MK Diminta Perjelas Batasan Tindak Pidana dalam Pemberhentian Pimpinan KPK


Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Saldi Isra meminta agar Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran dan batasan baru mengenai alasan pemberhentian sementara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK. Salah satunya, kualifikasi mengenai tuduhan tindak pidana yang dilakukan pimpinan KPK.

“Menyadari kelemahan pasal tersebut, tidak ada pilihan lain selain menutupnya. Bukan membatalkan keberadaan pasal, tapi memberikan penafsiran, batasan makna dan ruang lingkup, waktu dan jenis tindak pidana untuk jadi dasar pemberhentian pimpinan KPK,” ujar Saldi, saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan di MK, Rabu (10/9/2015).

Menurut Saldi, yang perlu dilakukan adalah pemilahan jenis-jenis tindak pidana kejahatan yang menjadi dasar pemberhentian KPK. Alasannya, agar pimpinan KPK tidak dengan mudah diancam tindak pidana ringan, atau yang sengaja dibuat untuk melemahkan. Pakar hukum tata negara, Eddy Hiariej, yang juga memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang uji materi UU KPK mengatakan, tidak adanya pembatasan mengenai kualifikasi tindak pidana, menyebabkan seorang pimpinan KPK dapat dengan mudah diberhentikan.

“Misalnya, kalau pimpinan KPK tidak memberi makan hewan peliharahan, dapat dijerat Pasal 302 KUHP, kemudian dapat dengan mudah diberhentikan dari jabatannya,” kata Eddy.

Menurut Eddy, seharusnya ada pembatasan mengenai kualifikasi tindak pidana. Secara lazim, kualifikasi tindak pidana yang sesuai untuk dicantumkan adalah, kejahatan korupsi, terorisme, pelanggaran HAM, narkotika, dan segala tindak pidana yang diancam dengan hukuman lebih dari 10 tahun penjara.

Selain itu, MK diminta untuk menambahkan aturan mengenai aturan pemberhentian setelah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kemudian, dalam pasal tersebut juga diberikan penjelasan mengenai hak bagi pimpinan KPK, untuk memilih mundur atau bertahan pada jabatannya. Sidang uji materi UU KPK tersebut dimohonkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ).

Menurut mereka, Pasal 32 ayat 2 UU KPK, yang menjelaskan pemberhentian sementara pimpinan KPK apabila menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana, bertentangan dengan konstitusi. Salah satunya, mereka menilai pasal tersebut tidak mengindahkan prinsip persamaan di depan hukum dan asas praduga tak bersalah.

Gugatan tersebut dilatarbelakangi dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, sehingga diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo. Keduanya diberhentikan sebelum menjalani proses pembuktian di persidangan.( Kps / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *