Otsus Bikin Papua Makin Terbelakang


DPR RI menyatakan bahwa otonomi khusus (otsus) Papua dan otonomi Aceh belum memberikan hasil nyata bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

“UU Otsus bukannya membuat masyarakat Papua semakin maju, tetapi malah semakin mundur,” ujar anggota Tim Pemantau UU Otsus Papua dan Otonomi Aceh, Ali Kastela dalam rapat dengan Menkopolhukam dan jajaran menteri Polhukam di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 23 Juli 2010.

Ali menuturkan, sebelum otsus, Papua menempati peringkat 22 dari 29 provinsi. Tetapi kini setelah otsus, Papua justru merosot drastis ke nomor buncit dengan menempati peringkat 33 dari total 33 provinsi di Indonesia. Kualitas sumber daya manusia di Papua pun, justru semakin menurun.

“Sepuluh tahun lalu, mahasiswa Papua sudah bebas SPP. Tapi sekarang justru banyak mahasiswa yang menunggak SPP,” kata Ali.

Anggota dewan dari Fraksi Hanura itu mengakui, indikator-indikator kemerosotan Papua tersebut memang cukup mengejutkan. “Otsus tidak memberikan dampak apapun. Banyaknya UU malah membuat kami mundur,” tutur Ali.

Ia juga menuduh, implementasi otsus tidak mendapat pengawasan dari kementerian terkait. “Mendagri tidak mengontrol APBD,” kata dia.

Gangguan keamanan di sejumlah wilayah strategis di Papua, juga disoroti oleh Ali. “Peristiwa penembakan yang menimbulkan korban jiwa, tentu memicu keresahan masyarakat,” ujarnya.

Akibatnya, lanjutnya, masyarakat sampai menduga-duga jangan-jangan Papua menjadi tidak aman setelah tanggung jawab keamanan diserahkan dari TNI AD ke Kepolisian.

Sementara itu, Marzuki Daud dari Fraksi Golkar mendesak pemerintah segera menyelesaikan seluruh Peraturan Pemerintah terkait otonomi Aceh, khususnya PP soal Sabang tahun ini juga.

“Sabang itu aset Aceh. Jadi, kalau mau membangun Aceh, pembangunan pelabuhan di sana harus dipandang serius,” tuturnya sembari berharap Sabang dapat menjadi kawasan strategis seperti Batam.

Pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengakui, pelaksanaan otonomi di Aceh dan Papua belum bisa berjalan sesuai harapan karena belum terbitnya beberapa PP.

Sementara itu, Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan bahwa manajemen pemerintah daerah juga harus diperhatikan demi pelaksanaan otsus yang lebih baik.

“Perlu dibangkitkan pengelolaan pemda dengan menjalin kerja sama dengan lembaga legislatif, adat, dan perguruan tinggi agar percepatan pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.

Misalnya, kata Djoko, Universitas Cendrawasih dan universitas-universitas lain yang ada di Papua harus dimanfaatkan untuk bekerja sama melakukan pendekatan yang tepat, guna menyelesaikan berbagai masalah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Sedangkan berkenaan dengan keamanan di Papua, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang mendampingi Menkopolhukam mengatakan bahwa kepolisian telah melakukan upaya penegakan hukum di sejumlah titik yang bermasalah. “Peristiwa penguasaan lapangan terbang telah diatasi. Situasi kemanan di Timika pun sudah kondusif,” tuturnya.

Khusus untuk peristiwa Puncak Jaya, kata Kapolri, kepolisian melakukan pendekatan lunak. Ia juga membantah dugaan bahwa telah terjadi persaingan antara Kepolisian dan TNI terkait pengamanan di Papua. “Kami selalu bersinergi dalam melakukan pengamanan,” ujar Bambang.

Sampai saat ini, terdapat 9 PP dan 3 Peraturan Presiden yang perlu dibentuk sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh, dan terdapat tujuh PP (baru terlaksana dua buah) yang perlu dibentuk sesuai dengan UU Otsus Papua.

DPR mengharapkan, pemerintah segera menyelesaikan kewajibannya untuk melengkapi seluruh PP tersebut.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *