Memudarnya citra Jakarta Tempo Doeloe, Pasar Baru


Memudarnya citra Jakarta Tempo Doeloe, Pasar Baru

dilaporkan: Setiawan Liu

” … Jakarta, kotaku indah dan megah

Di situlah aku dilahirkan

Rumahku di salah satu gang

Namanya Gang Kelinci …” (lirik lagu Gang Kelinci, Lilis Suryani).

Seiring dengan memudarnya lagu tersebut tahun 1960 an, memudar pula ‘popularitas’ Gang Kelinci. kondisi Gang Kelinci semakin terhimpit oleh aktivitas perdagangan Pasar Baru, perumahan warga. Padahal, gang tersebut ’embrio’ kawasan perdagangan/pertokoan khas Tionghoa, India. Beberapa tahun yang lalu, Gang Kelinci juga sering tergenang banjir. Bahkan kondisi bangunan klenteng Dharmajaya/Sin Tek Bio yang sudah berdiri sejak 1698, berdekatan dengan gang tersebut juga tidak luput dari banjir besar.

Tahun 1999, salah satu program Pemprov DKI Jakarta sempat gelar panggung kesenian khas Betawi, Tionghoa dan tarian khas India. Acara tersebut diharapkan meningkatkan pesona wisata Pasar Baru. Panitia menjelaskan bahwa Pasar Baru masih punya ‘roh’ Batavia. Terutama deretan gedung-gedung tua toko sepatu, baju, optik, peralatan olahraga (termasuk golf) dan lain sebagainya masih sangat khas dan original Batavia (Jakarta tempo doeloe; abad ke 18 – 19). Tapi acara tersebut sayangnya tidak mengartikulasikan ‘roh’ (Pasar Baru) yang lebih kuat lagi, yakni sejarah Gang Kelinci.

Lagu Gang Kelinci selalu menggema setiap kali peringatan dan perayaan HUT DKI Jakarta, yakni 22 Juni. Bahkan pada tahun 2000, panitia perayaan HUT DKI Jakarta mengundang Lilis Suryani dan menyanyikan lagu Gang Kelinci. Lagu ciptaan Titiek Puspa tersebut juga sempat parallel dengan merek sebuah restoran mie terbaik di Indonesia. Tapi merek tersebut juga semakin memudar. Lokasi di depan gedung resto semakin kelihatan sesak dan sempit, bahkan jadi tempat nongkrong warga.

Sementara itu, pengurus Wihara Dharma Jaya (Sin Tek Bio Santoso Witoyo mengaku sudah berusaha keras untuk menjaga kelestarian dan atmosphere Wihara. Beberapa pejabat DKI juga pernah mengunjungi bangunan cagar budaya ini. “Saya mulai aktif bantu Sin Tek Bio tahun 1981. sebelumnya, saya bantu kelola Wihara Sapta Ronggo (Jl. Petojo VIJ Cideng, belakang Roxy Mas). Lalu saya lari ke Sin Tek Bio, tidak ke tempat lain sampai sekarang,” kata Santoso Witojo (74).

Wihara juga dulunya memiliki pekarangan luas. Tetapi semakin kesini, Wihara semakin ‘terpojok’ oleh bangunan baru dan modern, terutama Metro Atom Plaza dan Arservo (gedung 8 lantai berbentuk L). Kedua gedung tersebut dengan tembok tinggi dan massif menutupi halaman depan Wihara. Sehingga umat yang mau datang sembahyang, harus menelusuri gang sempit dari gang Kelinci. Bahkan sepanjang gang tersebut, beberapa warga menggelar alas berupa tikar atau kardus untuk tempat tidur. Hewan pengerat juga berseliweran sepanjang Jl. Pasar Baru dalam, selain tumpukan sampah. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *