Ketika Menteri Perdagangan “Tertipu” Promo Daging Sapi


Masih ingat dengan kemarahan Presiden SBY mengenai kenaikan harga daging sapi menjelang Lebaran yang terlalu tinggi? Dalam rapat kabinet terbatas di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Sabtu, 13 Juli 2013. Salah satu menteri yang dimarahi SBY adalah Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Karena SBY menilai Gita dan Menteri Pertanian Suswono tidak mampu mengendalikan harga daging sapi yang harganya terus melonjak menjelang Lebaran lalu.

 

“Saya melihat urusan daging sapi ini masih berputar. Saya bicara sama Mendag kemarin, izin di mana? Katanya, di sini-sinilah, ini di negeri sendiri kok, memangnya izin ke New York atau Jenewa, baru lama,” itu adalah salah satu kalimat marah SBY yang ditujukan kepada Gita Wirjawan.

 

Tapi, rupanya kemarahan SBY itu tidak membawa efek signifikan. Baik itu kepada Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, maupun kepada Menteri Pertanian Suswono. Kinerja keduanya tetap saja tidak menunjukkan kemajuan terkait harga daging sapi yang melonjak terlalu tinggi itu. Meskipun telah menggunakan cara instan dengan melakukan impor “gerak-cepat” (mengabaikan beberapa prosedur izin impor), tetap saja harga daging sapi itu tinggi di atas batas normal.

 

Kemarahan SBY itu pun menjadi mubazir. Apalagi meskipun sudah marah-marah seperti itu, ketika harga daging sapi tetap saja di atas angka normal, SBY diam saja. SBY yang selalu saja tidak konsisten dan konsekuen dengan pernyataan dan tegurannya inilah yang bisa jadi menyebabkan teguran kerasnya itu tidak terlalu dianggap serius oleh kedua menteri yang paling bertanggung jawab soal harga bahan-bahan pangan itu.

 

Mereka tahu, SBY itu hanya marah di awal saja, setelah itu dia akan melupakannya, meskipun mereka yang dijadikan sasaran kemarahan/tegurannya itu tidak melakukan apa yang diperintahkan itu. Perintah SBY pun dianggap seperti saran saja. Yang kalau tidak dilakukan, atau gagal dilakukan pun tidak akan kena marah lagi, apalagi dijatuhkan sanksi. Jadi, anggap saja seperti angin yang sedang lewat.

 

Maka itu tak heran, dari waktu SBY marah itu sampai Lebaran, bahkan sampai sekarang harga daging sapi tetap saja luar biasa tingginya (masih yang tertinggi di dunia), SBY pun diam saja.

 

Karena kualitas kepimpinan SBY seperti ini, maka menterinya pun tidak terdorong untuk bekerja lebih keras lagi, akibatnya, ya, itu tadi belum juga terjadi perbaikan sistem yang bisa menurunkan harga daging sapi itu.

 

Kemungkinan besar hanya karena mengandalkan laporan anak buahnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pun salah dalam menganalisis persoalan, salah membuat kesimpulan, dan salah pula dalam menentukan kebijakan.

 

Pada Kamis, 8 Agustus 2013, Gita menyatakan bahwa harga sapi sudah mulai turun. Menurutnya, meskipun, ketika itu di pasar tradisional harga daging sapi masih Rp. 120.000 per kilogram, harga di pasar moderen (hypermarket/supermarket) sudah turun menjadi Rp. 65.000 per kilogram. Kesimpulannya, kata Gita, “Jadi (perbedaan harga) itu karena faktor distribusi.” (Jawa Pos, Sabtu, 10/08/2013).

 

Ternyata, apa yang dikatakan Gita tentang harga daging sapi di pasar moderen yang sudah turun menjadi Rp. 65.000 per kilogram itu salah. Harga di pasar moderen itu belum turun, sampai sekarang pun belum turun. Harga di pasar moderen itu ternyata adalah harga promo yang biasa dilakukan oleh pasar-pasar moderen, seperti Carrefour, Hypermart, dan Giant menjelang hari raya besar, seperti Lebaran ini. Itu pun hanya berlaku satu-dua hari dengan syarat pembatasan jumlah pembelian untuk setiap pembelinya (biasanya maksimal 1-2 kg per orang). Setelah itu berlaku harga normal yang rata-rata di atas Rp. 120.000 per kilogram.

 

Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengatakan, harga daging sapi Rp 65.000 per kilogram yang ada di pasar moderen itu hanya berlaku selama masa promo. “Jadi, hanya untuk beberapa hari,” ujarnya (Jawa Pos).

 

 

Pertanyaannya, dari mana Menteri Perdagangan itu mendapat informasi keliru itu bahwa harga daging sapi di pasar moderen sudah turun, sehingga mengambil kesimpulan salah dengan menyalahkan pada masalah distribusinya itu. Kalau analisa dan kesimpulannya didapat dari informasi yang salah, tentu hasilnya pun salah, kebijakannya pun pasti keliru. Tidak heran persoalan harga sapi terus saja berlanjut dari tahun ke tahun. Yang mengherankan adalah, kok Presidennya hanya bisa marah sesaat saja? Kemudian diam seribu bahasa? ***

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *