Operasi Senyap Mafia Tanah


Sekelompok mafia tanah memulai aksi. Diawali dari menelusuri sederet informasi jual beli rumah. Baik dari surat kabar maupun internet. Semua diteliti. Dipahami hingga sampai eksekusi. Setelah yakin dan pasti, semua bergerak terstruktur. Rapi. Tidak boleh satu celah pun terlewati. Semua demi meraup pundi-pundi.

Para pelaku kemudian mendatangi rumah korban. Berkomunikasi selayaknya pembeli. Mereka tidak bawa tangan kosong. Segepok duit telah disiapkan. Biasanya untuk uang muka agar meyakinkan korban. Nego harga pun dilakukan. Sampai dapat harga final, uang muka pun diberikan. Jumlahnya tergantung persetujuan. Tak sedikit bisa mencapai miliaran. Semua demi membuai korban.

Ketika uang muka diberikan, biasanya komplotan ini meminta izin untuk meminjam surat tanah. Alasan mereka supaya bisa untuk di fotokopi. Kemudian supaya bisa dipelajari lebih lanjut. Padahal itu hanya modus. Surat tanah tersebut nantinya akan digunakan untuk diduplikasi, dipalsukan tanda tangannya, dan akan digunakan untuk melakukan tindak kejahatan penipuan.

Para mafia tanah memang begitu detil mempelajari. Mulai dari bentuk tanda tangan hingga bentuk cap dan stempel. Semua harus dilakukan rapi. “Agar nantinya bisa dipalsukan dengan mudah,” Kasubdit Harta Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi Wiyatputera kepada merdeka.com, Sabtu pekan lalu.

Bila berhasil, para pelaku menggunakan sertifikat palsunya untuk berbagai keperluan. Bisa dipakai untuk membuat surat balik nama ke Badan Pertahanan Nasional (BPN). Supaya seolah-olah sudah terjadi transaksi jual beli dengan pemilik lama.

Tidak sampai di situ. Para pelaku bahkan kerap menjadikan jaminan kepada bank. Untuk peminjaman uang dan kredit. Bahkan juga dipakai untuk menipu pembeli tanah agar menyangka sertifikat tanah tersebut sah dan asli, yang nantinya bisa berujung sengketa dengan pemilik tanah yang sah.

Secara umum, dalam sindikat mafia tanah, ada yang berperan sebagai aktor intelektual alias dalang aksi. Orang inilah yang mencetus ide dan merancang operasi. Ketika rencana sudah tersusun, dia pun membagi tugas kepada anak-anak buah. Ada yang berperan sebagai pembeli lahan yang sedang diincar, ada yang berperan sebagai notaris, notaris palsu tentunya, dan ada yang berpura-pura mendampingi korban ketika proses tawar-menawar.

Berbicara soal praktik mafia tanah di tanah air, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) punya catatan khusus. Sepanjang tiga tahun terakhir, tercatat ada 185 kasus pertanahan yang terindikasi adanya tindakan pidana yang melibatkan praktik mafia tanah.

Kementerian ATR/BPN menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik mafia tanah di tanah air. Komitmen tersebut akan ditunjukan dalam membantu Dino Patti Djalal yang terbelit kasus pencurian sertifikat oleh mafia tanah. Namun demikian, Menteri Sofyan mengatakan, Kementerian ATR/BPN disebutnya saat ini memang kesulitan untuk melacak para mafia tanah yang telah banyak merugikan masyarakat.

“Jadi bahwa saya pernah ketemu pak Dino, kita betul-betul ingin menyelesaikan masalah ini hingga masyarakat tidak dirugikan. Cuman belum bisa sampai kepada titik di mana kita bisa memetakan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil.

Dalam kasus yang menimpa Dino, Sofyan mengaku, pihaknya turut kena tipu. Sebab, BPN turut berperan dalam perubahan nama pada sertifikat tanah atas nama orang tua dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut. “Sebenarnya kalau di BPN ini kita juga kena penipuan, karena orang datang dengan KTP-nya seolah-olah KTP orang yang bersangkutan, ya ada fotonya di situ, ada KTP-nya. Padahal itu adalah hasil rekayasa,” ujar dia.

Kasus pencurian sertifikat tanah milik ibu Dino Patti Djalal ini, lanjut dia, lantas menyadarkan publik bahwa mafia tanah saat ini masih ramai bergentayangan. Dia menyatakan, meskipun sudah banyak mafia tanah yang ditangkap, namun penjahat yang tersebut kembali berstatus residivis dan melakukan tindak pidana serupa.

“Oleh sebab itu masyarakat harus berhati-hati jangan memberikan sertifikat karena sertifikat itu adalah surat berharga, kemudian penjahat ini pintar melakukan berbagai upaya,” ujar dia.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati menjelaskan, ternyata sindikat mafia tanah tidak hanya menggunakan bujuk rayu ketika berhadapan dengan korban. Terdapat sejumlah modus yang kerap dilakukan sindikat mafia tanah. Salah satunya menggunakan bukti-bukti hak lama seperti girik, eigendom, grant sultan, SK ganti rugi tanah partikelir, SKT, SK redis, oper alih garapan yang dipalsukan untuk memohon hak atau sertipikat.

Sindikat juga memprovokasi masyarakat, petani, penggarap, untuk mengokupasi secara ilegal tanah-tanah HGU atau HGB yang akan berakhir maupun masih berlaku. Kemudian berujung pada klaim sebagai hak yang belum diganti rugi atau sebagai tanah terlantar.

“Mengubah atau menggeser patok batas bidang tanah, mengajukan sertifikat pengganti yang tidak hilang melainkan dijaminkan pada pihak lain di bawah tangan atau diikat PPJB, dan sertifikat pengganti dijaminkan di bank atau dijual,” jelas dia kepada merdeka.com.

Dalam beroperasi mafia tanah juga tak jarang menggunakan jasa preman untuk menguasai tanah secara fisik, membangun pagar, serta mendirikan bangunan. Jika ada pengaduan pihak lain, maka mereka berdalih sudah menguasai lahan itu sejak lama.

“Menggunakan peradilan untuk melegalkan bukti kepemilikan atau haknya dengan perkara pura-pura atau menggugat secara verstek tanah yang tidak ada pemiliknya, dan memaksa agar BPN melaksanakan putusan, dengan mengancam jika tidak dilaksanakan akan melaporkan pidana BPN,” jelas Yulia.

Menurut Dwiasi, ada sindikat mafia tanah yang tidak bekerja sendiri. Dalam sejumlah kasus yang pernah diungkap pihaknya, diketahui bahwa sindikat mafia tanah bekerja sama dengan ketua RW hingga Kepala Desa.

Dalam sebuah kasus misalnya, Ketua RW ikut terlibat penipuan serta pemalsuan dengan bukti kepemilikan menggunakan surat hibah yang dibuat di atas kertas segel (surat palsu). Surat palsu tersebut dibuat dengan cara membeli kertas segel palsu di warung kemudian diketik dengan menggunakan mesin ketik.

Dengan dasar surat palsu tersebut kemudian bekerja sama dengan Kepala Desa dan dibuatkan surat keterangan tidak sengketa. Bahkan juga dinyatakan tentang riwayat tanah, serta membuat Salinan letter C. Sehingga seolah-olah milik tersangka yang menimbulkan kerugian terhadap korban. Jumlahnya bisa mencapai miliaran.

Dia menegaskan, umumnya kejahatan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tanah terjadi karena korban tidak sadar dalam memeriksa secara seksama sertifikat tersebut. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengkonfirmasi keaslian sertifikat tanah kepada instansi yang mengeluarkannya. Masyarakat juga diharapkan tidak dengan gampang memberikan sertifikat untuk difoto kopi, agar memperkecil kemungkinan terjadinya tindak kejahatan.

Terungkapnya kasus penggelapan sertifikat tanah milik ibu Dino Patti Djalal berawal ketika pada Januari 2021, kuasa hukum Fredy Kusnadi datang ke rumah Yurmisnawita untuk memproses balik nama Sertifikat Hak Milik Nomor 8516 di Cilandak Barat milik Yurmisnawita menjadi miliki Fredy Kusnadi.

 

Padahal Yurmisnawita tidak pernah menjual rumah tersebut, tetapi pada 2019, rumah tersebut sempat akan dijual kepada orang yang mengaku bernama Lina. Saat itu, Lina menghubungi Yurmisnawita dengan membawa calon pembeli bernama Fredy Kusnadi.

Yurmisnawita menolak karena pemilik asli rumah, Zurni Hasyim Djalal, tidak mau menjualnya. Zurni Hasyim Djalal adalah pemilik tanah dan bangunan berupa rumah di Cilandak Barat berdasarkan SHM no. 8516 atas nama Yurmisnawita.

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Agus Widjayanto menjelaskan bahwa dalam prosesnya, pelaku mafia tanah membuat KTP palsu berupa KTP non-elektronik dan mengganti foto serta nomor NIK.
Di dalam berkas pengalihan, BPN melihat proses yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur administrasi dengan sejumlah syarat yang terpenuhi, yakni ada tanda terima dokumen, fotokopi KTP, NPWP, surat permohonan, surat kuasa, serta Akta Jual Beli.

“Dilihat dari sisi administrasi pertanahan sebetulnya proses penerbitan haknya sudah benar. Prosesnya sudah sesuai dengan prosedur administrasi. Namun dari sisi materiil, apakah jual beli terjadi oleh Bu Yurmisnawita ini perlu dilakukan penyelidikan dengan pendekatan secara materiil,” kata Agus menjelaskan.( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *