LAZY SUNDAY


Sejujurnya, ungkapan kata “Lazy Sunday” tidak tepat digunakan pada diri saya, karena kalimat itu bermakna “lazy” seminggu sekali. Sedangkan saya “lazy” saban hari, sepanjang minggu. Namun, seringkali ungkapan itu saya pakai juga, agar nampak aku bukan orang malas. Seperti halnya dengan orang yang segenerasi dengan

saya, dari kecil kita senantiasa dididik agar rajin belajartidak malas malasan,

baik di sekolah maupun di rumah.

Sebagai anak baik yang patuh dengar kata orangtua dan didikan para guru, ajaran itu tentunya kita ikuti, berupaya menjalankannya sedapat mungkin. Dan setelah dewasa, suasana di tempat kerja menekan agar semua kerja keras mengejar target yang ditentukan, juga kita taati.

Dalam kehidupan sehari hari pun, tekanan itu, sekalipun tidak tertulis, tetap exist. Maka diri ini akan merasa bersalah jika hanya duduk santai tidak berbuat apa apa seharian.

Kalau ada yang menelpon menyapa dan bertanya, “Apa kerjamu seharian? Mari kita keluar makan siang nanti.” Biasanya langsung dijawab, “Ooh, aku sibuk sekali, tidak ada waktu santai untuk keluar bersama.” Ini adalah jawaban klasik yang paling sering dipakai dan bisa diterima, karena telah

memenuhi etiket bermasyarakat yang menggunakan sibuk, kerja keras sebagai alasan menolak ajakan seorang teman.

Sekalipun sebenarnya, ajakan itu ditolak karena yang diajak sedang malas, ingin santai sendirian di rumah. Tapi buktinya jarang sekali ada yang bernyali mengutarakan alasan sebenarnya. Apakah karena ingin menghindar menyakiti perasaan orang lain, atau karena malu diketahui orang bahwa dirinya sedang malas malasan di rumah, tidak ada kesibukan yang berarti? Namun, dalam bukunya “In Praise of Idleness” Bertrand Russell, satu dari favorit saya, mengalu ngalukan faedahnya hidup santai. Orang seharusnya jangan kerja keras, dalam jangka panjang, itu sangat tidak berfaedah, bahkan sebaliknya sangat merugikan perkembangan masyarakat umumnya.

Menurutnya,di negara industry yang sudah maju, waktu kerja sebaiknya tidak perlu lebih dari empat jam sehari. Kemajuan teknologi dalam dunia modern telah membuka kesempatan bagi semua kelas dalam masyarakat untuk hidup santai. Dan hidup santai sudah bukan hanya prerogative sebagian kecil kelas elit seperti jamannya sebelum terjadi industrial revolusi. Budaya kerja keras tanpa istirahat dari delapan jam hingga dua belas jam sehari adalah budaya sisah peninggalan sistim perbudakan. Dalam kehidupan masyarakat

modern, kita tidak memerlukan budak. Russel menganjurkan kerja empat jam dari dua

puluh empat jam sehari tidak berarti ia menganjurkan orang jadi malas. Yang dimaksud “kerja” adalah kerja menghasilkan produk barang consumer yang berlebihan yang ditunjang dengan mental “kerja keras” dan akhirnya niscaya berkembang menjadi ketidak seimbangan dalam masyarakat, dalam system perekonomian, bahkan menjadi pangkal perang dunia. Dengan kerja hanya empat jam sehari, masyarakat akan ada banyak waktu untuk melakukan pekerjaan seni, baik melukis, menulis, menari, berolah raga dan sebagainya, juga melakukan research dalam berbagai scientific fields menurut kesenangan dan kemampuan masing masing, tanpa adanya tekanan beban kerja mencari nafkah delapan jam sehari. Pada tahun 1950an hingga 1960an Russel menggabungkan diri dengan bermacam aktivitas politik yang berhubungan dengan nuclear disarmament, anti Perang Vietnam, ia bersama dengan beberapa nuclear physicists dan intellectual berprestasi tinggi pada jamannya, menyiarkan Russel-Einstein Manifesto yang sangat terkenal.

Dalam banyak tulisannya, ia mengutuk kebijakan pemerintah AS di Vietnam Selatan yang ia samakan dengan perbuatan genocide

Pada ujung tahun 1969 ia menghubungi U Thant, Secretary General PBB pada masa itu, demi menyokong international war crimes commission melakukan penyelidikan atas penyiksaan dan genocide yang dilakukan oleh AS di Vietnam Selatan.

Bertrand Russel lahir pada tahun 1872, meninggal tahun 1970.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *