen Negara (BIN) tidak diberikan kewenangan menangkap dan menahan. “Bahkan masalah penyadapan pun harus mendapat penetapan dari pengadilan,” kata Tjahjo.

Menurutnya, dalam RUU itu diatur pengawasan pada BIN akan lebih intens. Sebab, ada pasal pembentukan tim pengawas yang dibentuk DPR. Selain itu, ada pasal tentang rehabilitasi, kompensasi dan restitusi bagi mereka yang dirugikan akibat pelaksanaan fungsi intelijen.

“Fraksi kami yakin belum bisa mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat yang mungkin alergi terhadap RUU intelijen ini atau pernah mempunyai pengalaman masa lalu terhadap kinerja intelejen kita. Apapun ini hasil maksimal walau belum optimal,” kata Tjahjo.

 

DPR Dukung Penguatan Intelijen

Masyarakat diminta tidak khawatir dengan kehadiran UU Intelijen.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, penguatan intelijen sebagai alat negara sangat diperlukan. Itu pula yang menurutnya membuat Komisi I DPR menyutujui kenaikan anggaran untuk Badan Intelijen Anggaran sebesar Rp200 miliar.

“DPR sepakat untuk menambah anggaran yang berkaitan dengan peningkatan profesionalitas alat intelijen,” ujar Priyo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 30 September 2011. Pentingnya penguatan intelijen, kata Priyo, juga membuat pemerintah dan Komisi I DPR resmi merampungkan pembahasan RUU Intelijen.

Poin pembahasan paling alot mengenai wewenang penangkapan, penyadapan, dan pengawasan pun, tutur Priyo, sudah selesai dengan titik temu yang imbang antara pihak pemerintah dan DPR. Menurut Priyo, UU Intelijen didesain agar aparat tak lagi mengulangi kecolongan aksi terorisme

“Kita cemas melihat perkembangan terakhir. Kok intelijen selalu tertinggal dalam peristiwa bom dan sebagainya. Kita ingin, jangan sampai intelijen  kalah langkah oleh teror,” tambah Priyo. Oleh karena itu, imbuhnya, kehadiran UU Intelijen penting agar kinerja intelijen semakin baik, khususnya dalam hal deteksi dini.

Di sisi lain, terang Priyo, UU Intelijen juga penting sebagai payung agar demokrasi tetap terjaga. Ia menegaskan, masyarakat tak perlu khawatir dengan kehadiran UU Intelijen yang sebelumnya ditakutkan akan mengekang kebebasan sipil.

Tujuan utama UU Intelijen, tegas Priyo, adalah untuk membuat intelijen sebagai alat negara, tidak lemah dan lumpuh. Ia yakin, siapapun pemimpin atau presiden di Indonesia, tak mungkin bisa menggunakan intelijen untuk kepentingan politik semata.

“Kekhawatiran bahwa Presiden akan menggunakan alat intelijen untuk kepentingan personalnya, lambat laun akan terbantahkan kalau DPR dan masyarakat bisa menjalankan misi pengawasan,” kata dia.

 

RUU Intelijen Simpan Berbagai Kerancuan

Jika diparipurna tidak melihat usulan masyarakat sipil diakomodasi, maka kami akan melakukan judicial review

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Intelijen Negara yang telah disetujui Komisi I DPR dan pemerintah dinilai masih menyimpan berbagai permasalahan terhadap ketentuan di konstitusi maupun kerancuan dalam praktiknya nanti. Bila RUU ini tetap disahkan dengan draf yang ada sekarang, maka regulasi tersebut akan segera diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah diundangkan.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menyikapi disetujuinya RUU Intelijen Negara dalam rapat pengambilan tingkat I, Kamis (29/9) malam. Dia mengatakan sebelum diajukan ke rapat paripurna, DPR dan pemerintah harus melakukan perbaikan terhadap beberapa pasal jika tidak ingin diajukan ke MK.

“Jika diparipurna tidak melihat usulan masyarakat sipil diakomodasi, maka kami akan melakukan judicial review,” kata Poengky ketika dihubungi, kemarin.

Menurutnya, memang terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam RUU Intelijen Negara. Meski begitu, hal tersebut dipandang tidak menjadi penghalang untuk adanya sebuah UU yang mengatur tentang intelijen. Hanya saja, yang dibutuhkan adalah regulasi intelijen yang dibuat tidak melanggar hukum, hak asasi manusia, dan yang dapat membangun reformasi intelijen.

Dia menuturkan dalam draf yang memuat 50 pasal itu, setidaknya, masih terdapat 19 ketentuan yang dipersoalkan. Perubahan atas draf yang telah disepakati itu masih dimungkinkan selama belum diajukan ke rapat paripurna DPR dan disahkan. Karena itu, saat ini dibutuhkan kemauan, baik dari DPR maupun pemerintah, untuk menyempurnakan draf tersebut.Merusak Sistem

Salah satu ketentuan yang disoroti adalah mengenai kewenangan penggalian informasi yang dimiliki Badan Intelijen Negara (BIN) sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 RUU. Menurutnya, adanya ketentuan yang menyebutkan penggalian informasi dilakukan dengan bekerja sama dengan penegak hukum terkait menjadikan intelijen akan mengintervensi proses penegakan hukum.

“Ini akan menabrak KUHAP karena di sana yang diperbolehkan melakukan penyidikan hanya penyidik. Adanya intelijen di sana, tentunya, akan merusak sistem pidana di Indonesia,” kata dia.

Lebih lanjut, dikatakan, bila pasal ini dipertahankan tentunya akan menyulitkan dalam praktiknya. Pengacara, menurutnya, akan melarang kliennya untuk disidik orang yang tidak memiliki kapasitas melakukan penyidikan. Risiko lebih lanjutnya, penyidikan dapat menjadi tidak sah dan tidak dapat diteruskan ke pengadilan.

“Konsekuensi-konsekuensi seperti ini yang harus dipikirkan,” tandasnya.

Poengky pun menyebutkan ketentuan-ketentuan lain yang dianggap bermasalah dalam RUU Intelijen Negara. Hal itu terlihat dari model pengawasan dari penyelenggaraan fungsi intelijen yang hanya dilakukan tim dari Komisi DPR yang membidangi masalah intelijen tanpa melibatkan pihak lainnya.

Selain itu, juga dipersoalkan mengenai pengaturan tentang pemeriksaan aliran dana oleh intelijen. Menurutnya, RUU belum terperinci mengatur sehingga berpotensi untuk disalahgunakan. Juga mengenai pengangkatan Kepala BIN yang melibatkan DPR.

“Ini menempatkan jabatan kepala BIN sebagai jabatan yang politis mengingat parlemen adalah lembaga politik,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mengatakan RUU Intelijen Negara ini merupakan produk hasil kerja seluruh anggota Komisi I DPR sehingga RUU sudah sesuai dengan konsep fraksi. Dia juga menyadari belum bisa mengakomodasi berbagai aspirasi masyarakat yang mungkin alergi terhadap RUU Intelijen ini atau pernah memiliki pengalaman masa lalu terhadap kinerja intelijen kita.

“Apa pun ini hasil maksimal walau belum optimal. Kalau toh ada kelompok masyarakat yang belum puas, kami memahami dan kalau akan mengajukan judicial review ke MK, misalnya, silakan. Itu hak setiap warga negara,” tandasnya.

Politikus PDIP ini menyebutkan meski masih terdapat kritik, namun menurutnya telah ada kemajuan dalam RUU Intelijen. Misalnya, tidak adanya penangkapan, bahkan masalah penyadapan pun harus mendapat penetapan dari pengadilan. Kemudian, pengawasan juga akan lebih intens mengingat adanya pasal pembentukan tim pengawas yang dibentuk DPR .

“Juga ada pasal tentang rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi bagi mereka yang dirugikan akibat pelaksanaan fungsi intelijen,” kata Tjahjo. n har/P-3

 

 

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *