Ketika DPR Diminta Mengerti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi


Pemerintah akan kembali mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada Kamis (9/12/2021), Presiden Joko Widodo mendorong agar RUU Perampasan Aset segera ditetapkan.

“Ini juga penting sekali akan terus kita dorong dan kita harapkan tahun depan, insya Allah, ini juga akan bisa selesai,” kata Jokowi, saat memberikan sambutan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, tahun ini pemerintah telah mengajukan dua RUU terkait pemberantasan korupsi ke DPR.

Selain RUU Perampasan Aset, pemerintah juga mengajukan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) supaya masuk Progam Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. “Tetapi kedua RUU tersebut di DPR pada tahun 2021 tidak menjadi prioritas.

Artinya, DPR tidak setuju,” ujar Mahfud, dikutip dari siaran YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (14/12/2021).

, Jokowi Akan Kembali Ajukan ke DPR Setelah kedua RUU itu gagal menjadi prioritas, pemerintah dan parlemen membuat kesepakatan.

Mahfud menyebutkan, hanya satu rancangan legislasi yang bakal dipertimbangkan sebagai prioritas pada 2022, yakni RUU Perampasan Aset.

“Pada waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja bahwa oke yang UU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022,” kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berharap DPR bisa memahami pentingnya RUU Perampasan Aset dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi.

“Kita mohon pengertianlah agar nanti DPR menganggap ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi agar negara ini bisa selamat,” imbuh Mahfud. Dari era SBY hingga Jokowi

Kegagalan RUU Perampasan Aset masuk prolegnas prioritas di DPR sudah terjadi sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Direktur Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim mengatakan, pihaknya sudah memperjuangkan pengesahan RUU ini sejak zaman SBY hingga Jokowi.

Namun, RUU ini tetap tak pernah masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR. “Hanya masuk long list, ini saja enggak cukup, yang penting itu masuk (prolegnas) prioritas sehingga dibahas pada tahun itu, nah itu kita selalu mengalami kegagalan,” kata Fithriadi dalam diskusi secara daring, Kamis (25/11/2021).

Fithriadi mengatakan, RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan mengingat modus pencucian uang saat ini semakin canggih.

Ia mencontohkan, salah satu kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Murtala Ilyas.

Dalam putusan pengadilan, Mahkamah Agung (MA) memvonis Murtala 8 tahun penjara, namun asetnya dikembalikan. “Artinya kalau asetnya tidak diburu juga, tidak dirampas,

ini tidak menimbulkan efek jera, apalagi perkembangannya yang terjadi upaya pencucian uang di kita memakai berbagai macam pihak dengan skema bermacam-macam sehingga terkesan tidak ada hubungan aset dengan kejahatan yang dilakukan,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Fithriadi menekankan, pentingnya regulasi terkait perampasan aset tersebut, di mana dalam mengungkapkan riwayat aset juga membutuhkan waktu yang lama. “Sehingga nanti dapat dijelaskan aset-aset apa saja yang bisa diajukan pernapasan namun yang terpenting mekanisme perampasannya,” ucap dia.

Duduk bersama Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, tidak masuknya RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022 perlu dibicarakan oleh pemerintah dan DPR.

Arsul menuturkan, pembuat undang-undang perlu mencari titik temu persoalan yang menghambat RUU Perampasan Aset masuk prolegnas prioritas.

“Di dalam Prolegnas prioritas 2022 tidak masuk, ini tentu perlu pemerintah dan DPR duduk bersama,” kata Arsul.

Kendati demikian, Arsul menyarankan agar pemerintah berinisiatif melakukan strategi lainnya agar RUU Perampasan Aset segera disahkan. Salah satu saran yakni mengadakan forum diskusi antara Presiden dan perwakilan 9 fraksi di DPR.

“Ya mudah-mudahan kalau forum itu bisa diselesaikan. Saya sendiri karena bukan anggota Baleg (Badan Legislasi) jadi tidak tahu persis kenapa itu tidak masuk, pasti itu ditanyakan,” ucap Arsul.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, aturan hukum terkait perampasan aset tindak pidana sangat dibutuhkan.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Salah satu tujuannya agar kebocoran keuangan negara akibat korupsi dapat dialihkan untuk kepentingan rakyat.

“UU ini sangat dibutuhkan agar kebocoran harta negara baik yang dilakukan melalui korupsi atau tindakan-tindakan hukum lainnya termasuk keperdataan dapat ditarik dan meminimalisir kerugian yang dapat dialihkan pada program-program untuk kepentingan rakyat banyak,” ujar Fickar,

Abdul mengatakan, RUU ini nantinya akan sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, rancangan aturan ini juga bisa memperpendek waktu terkait perampasan aset secara paksa terhadap barang atau harta negara hasil korupsi atau tindak pidana lainnya.

Menurut Abdul, desakan dari pemerintah agar rancangan ini menjadi perhatian DPR sudah tepat. Sebab, dengan RUU ini bisa mempercepat pengembalian harta negara yang dikuasai perorangan secara paksa dan cepat. ( Kps / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Ketika DPR Diminta Mengerti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi

  1. Perselingkuhan+Intelek
    December 18, 2021 at 9:15 pm

    Koruptor wajib di Hukum Gantung sampai Mati dan diMiskinkan, dimana Negara dan Bangsa jadi sasaran Koruptor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *