Oleh: Anthony Hocktong Tjio.
Monterey Park, CA. 17 Agustus 2017.
Sesudah air-air dalam kunjungan kita di Kroasia, sekarang giliran benteng-benteng yang memasuki pemandangan mata untuk mengakhiri tur tahun ini.
Ini hari Jum’at tanggal 25 Mei 2017, setelah semalam kita mengunjungi kota benteng Split, perjalanan hari ini menuju ke ujung selatan di Kroasia untuk Dubrovnik. Dimana bangsa Dalmasia sejak jaman kejayaan perniagaan maritim di perairan Adriatika mempertahankan dirinya dengan bangunan benteng raksasa disini, terbuat dari lapisan dinding batu yang kukuh.
Didekat sana katanya juga berdiri satu tembok batu lama yang sudah 700 tahun, ini lebih tua daripada Tembok Besar Tiongkok yang kesohor itu.
Memang bukan dalam jadwal perjalanan kita untuk meninjau satu bangunan lama yang berupa tembok batu, tetapi ini hanya berjarak 35 mil atau 56 km sebelumnya Dubrovnik, sayang kalau dilewati begitu saja.
Pimpinan kita setuju untuk mampir kesana, dan karena memang melewatinya, sopir bis juga bersedia untuk mengantar kita. Lagi pula, rumahnya sang sopir ini pun didekat sana, yaitu di Korcula yang tidak jauh dari tembok batu di Semenanjung Peljesac ini.
Malah diperjelaskannya dengan bangga, bahwa Korcula dari semula adalah koloni bangsa Venesia, disana masih ada keluarga besar Polo, seperti dia sendiri, sang penjelajah Tiongkok Marco Polo juga kelahiran sana.
Mendengar penjelasan diatas membikin minat lebih bertambah untuk mengunjunginya, dan ingin tahu bagaimanakah rupa dan ceritanya tembok tersebut.
Tembok batu tersebut terletak di satu pelabuhan dikaki pegentingan semenanjung Peljesac di seberangnya Venesia, yang dari jaman dulu sudah merupakan pelabuhan niaga bangsa Romawi dan Yunani diantara pedesaan Ston yang dari kata Venesia Stagno, dan Mali Ston yang artinya Stonkecil.
Sejak abad 8 Masehi, dibagian bumi ini sudah merupakan daerah perekonomian penting dari industri garam dan perikanannya, yang di kemudian hari menjadi sasaran suku Saracen Arab dan Ottoman Turki yang merayap dari daratan menuju ke Dobro-venedik, kata Turki yang berarti “Venesia yang baik”.
Hal itu memaksa pribumi orang raksasa bangsa Dalmasia yang dari Dubrovnik, sejak abad 14 Masehi, membangun tebeng pertahanan yang merupakan tembok besar batu diatas bukit disana, dan sekarang disebutlah Stonske zidine, Tembok Batu Ston.
Tembok Batu Ston ini memang belum banyak dikenal tetapi sudah mulai dipasarkan dalam rangkaian perpariwisataan, yang saat ini sudah sukses dalam memajukan ekonomi setempat dan sebagai pendatang devisa negaranya di Dubrovnik.
Ditengah jalan menuju Ston, rombongan kita lancar menerobos perbatasan Bosnia. Semula mengawatirkan menjadi masalah untuk melewati negara Muslim itu, malah ada yang bergegas minta tujuan samping ini dibatalkan saja, padahal untuk menuju ke Dubrovnik, mau tidak mau harus melewatinya, tanpa visa.
Kita pun berhenti sejenak dibagian Bosnia ini, di Pantai Neum yang pemandangannya luar biasa indahnya. Ternyata negara Muslim ini sudah damai kembali dan saling toleran kepercayaannya. Kita bersantap siang di restoran Hotel Jadran, disinipun menyediakan ham dan sosis babi untuk pengunjungnya, jika pantang, jangan memakannya.
Sewaktu bis sudah didekat tujuan kita, dari luar jendela kelihatan bangunan panjang yang merentang dipertengahan bukit di seberang teluk, dari garis itu terus turun menjurus ke satu pedesaan rumah-rumah beratap merah yang rapih. Itukah Tembok Ston?
Lalu bis kita membelok keluar ke jalanan kecil, katanya pak sopir, inilah jalanan yang membawa dia pulang kerumahnya di Korcula, 35 km kedepan, selalu meliwati Ston, maka dia sangat trampil menelusuri jalan di pedesaan ini, dan mengapalah dia tidak berkeberatan memenuhi permintaan ekstra kita ini.
Setelah beberapa menit bis mengebut dijalanan yang berliku-liku, mulai ada gejala sudah dekat tujuan kita. Bis melewati satu ladang gersang yang sangat luas dengan tanda Museum Garam disebelah kanan jalan, lalu melewati satu bangunan benteng batu yang rupanya baru saja selesai dipugar.
Sampailah di pedesaan dengan rumah-rumah yang juga beratap merah yang rapih, tetapi bukan yang kelihatan dari seberang teluk tadi, disinilah Ston, dan tidak jauh dari tempat parkir, dipertengahan bukit sana jelas ada sepotong tembok batu.
Itu merupakan bangunan tembok leter “U” yang kedua sayapnya mendaki keatas bukit. Hanya ada satu gerdu pengawas besar yang letaknya dipertengahan bagian yang melintang, gerdu ini menghadap ke pedesaan Ston dan ada bendera Kroasia yang berkibar diujung atasnya.
Kita hanya dibatasi setengah jam berhenti disini, sewaktu rombongan sedang sibuk-sibuknya mengambil foto grup, sebaiknya kesempatan ini digunakan untuk menanjaki tembok itu.
Dusun Ston sangat sepi hari ini, ada satu-dua toko oleh-oleh yang buka, meski ada kebiasaan stop untuk mencari kartu pos pemandangan, tetapi ini kali sebaiknya terus mencari pintu masuknya saja.
Di ujung belakang dusun ini gang buntu, terlihat ada satu tetangga batu disamping kanannya, disana ada tanda “menuju mendaki tembok”, tidak ada penjaga, rupanya gratis dinaiki saja.
Tangga batu ini berakhir di pertigaan, ada seorang penjaga di pertigaan sini yang mempersilahkan pengunjung menjurus kekanan, menuju ke satu kios untuk membeli karcis masuk 50 Kuna, $8, baru boleh memulai menancap gas menuju ke jurusan lawannya, untuk mendaki ke puncak gerdu yang ada benderanya itu dan kembali ke bis dalam batas waktu yang sudah sisa hanya 15 menit.
Sejak abad 14 Masehi, Republik Ragusa bangsa Dalmasia mempertahankan wilayahnya di Paljesac sini, maka dibangunkan satu tembok batu dengan benteng-bentengnya dileher semenanjung yang menyempit, antara Ston dan Mali Ston.
Kerja sama antara Dalmasia setempat dan arsitek Venesia, Michelozzo, Bernardino Gatti dan Giorgio da Sebenico, di abad 15 membangun tembok sepanjang 7 kilometer yang merangkuli Bukit Podzvizd, lengkap dengan 40 gerdu pengawas disepanjang tembok, dan 5 benteng yang fungsinya untuk melindungi penghasil kekayaan Dubrovnik, dari produksi garam dikaki bukit sekitar Ston ini.
Sekarang hanya 5,5 kilometer dengan 20 gerdu pengawasnya yang masih sisa disana, karena terjadi pembongkaran setelah Republik Ragusa jatuh ditangan Napoleon di tahun 1808, dan kemudian jatuh pada Kerajaan Habsburg Austria-Hungary di tahun 1868. Apalagi orang-orang Austria disitu terus mengambil bahan batu dari tembok untuk membangun sekolahan, gedung pertemuan dan Panggung Kemenangan untuk menyambut ketibaan Kaisar Austria, Franz Joseph I di Dubrovnik pada tahun 1884.
Potongan tembok yang terbentang menghadap Ston terletak diketinggian 224 meter pertengahan Bukit Podzvizd, itu hanya merupakan sebagian kecil dari keseruruhan tembok yang tersisa, di kedua sampingnya, masing-masing ada tembok panjang yang menjurus ke Mali Ston dibelakang bukit, semua itu sudah dipugar dan sedia untuk didaki.
Sudah punya karcis ditangan, sebelum boleh lewat, masih diperiksa keaslian tanggal berlakunya oleh satu penjaga tadi.
Didepan mata mulai ada anak tangga batu selebar semeteran disisi tembok panjang menuju ke gerdu utama. Iseng saja menguji sang penjaga tadi, sambil menuding ke jurusan kibaran bendera diatas gerdu itu, “Berapa step untuk mencapai kesana, Pak?” Agak merasa malu dia menjawabnya, “Tidak tahu, belum pernah menghitungnya.” “Jumlahnya 238 anak tangga, Pak.” saya beritahukan sekembalinya dari sana.
Cerah matahari dan sejuk angin laut semilir mengiringi memanjat tangga-tangga setengah berlari, ketimbang mendaki Tembok Besar Simatai di Beijing bulan lalu, yang ini tidak banyak memakan tenaga, dapat mencapai gerdu utama dalam beberapa menit saja.
Gerdu ini berlantai tiga, dibawahnya adalah gerbang lintasan pasukan keluar masuk dalam keadaan perang pembelaan diri. Kita mencapai dilantai tengah yang hanya kira-kira selebar 10 X 10 meter persegi, lalu dibelakangnya ada tetangga lengkung untuk memanjat ke lantai atap.
Diatas sini ada hiasan sandaran lubang pemanah yang menghadap ke bukit dibelakang, dan disisi kanan ada tiang yang mengibarkan bendera Kroasia, seketika mengalingkan kepala ke muka depan, tak tertahan membentangkan lengan lebar-lebar dan berseru “wow”, pada keindahan panorama yang terpapar dibawah bukit.
Pedesaan Ston dengan atap merah yang teratur rapih terletak tidak jauh dikaki bukit, dikejauhan kiri adalah teluk perikanan, dan yang dikanan sana, itulah tambak garam yang pernah jaya, sehingga perlu membentuk pertahanan begini untuk melindunginya.
Dari sini tembok menyayap melingkari kebelakang bukit dan berakhir di Mali Ston. Tembok panjang itu mendaki bukit dibelakang semak-semak, tapi samar-samar kelihatan bentuknya serupa Tembok Tiongkok, selain dilengkapi sandaran pemanah, juga ada satu gerdu pengamat dalam jarak tertentu disepanjang tembok.
Berhasrat lebih jauh meninjau keseluruhan Tembok Ston ini, tetapi waktu sudah tidak mengizinkan, dengan hati kurang rela mengangkat kaki bergegas turun kembali ke bis. Sekali lagi menghitung jumlah step, tetap 238 sampai di pos penjaga dipertigaan tadi.
Ada kesamaan Tembok Batu Ston ini dengan Tembok Besar Tiongkok, dasarnya yang di sini belum banyak dikenal, meskipun dalam kenyataannya adalah beberapa ratus tahun lebih senior daripada Tembok Badaling, malah sekarang dipasarkan sebagai Great Wall China di Eropah. Dari itu, seadilnya perlu mengulas ulang riwayat Tembok Besar menjadi Tembok Ston yang di Tiongkok. (HT / IM )
https://www.facebook.com/pg/indonesiamedia/photos/?tab=album&album_id=10155681091083304
https://www.facebook.com/pg/indonesiamedia/photos/?tab=album&album_id=10155681017668304