-Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat ada yang aneh dari cara Novel baswedan memeriksa buronan Nurhadi yang baru saja dibekuk.
Neta menganggap, apa yang dilakukan Novel harusnya menjadi perhatian Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Neta meminta, Dewas agar mengawasi kinerja penyidik KPK Novel Baswedan dalam penanganan perkara itu.
Sebab kata Neta beredar kabar di internal KPK bahwa Nurhadi ‘disandera’dan diperiksa Novel cs di luar gedung Merah Putih KPK.
“IPW mendapat informasi bahwa Novel cs membawa dan memeriksa mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, ke sebuah tempat di luar gedung Merah Putih KPK. Jika itu benar terjadi, hal ini adalah sebuah bentuk kesewenang-wenangan dan pelanggaran hukum, serta mencederai rasa keadilan Nurhadi sebagai tersangka,” kata Neta kepada Warta Kota, Sabtu (6/6/2020).
Menurut Neta, cara-cara kerja Novel yang tidak promoter ini harus segera dihentikan Dewan Pengawas KPK maupun pimpinan KPK Komjen Firli Bahuri.
“Dalam melakukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, KPK harus tetap patuh hukum, sehingga Novel tetap harus dikendalikan, baik oleh Dewan Pengawas maupun Pimpinan KPK agar tidak semaunya,” kata Neta.
Informasi yang diperoleh IPW, tambah Neta, ada cara-cara aneh yang dilakukan Novel cs dalam memeriksa Nurhadi.
Hal itu katanya untuk mendapatkan dua pengakuan.
“Pertama, apakah Nurhadi berperan besar dalam memenangkan praperadilan Budi Gunawan di PN Jakarta Selatan, saat berperkara dengan KPK yang dipimpin Abraham Samad. Kedua, siapa yang melindungi Nurhadi cs saat buron selama empat bulan,” kata Neta.
Upaya menggali pengakuan dengan cara ‘menyandera’ dan memeriksa Nurhadi di luar gedung Merah Putih, menurut Neta, terlihat jelas sangat aneh.
“Terutama soal dugaan membantu Budi Gunawan memenangkan praperadilan. Bagaimana mungkin Nurhadi bisa membantu orang lain untuk memenangkan praperadilan, wong untuk membantu dirinya sendiri saja dia tidak bisa,” ujar Neta.
Terbukti kata Neta, kasus praperadilan Nurhadi ditolak majelis hakim PN Jakarta Selatan, sehingga Nurhadi menjadi buronan KPK selama empat bulan.
Sebagai penyidik KPK, kata Neta, Novel boleh saja melakukan berbagai teknik penyidikan, tapi tetap harus dalam koridor hukum dan tidak boleh bersikap sewenang-wenang dan seenaknya memaksakan kehendak.
“Jika dicermati, sesungguhnya Novel tidak layak lagi menjadi penyidik yang memeriksa tersangka di KPK. Sebab Novel sendiri adalah tersangka dalam kasus pembunuhan di Polda Bengkulu. Negeri ini memang sangat aneh, kok ada tersangka memeriksa tersangka,” tegas Neta.
Pertanyaannya, menurut Neta, penegakan hukum seperti apa yang bisa ditegakkan Novel, sementara Novel sendiri tidak taat hukum.
“Anehnya Dewan Pengawas KPK tidak punya nyali untuk mengawasinya. Akibatnya di KPK terjadi terus menerus tersangka memeriksa tersangka dan upaya pemberantasan korupsi di KPK pun menjadi sangat aneh,” kata Neta.
Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto alias BW sebut adanya dua oknum jenderal polisi sembunyikan Nurhadi, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) tersebut.
Namun menurut BW sendiri, KPK tidak berani selidiki dua oknum jenderal polisi sembunyikan Nurhadi tersebut.
Bahkan, BW meragukan keberanian KPK era Firli Bahuri selidiki soal dugaan jenderal polisi melindungi Nurhadi.
“Disebut ada dua oknum polisi yang posisinya sangat tinggi sekali dan itu disebut oleh Tempo namanya, apakah terlibat atau tidak pertanyaannya. Kan mesti diselidiki,” kata BW dalam diskusi daring dengan tema ‘Akhir Pelarian Nurhadi: Apa yang Harus KPK Lakukan?’, Jumat (5/6/2020).
Di pemberitaan di sebuah majalah, saat rumahnya digeledah KPK dalam kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada April 2016, Nurhadi diduga sembunyikan barang-barang di kantor Kepolisian Daerah Metro jaya.
Nurhadi perintahkan ajudannya seorang polisi menghubungi salah satu anggota pengawalan di kediamannya di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 21 April 2016.
Masih menurut pemberitaan majalah tersebut, Nurhadi dan ajudannya tengah bertandang ke ruang kerja Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto.
Setelah panggilan teleponnya dijawab, sang ajudan menyampaikan perintah Nurhadi kepada teman sesama pengawal, yang juga anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI.
Nurhadi juga disebut-sebut meminta bantuan kepada seseorang usai rumahnya digeledah.
Ajudan Nurhadi menelepon seseorang yang disebut ajudannya BG.
Tak disebutkan siapa sosok berinisial BG dalam percakapan kedua orang itu.
“Cuma pertanyaan lagi, apa KPK berani menyelidiki itu? Feeling saya sih enggak berani”
“feeling saya enggak berani, jadi lepas saja yang begituan itu,” kata BW.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dan memproses oknum-oknum yang turut terlibat melarikan Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Menurut dia, oknum yang membantu melarikan dan melindungi Nurhadi dapat dijerat Pasal 21 UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isi pasal itu berbunyi, ‘setiap orang dilarang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.’
“Harus diungkap pakai rumah siapa saja. Siapa yang menolong.”
“Bersama yang memberikan bantuan-bantuan keamanan kebutuhan harian,” kata Haris dalam diskusi daring bersama Indonesia Corruption Watch, Jumat (5/6/2020).
Selama persembunyian, kata dia, Nurhadi tidak mungkin menyediakan perlengkapan pribadi dan makanan seorang diri.
Dia meyakini ada orang yang membantu pelarian.
“Mereka kan bukan guci atau kipas angin yang diumpetin dalam lemari.”
“Mereka ini kan manusia ada kebutuhan.”
“Ini yang menghalang-halangi dalam artian membantu proses kaburnya keluarga Nurhadi,” tuturnya.
Upaya membongkar rute pelarian Nurhadi dan menantunya selama menjadi buronan, diharapkan dapat mengungkap siapa saja orang yang diduga terlibat melarikan diri yang bersangkutan.
Total ada 13 lokasi di Jakarta dan di Jawa Timur yang sudah disambangi KPK selama memburu Nurhadi dan menantunya.
Terungkapnya belasan lokasi itu, dia menduga ada pihak-pihak yang ikut membantu menyembunyikan Nurhadi selama buron.
“KPK harus membongkar soal pelarian ini.”
“Rute pelarian ini ke mana saja atau saya menyebutnya sebagai fasilitas hunian berupa tempat.”
“Lalu proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, penyediaan kebutuhan harian, pengamanan dan juga terakhir individu penghubung-penghubung sebagai komunikator,” paparnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologi penangkapan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Keduanya merupakan buronan kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Nurhadi dan Rezky berada di satu rumah, namun beda kamar.
Penangkapan dilakukan setelah petugas memaksa masuk rumah yang diduga jadi persembunyian keduanya.
Mulanya setelah menetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) kepada Nurhadi Cs pada 13 Februari 2020, tim KPK bersama Polri terus memburu Nurhadi dan Rezky.
Juga, satu Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soejoto.
“Sejak ditetapkan DPO, penyidik KPK dengan dibantu pihak Polri terus aktif melakukan pencarian terhadap para DPO.”
“Antara lain dengan melakukan penggeledahan rumah di berbagai tempat baik di sekitar Jakarta maupun Jawa Timur.”
“Pada hari senin tangal 1 Juni 2020 sekitar pukul 18.00, Tim Penyidik KPK mendapat info dari masyarakat ihwal keberadaan 2 TSK yang berstatus DPO tersebut,” kata Ghufron saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Berdasarkan informasi tersebut, tim KPK bergerak ke Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang diduga digunakan sebagai tempat persembunyian Nurhadi dan Rezky.
”Selanjutnya dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dan penggeledahan, pada sekitar pukul 21.30 WIB penyidik KPK mendatangi rumah tersebut untuk melakukan penggeledahan,” tutur Ghufron.
Awalnya, klaim Ghufron, penyidik KPK bersikap persuasif dengan mengetuk pagar rumah, namun tidak dihiraukan.
Kemudian penyidik KPK dengan didampingi ketua RW dan pengurus RT setempat, melakukan upaya paksa membongkar kunci pintu gerbang dan pintu rumah tersebut.
”Setelah penyidik KPK berhasil masuk ke dalam rumah, di salah satu kamar ditemukan Tsk NHD dan di kamar lainnya ditemukan Tsk RHE, dan langsung dilakukan penangkapan terhadap keduanya,” beber Ghufron.
Selanjutnya, keduanya dibawa ke Kantor KPK untuk dilakukan pemeriksaan.
Selama konferensi pers berlangsung, Nurhadi dan Rezky yang sudah memakai rompi oranye tahanan pun turut dipajang.
Penangkapan dua orang DPO ini, tambah Ghufron, menegaskan koordinasi KPK bersama Polri untuk melakukan pencarian dan penangkapan para DPO akan terus dilakukan.
Termasuk, terhadap DPO atas nama HS yang diduga sebagai pemberi suap dan atau gratifikasi dalam kasus ini.
KPK juga berterima kasih dan mengapresiasi masyarakat yang telah memberikan informasi terkait keberadaan para DPO KPK.
“Kepada Tsk HS dan seluruh tersangka KPK yang masih dalam status DPO saat ini, kami ingatkan untuk segera menyerahkan diri kepada KPK,” tegas Ghufron.
Ditahan di Rutan C1 KPK
Pasca menangkap mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan keduanya untuk 20 hari pertama.
“Penahanan Rutan dilakukan kepada 2 orang tersangka tersebut selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 2 Juni 2020 sampai dengan 21 Juni 2020.”
“Masing-masing di Rumah Tahanan KPK Kavling C1,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Ghufron menegaskan, keduanya terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011-2016.
“Perkara ini merupakan pengembangan Operasi Tangkap Tangan pada tanggal 20 April 2016 di Jakarta.”
“Di mana KPK sebelumnya telah menetapkan 4 Tersangka, yaitu Doddy Ariyanto Supeno, Edy Nasution, Eddy Sindoro, dan Lucas dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” jelas Ghufron.
Keduanya diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT MIT melawan PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar.
Juga, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp 12, 9 miliar
yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar,” paparnya.
Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU 31/1999.
Hal itu sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.( WK / IM )