Komunikasi, Attitude SPG Rokok sebuah Keharusan


Komunikasi, Attitude SPG Rokok sebuah Keharusan

 dilaporkan: Setiawan Liu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jakarta, 3 Januari 2021/Indonesia Media – Persepsi masyarakat terhadap sales promotion girl (SPG) terutama produk rokok umumnya adalah negatif, kendatipun ada hal yang prinsipil yakni tuntutan dan tingkatan komunikasi baik depan umum maupun antar pribadi. “Komunikasi bagus, attitude (sikap) bagus harus dimiliki seorang SPG terutama produk rokok. Semua pekerjaan kan sepertinya menuntut hal yang sama (attitude, komunikasi),” ungkap mantan SPG asal Bandung, Kartika Ponda.

Pada banyak perusahaan sales promotion juga diintegrasikan dalam strategi total pemasaran. Jenis pekerjaan sebagai SPG banyak diminati gadis-gadis muda yang rata-rata masih duduk di bangku kuliah. Jam kerja yang fleksibel dan penghasilan yang lumayan, membuat SPG menjadi salah satu pekerjaan incaran sekalipun citra negatif masih melekat. Citra negatif ini muncul lantaran kebanyakan SPG berpenampilan menarik dan terkesan seksi, serta jam kerja yang kadang sampai larut malam. Selain itu juga ada kesan bahwa beberapa SPG dapat di booking. “Gaya komunikasi yang dituntut untuk menjadi SPG sehingga customer datang,” kata Mojang Priangan ini

Ia merasa perlu menanggapi persepsi negatif masyarakat terhadap SPG rokok, kendatipun tidak pernah mau ambil pusing. Baginya, ia merasa bangga ketika terpilih menjadi SPG salah satu perusahaan rokok produksi Philip Morris International tersebut. “SPG bukan pekerjaan yang rendah, karena proses seleksi tidak mudah terutama gaya, kemampuan berkomunikasi. Saya bangga bisa terpilih, karena merek rokok tersebut nomor satu di Indonesia,” katanya

Persaingan antar perusahaan rokok dan perbedaan segmen pasarnya juga menentukan penampilan seorang SPG. Perusahaan rokok Philip Morris tersebut merekrut 60 persennya adalah model. Tetapi bukan model-model yang bekerja di berbagai tempat hiburan malam. Mereka model atau peragawati. “Tapi kembali lagi pada motivasi bekerja sebagai SPG, (yakni) untuk tambahan uang saku. Namanya juga anak kuliahan, seperti dapat uang jajan extra. Kami bekerja seperti main-main saja, jalan-jalan, bahkan masuk ke tempat hiburan gratis. Happy dan seru,” katanya.

Ia mengakui bahwa penghasilan dari profesi sebagai SPG lebih besar ketimbang bekerja kantoran, atau yang masuk pukul 9 pagi hingga 5 sore. Selain, belasan tahun lalu, ia masih kuliah di Universitas Islam Bandung (Unisba). Baginya, pengaturan jadual kuliah dengan bekerja sebagai SPG tidak terlalu sulit. “Saya pribadi bisa menyesuaikan jadual kuliah. Jadual (kuliah) paling lambat sore, sampai jam 6. Biasanya kebanyakan, (SPG) kerja malam jam 7 atau mulai dari jam 9. Kalau ada event di tempat hiburan, bisa sampai jam 3 pagi. Event seperti konser musik yang mendatangkan artis. Waktu Reza Artamevia (penyanyi ternama era tahun 1990 an) sedang naik daun, dia manggung dimana-mana termasuk Bandung, domisili saya kan juga di Bandung. Rokok (yang diproduksi Philip Morris) sebagai sponsornya, dan kami (SPG) harus kerja sampai dini hari,” kata Kartika yang sekarang menetap di salah satu apartemen di Jakarta Barat.

Ketentuan fisik sebagai SPG Marlboro belasan tahun yang lalu, minimal 170 cm. Ketentuan (batas minimal tinggi badan) hanya berlaku untuk rokok produksi Philip Morris tersebut. Sementara rokok merek lain, batas minimal cukup sampai 165 cm. Sehingga ia pun melihat ada perbedaan ketentuan tinggi badan dulu dan sekarang, untuk SPG rokok. “Sekarang, SPG Marlboro bisa kurang dari 170 cm. Saya kan 173 cm, kostum dan high heel disediakan perusahaan. Saya melihat banyak yang lebih tinggi dari saya. Ukuran high heel saya 39, ternyata ada yang ukuran high heel 42, berarti dia lebih tinggi,” kata Kartika yang sekarang menggeluti bisnis kuliner.

Ia juga pernah menjadi SPG Merchandise konser musik Doel Sumbang (penyanyi terkenal era thn 1980 – 1990 an, asli Pangandaran) di Bandung. suasana kerjanya sama saja dengan SPG rokok. Saat konsep Doel Sumbang, SPG juga memeriahkan event. Sehingga, begitu closing (penutupan penjualan merchandise), suasana sangat menyenangkan. Selain itu, ia juga ia sempat menjadi SPG Djarum di Pangandaran, yakni event tahunan Pangandaran International KITE Festival (PIKF) atau festival layang-layang akan berlangsung. “Saya ikut satu kali saja untuk SPG Djarum pada PIKF, waktu masih duduk di bangku SMA. Venue nya di pinggir pantai, karena saya kan asli Pangandaran, sehingga mendengar deburan ombak biasa saja,” (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *