Pendiri lembaga survei SMRC, Saiful Mujani menyebut bola panas terkait kisruh kepemimpinan Partai Demokrat ada di tangan Menkum HAM Yasonna Hamongan Laoly.
Menurut dia, kepengurusan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berada di jurang kematian apabila kepengurusan partai berlambang Mercy dipimpin Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko versi Kongres Luar Biasa (KLB) direstui Kemenkum HAM.
“Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat Menkum HAM dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak. Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD AHY lonceng kematian PD makin kencang,” kata Saiful Mujani saat dikonfirmasi lewat akun twitternya, Sabtu (6/3).
Mujani mengatakan, AHY akan bertarung di Mahkamah Agung (MA) apabila kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, itu disahkan Kemenkum HAM. Konflik itu dinilainya akan berlarut hingga masa pendaftaran Pemilu 2024.
“Biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar Pemilu 2024. katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut Pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?” kata dia.
Mujani menyebut Demokrat akan bernasib seperti Hanura setelah ditinggal Wiranto apabila hal itu terjadi. Dia sendiri meragukan kepemimpinan Moeldoko di Partai Demokrat.
“2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu. Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? Seperti mantan jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai,” kata dia.
Mujani menyatakan, KLB Demokrat di Sumut yang dilakukan oleh pejabat negara adalah sebuah kemerosotan besar dalam demokrasi Indonesia.
“Manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justeru jadi presiden karena demokrasi,” kata Mujani.
Mujani menyebut, masih belum terlambat bagi presiden menghentikan KLB yang merupakan pelemahan demokrasi oleh pejabat negara tersebut. Namun, Mujani menyebut sikap pemerintah terhadap KLB semua begantung pada komitmen Jokowi menjaga demokrasi. “Tapi ini sebagian tergantung pada komitmen presiden untuk demokrasi, bola berada di pemerintah,” ucapnya.
Dia mengatakan, KLB Demokrat di Sumatera Utara mirip dengan kejadian kisruh PDI pada tahun 1996. Saat itu, Ketum terpilih sama-sama digusur. Namun, katanya, tahun 1996 adalah zaman Orba di mana pemerintah saat otoriter.
“Ingat KLB Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di zaman Orba ketika Megawati digusur Orba sebagai ketua PDI waktu itu. Tapi saya percaya sekarang bukan orba,” ujar dia.
Mujani menyebut KLB Demokrat kali ini memecahkan rekor sebab merupakan KLB yang melibatkan orang luar partai. Hal itu masih ditambah orang luar itu berasal dari pemerintahan.
“Kejadian pertama partai dibajak orang luar partai,” ucapnya.
Ia lantas membandingkan era Orba di mana kudeta dilakukan kader partai sendiri. Namun kini di era demokrasi, kudeta juatru dilakukan pejabat negara.
“Zaman Orba saja yang otoriter pengambilalihan kekuasaan lewat KLB oleh kader partai sendiri. kasus PDI misalnya. Di era demokrasi sekarang demokrat justeru diambil alih oleh pejabat negara yang mestinya melindungi semua partai. ironi luar biasa,” tandasnya.( Mdk / IM )