Membina Ormas Melawan Konstitusi


Tidak tepat memberi dana APBN kepada ormas yang memiliki catatan melakukan tindak kekerasan.
Pemerintah pusat terkesan membiarkan aksi kekerasan karena alasan SARA terus terjadi. Pernyataan Mendagri Gamawan Fauzi terkait Lurah Lenteng Agung Jakarta Selatan dan sokongannya terhadap FPI yang menuai kritikan dari berbagai pihak, menunjukkan pemerintah pusat tidak konsisten menjaga Bhinneka Tunggal Ika. 

Kekerasan bermotif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih terus berlangsung di Tanah Air. Tidak ada jaminan kekerasan seperti itu akan berakhir jika pemerintah tidak pernah tegas. Kampanye “berbeda-beda tetapi tetap satu Indonesia” tak banyak berarti. Malah, ada kesan pemerintah memberi ruang terjadinya kekerasan berbasis SARA.

Meski punya rekam jejak panjang di balik sejumlah aksi kekerasan, tidak membuat Front Pembela Islam (FPI) dijauhi pemerintah. Melalui sejumlah kementerian, pemerintah memfasilitasi bahkan membiayai kegiatan FPI maupun kelompok intoleran lainnya.

Medio Juli 2013, sekelompok massa dari FPI Temanggung bentrok dengan warga di Sukerejo Kendal, Jawa Tengah (Jateng). Bentrok ini dipicu penolakan warga terhadap sweeping FPI di lokalisasi Sarem. Beberapa orang terluka.

Setelah serangan sehari sebelumnya, bentrokan kembali terjadi ketika massa FPI datang ke Sukerejo diadang warga yang masih tidak terima terhadap aksi sweeping. Bentrokan kedua ini menewaskan seorang ibu, ia ditabrak mobil rombongan FPI ketika lari dari kejaran massa.

Berjejer daftar kekerasan yang melibatkan anggota FPI sejak pembentukannya, terutama yang terlihat ketika mereka melakukan sweeping terhadap segala yang mereka anggap pelanggaran aturan syariat Islam.

FPI bahkan pernah menyerang Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jalan Medan Merdeka Utara, hingga pagar kantor kementerian tersebut roboh. Saat itu FPI memprotes peraturan daerah (perda) yang memungkinkan jual beli minuman keras di beberapa daerah.

Dekat dengan Kemendagri

Namun, rupanya ragam kekerasan itu tidak membuat FPI diisolasi pemerintah. Malah hubungan FPI dan pemerintah kian mesra. Satu bulan setelah kerusuhan Kendal, FPI mengadakan hajatan besar. Tabligh Akbar memperingati 15 tahun berdirinya organisasi tersebut. Pawai keliling Jakarta menjadi salah satu acaranya. Habib Rizhieq, Ketua Umum FPI berdiri di atas mobil mewah Rubicon, memasang senyum sepanjang jalan.

Kementerian Agama juga berpartisipasi memberikan sumbangan pendanaan acara ini. Itu diakui Humas Lembaga Dakwah DPP FPI, Habib Noval Haidar Bamu’min, tanpa menyebut besaran sumbangan tersebut. Ada beberapa kegiatan FPI yang mendapat sokongan dana dari pemerintah melalui Kementerian Agama.

“Misalnya saat tabliqh akbar lalu,” katanya. Menteri Agama Suryadharma Ali juga turut menghadiri Munas FPI III bertema “Menuju NKRI Bersayariah”.

Kemesaraan FPI dengan pemerintah bukan hanya tergambar dari bantuan dana. Beberapa waktu lalu Mendagri Gamawan Fauzi, juga mengarahkan pemerintah daerah yang berada di bawah koordinasinya untuk bekerja sama dengan FPI. Gamawan juga menyebutkan FPI sebagai aset bangsa.

Noval Haidar mengatakan hubungan FPI dengan Kemendagri memang cukup harmonis. Berulang kali pejabat Kemendagri berkunjung ke kantor DPP FPI. Organisasi itu selalu diberitahu jika ada program-program Kemendagri terkait ke-ormasan.

Menurut Noval, hubungan FPI dan Kemendagri justru semakin dekat setelah insiden penggerudukan kantor Kemendagri. Memang, Noval mengatakan saat itu ada insiden perusakan pagar, tetapi cara-cara yang ditempuh FPI sebelum protes di Kemendagri sudah sesuai prosedur. “Mungkin dari situ Pak Gamawan tahu, FPI sebenarnya baik,” katanya.

Kemendagri menyatakan tugas kementerian memang melakukan pembinaan. Masalah ormas di Kemendagri diurus Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Kepala Subbidang Ormas Direktorat Jenderal Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar Bahrudin mengatakan, sebagai ormas FPI tidak melulu melakukan kekerasan. “Ada juga baiknya, makanya kami rangkul,” ujarnya.

Dia menegaskan, pembianaan dilakukan terhadap ormas-ormas yang terdaftar di Kemendagri. Ada 139.957 ormas yang terdaftar. FPI adalah satu di antaranya karena itu kami bina juga,” kata Bahtiar.

Juru Bicara Kemendagri, Restuardi Daud, mengatakan pembinaan dan ajakan kerja sama yang dilakukan pemerintah terhadap FPI merupakan amanat undang-undang tentang keormasan. “Tugas pemerintah melakukan itu, tidak bisa dibiarkan. Kalaupun ada yang salah, kita tidak bisa meninggalkannya begitu saja,” ujar Restuardi.

Dia mengatakan, dalam UU Nomor 17/2013 tentang Ormas ada tiga tugas yang harus dijalankan, yaitu fasilitasi kebijakan, peningkatan kelembagaan, dan pengembangan sumber daya. Kepada FPI dan 139.956 ormas yang telah terdaftar di Kemendagri, pemerintah melakukan fungsi tersebut.

Atas dasar amanat itu, dilakukan kerja sama dengan pemda. Misalnya, agar ormas berpartisipasi memudahkan kebijakan pemda, melakukan kemitraan, juga peningkatan kapasitas sumber daya dengan melakukan pelatihan-pelatihan. “Kita rangkul semua, tidak terkecuali FPI,” tegasnya.

Pemerintah Didikte

Namun, dukungan dan pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap FPI ini menuai kritik. Pembinaan, apalagi dukungan pendanaan, dipandang sebagai bentuk permisif pemerintah terhadap aksi-aksi kekerasan. Nantinya FPI atau ormas manapun yang senang memaksakan kehendak dengan kekerasan, malah seolah mendapat legitimasi atas perbuatan-perbuatan anarkistisnya.

Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, aksi-aksi kekerasan FPI yang penyelesaian hukumnya tidak adil malah membuat organisasi ini semakin kokoh dan diperhitungkan. Hendardi mengatakan, tugas Mendagri memang melakukan pembinaan, tapi tidak sepantasnya ormas-ormas yang punya rekam jejak kekerasan disamakan haknya dengan ormas-ormas lain yang justru berjalan beriringan dengan konstitusi.

Dukungan pemerintah tentu akan memperkokoh FPI sebagai organisasi vigilante. Sweeping akan semakin marak dilakukan atas nama ketertiban sosial. “Praktik intoleransi akan subur,” tuturnya.

Di balik itu juga ada kecurigaan Gamawan Fauzi sedang melakukan kapitalisasi politik terhadap FPI. Kecurigaan adanya politisasi di balik dukungan pemerintah terhadap FPI maupun ormas-ormas radikal lainnya, dikemukakan anggota Komisi III DPR dari PDIP, Eva Kusuma Sundari. Menurutnya, ada ketidakkonsistenan antara pernyataan dan perilaku petinggi-petinggi negara saat ini.

Beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, negara tidak boleh kalah dengan premanisme. Namun, di sisi lain justru ada pembiaran terhadap perilaku premanisme yang berkedok agama. Jajaran pemerintahan di bawahnya justru memberikan dukungan pembinaan dan dana.

“Saya kira cuma Wali Kota Bogor yang lalu saja yang mempermasalahkan gereja. Tapi, pada tahun politik ini tiba-tiba pemimpin di tingkat pusat ke kanan semua, termasuk Presiden SBY yang dulunya bilang tidak boleh kalah dengan premanisme, termasuk Mendagri Gamawan Fauzi,” tegas Eva Kusuma Sundari.

Eva mengatakan, sangat tidak masuk akal pemerintah memberikan pembinaan kepada ormas yang watak intolerannya melekat pada “konstitusi” ormas tersebut. Bagaimana mungkin ormas-ormas yang melazimkan kekerasan dalam perilakunya justru dibiarkan jadi partner polisi.

Jika memang ormas-ormas tersebut tidak perlu dibubarkan, setidaknya pemerintah tidak memberi angin, apalagi turut mendanai ormas-ormas anarkistis dengan APBN. Pemerintah tidak boleh memberikan perlindungan terhadap mereka.

“Lagipula tidak fair. Dukungan dana diberikan kepada ormas tersebut, namun digunakan untuk menggebuki orang lain. Itu kan lucu,” kata Eva.

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia dan Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, mengatakan penerima dana bantuan sosial (bansos) dari APBN hanya ormas berbadan hukum. Menurut Uchok, sejauh ini FPI belum memiliki badan hukum sehingga pemberian dana kepada FPI tidak bisa dibenarkan.

“Kalau FPI mendapat bansos, berarti FPI harus punya badan hukum. Lembaga masyarakat mana pun yang menerima bansos harus mengikuti prosedur. Untuk menerima bantuan sosial lembaga mempunyai syarat saat pencairan harus menyerahkan KTP asli ketua yayasan, pengurus, sekretaris, atau bendahara. Jadi, kalau FPI tidak mengikuti prosedur ini, bansos dari negara dianggap ilegal,” ia menegaskan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *