Munas VII PSMTI di Makassar tidak bahas covid, tapi tidak eforia


Munas VII PSMTI di Makassar tidak bahas covid, tapi tidak eforia

dilaporkan: Setiawan Liu 

Makassar, 30 Maret 2022/Indonesia Media – Musyawarah nasional (Munas) VII Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) di Makassar, Sulawesi Selatan (20 – 22 Maret) tidak bahas program kerja jangka pendek terkait dengan Pandemi Covid-19 karena faktanya, jumlah kasus semakin melandai per Maret 2022. “Ketika Munas berlangsung, kami tetap dengan protocol kesehatan yang ketat. Kami tidak euforia, tapi optimis melihat ke depan. Semua peserta (Munas) happy, tidak seperti ada masalah atau kendala besar,” Ketua Umum (periode 2013 – 2021) PSMTI, David Herman Jaya mengatakan kepada Redaksi.

 

Per tanggal 30/3, ia semakin sering bepergian untuk urusan pekerjaan. Mengingat kantor cabang perusahaannya, yakni PT Mekar Armada Jaya berlokasi di beberapa daerah, terutama Magelang Jawa Tengah, ia sering bepergian naik pesawat. Pandemic covid tidak perlu dikhawatirkan terus menerus. Ia berangkat dari Semarang, naik pesawat ke Jakarta, tidak perlu lagi pemeriksaan swab test PCR dan antigen. Rute Jakarta – Makassar juga tidak diperiksa (untuk swab test). “Kalau di Yogyakarta, cukup ketat. Penumpang harus tetap scan aplikasi PeduliLindungi. “Covid sudah seperti flu biasa. Mungkin, yang meninggal karena komorbid atau penyakit bawaan,” kata pemilik nama Tionghoa Lin Wan King.

 

Setelah terpilih ketua umum yang baru, yakni Wilianto Tanta (DPD Sulawesi Selatan), ia berharap kinerja PSMTI semakin bagus untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melihat perjalanan panjang PSMTI sejak berdiri tahun 1998, pengurus sudah melakukan berbagai perubahan demi perkembangan. Fase pertama, yakni ketika PSMTI menghapus berbagai peraturan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. David Herman bersama Murdaya Poo (ketua dewan Pembina PSMTI), Sugeng Prananto (Dewan Pertimbangan PSMTI) berhasil mencabut salah satu Inpres yang diterbitkan pada masa pemerintahan Orde Baru (Maret 1968 – Mei 1998). Inpres tersebut dulunya ditandatangani oleh tiga menteri pada masa Orde Baru. “Tapi kami berhasil cabut, terutama Inpres yang melarang penggunaan aksara dan bahasa Tionghoa. Inpres tersebut dicabut pada masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PSMTI tidak berafiliasi pada partai politik. PSMTI memang eksklusif, karena dasarnya marga Tionghoa. Tapi tidak absolut karena kita harus kerjasama dengan berbagai lembaga. Para anggota PSMTI harus lebih sejahtera, di berbagai daerah,” kata David Herman. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *