Kesalnya Jepang hingga sebut kereta cepat mustahil dikerjakan China


Rencana pembangunan kereta cepat atau High Speed Train (HST) Jakarta-Bandung menyisakan masalah. Bukan dalam negeri, masalah justru datang dari negara yang bersaing mendapatkan proyek yaitu Jepang.

Cerita berawal dari kebijakan Indonesia yang membuka tender pembangunan kereta cepat. Jepang dan China bersaing dengan menawarkan berbagai keuntungan. Perwakilan negara masing-masing juga sempat bertemu langsung dengan pemerintahan Jokowi-JK.

Namun demikian, Presiden Joko Widodo akhirnya menolak proposal kedua negara karena sama-sama meminta jaminan APBN atau jaminan negara dalam proses pembangunan. Jokowi menginginkan, proyek ini tidak mengganggu keuangan negara.

Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengungkapkan, Presiden Jokowi sepakat dengan usulan para menteri dan tim penilai, bahwa pembangunan HST ini tidak akan menggunakan APBN sedikit pun. Pasalnya, moda transportasi massal untuk Jakarta-Bandung masih ada, seperti kereta api.

“Karena saat ini sudah ada jalur eksisting kereta api. Jadi kalau mau buat kereta api yang modelnya beda ya biar aja dunia usaha yang bangun. Mau BUMN, (atau) BUMN patungan dengan siapa. Selama tidak menggunakan APBN baik langsung ataupun tidak langsung,” tegasnya di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/9).

Presiden Jokowi secara tidak langsung menolak proposal dari kedua negara ini. Namun demikian, tak lama setelah itu Jokowi kembali membuka peluang pembangunan kereta kecepatan menengah dengan syarat tetap tidak menggunakan uang negara atau tanpa jaminan uang APBN. Jokowi mencari investor yang mau membiayai kereta cepat.

Jokowi tegaskan tidak membatalkan proyek kereta cepat.

Menurut Presiden Jokowi, proyek tersebut tidak dibatalkan, namun hanya menunggu investor yang mampu untuk membiayai. Jokowi tidak akan menggunakan dana APBN dalam pembangunan.

“Kalau ada yang berinvestasi apapun akan saya berikan, silakan, misalkan kereta cepat, siapa bilang dicancel,” kata Presiden Jokowi di Qatar seperti dilansir Antara, Selasa (15/9).

Jokowi menjelaskan, kebutuhan dana untuk pembangunan kereta cepat mencapai Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Ini yang membuat pemerintah memilih proyek tersebut ditangani secara bisnis.

“Kalau dari APBN Rp 70 – Rp 80 triliun lebih baik buat waduk kalau investor mau silakan tapi berikan hitungan yang benar, misalkan berapa investasinya, dijoin dengan BUMN mau tidak, peralatannya pakai dalam negeri atau bawa dari sana. Tiket bisa naik atau tidak, kalau ‘clear’ silakan, hitungan harus dijelaskan,” kata Presiden.

Pemerintah telah memutuskan terkait pembangunan kereta cepat, ada tiga poin yang ditekankan yaitu tidak menggunakan APBN, tidak menggunakan jaminan negara dan yang ketiga adalah jenis kerjasama bisnis to bisnis.

“Saya menunggu hitung-hitungannya kalau pas silakan jalan, bukan dibatalkan, siapa yang bilang dibatalkan,” tegas Presiden.

Jepang dan China kemudian sama-sama kembali memasukkan proposal baru untuk kereta kecepatan menengah.

Ditolaknya proyek kereta cepat, tidak membuat Jepang dan China menyerah begitu saja. Mereka kembali berlomba mendapatkan proyek kereta yang kecepatannya sedikit di bawah kereta cepat.

Masalah mulai timbul setelah Menteri BUMN, Rini Soemarno tiba tiba memilih China dalam proyek kereta cepat ‘jilid II’ ini. Alasannya, dalam proposal kedua ini, China tidak meminta jaminan APBN.

Pemerintah Jepang angkat bicara terkait masalah ini. Mereka merasa telah ditolak oleh Indonesia dengan mengeluarkan persyaratan tidak ada jaminan dari pemerintah atau APBN. Namun, Indonesia akhirnya tetap memilih China dan keputusan ini sangat disesalkan Jepang.

China dan Jepang selama berbulan-bulan telah berlomba untuk mendapatkan proyek kereta cepat. Menurut Jepang, Indonesia awalnya menawarkan kereta berkecepatan tinggi, namun tiba tiba rencana ini diubah dengan membangun kereta kecepatan menengah dengan biaya yang lebih murah.

China dan Jepang kemudian sama-sama mengajukan proposal baru. Tapi, juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga telah bertemu dengan utusan pemerintah Indonesia dan memberitahukan kalau tawaran Jepang telah ditolak.

“Jepang menawarkan kemungkinan usulan terbaik. Utusan Indonesia datang ke sini (Jepang) dan menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia menyambut baik usulan China. Saya tidak mengerti sama sekali. Saya terus terang mengatakan kepada utusan itu sangat disesalkan,” ucap Yoshihide Suga seperti dilansir dari Channel News Asia, Rabu (30/9).

Proposal Jepang kembali ditolak karena mereka tetap meminta jaminan APBN. Namun, menurut mereka mustahil kereta cepat bisa dibangun tanpa jaminan pemerintah Indonesia.

Juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga mengatakan, usulan proposal baru China yang tidak melibatkan pemerintah Indonesia atau secara business to business tidak masuk akal. China berani mengambil proyek tanpa ada jaminan dari pemerintah Indonesia atau APBN.

“Ini adalah usulan proposal yang tidak masuk akal oleh kita,” tambahnya.

Reputasi Jepang dalam proyek ini dipertaruhkan karena mereka telah berhasil membuat kereta cepat kelas dunia. Negara ini terkenal dengan kereta peluru legendaris Shinkansen yang selama puluhan tahun melesat tanpa ada kecelakaan fatal.

Jepang dikalahkan China karena telah membangun ribuan kilometer kereta berkecepatan tinggi dalam 12 tahun terakhir. Tapi, standar keselamatan masih kurang karena adanya kecelakaan pada 2011 silam yang menewaskan sedikitnya 40 orang dan melukai 200 orang lainnya.

Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun al-Rasyid Lubis mengatakan melajunya China di proyek kereta cepat ‘jilid II’ semakin menguatkan pandangan Indonesia sebagai konsumen produk-produk buatan negeri tirai bambu.

“Menangnya China dalam tender ini membuat Jepang marah-marah. Padahal sebelumnya Presiden Jokowi membatalkan proyek itu,” ujar Harun yang juga Chairman Infrastructure Partnership & Knowledge Center.

Namun demikian, Menteri BUMN, Rini Soemarno merasa tidak menolak Jepang.

Menurut Rini, China menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (b to b) tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN.

“Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiun-nya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara ‘b to b’, maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi,” tutur Rini.

Terkait alih teknologi tersebut, China sepakat untuk memberikan pelatihan kepada Indonesia. Ini termasuk mengirim ahli mereka ke Indonesia, atau Indonesia mengirimkan tenaga ahli untuk belajar di China.

Bahkan, China sepakat untuk melakukan produksi bersama gerbong kereta api, tidak saja gerbong kereta api cepat, tetap juga kereta api listrik dan “light train” yang kini sedang dibangun.

“Gerbong kereta hasil produksi bersama RI-China tersebut dapat ekspor ke negara lain, sehingga ini juga pemasukan bagi negara dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru,” ungkap Rini menambahkan.

Meski kesal, pemerintah Indonesia menyebut hubungan dengan Jepang baik-baik saja.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menegaskan hubungan Indonesia dan Jepang tetap baik. Meskipun pemerintah telah menolak dua kali proposal kereta cepat Negeri Matahari Terbit tersebut.

“Siapa bilang kerja sama ekonomi Indonesia dengan Jepang ditinjau ulang? Nggak lah. Hubungan Indonesia dengan Jepang jauh lebih luas,” katanya di Kantor, Jakarta, Selasa (6/10).

Dia mengungkapkan, Presiden Joko Widodo sudah mengutusnya ke Jepang untuk menjelaskan alasan penolakan pemerintah. Menurutnya, pemerintah ogah menggelontorkan jaminan dan pendanaan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

“Kenapa Presiden mengirim saya kesana? Ya untuk meyakinkan bahwa kami tak ada masalah dengan Jepang. Yang ada hanya perubahan model penggarapan proyek dari Government to Government (G to G) menjadi Business to Business (B to B). Karena anggaran pemerintah untuk infrastruktur dasar lainnya.”

Atas dasar itu, pemerintah memutuskan untuk menerima proposal kereta cepat China. Ini lantaran Negeri Panda itu sanggup untuk tak merengek meminta jaminan pemerintah.

Pembangunan kereta cepat mayoritas menggunakan uang dari perbankan China.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno memastikan tetap akan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Menurut Rini, proposal China telah diterima karena mereka tidak meminta jaminan pemerintah atau APBN.

Secara tidak langsung, Rini menolak proposal Jepang yang meminta jaminan pemerintah dalam proyek ini.

“Nah, dari dua proposal yang diterima maka yang memenuhi syarat adalah proposal China,” ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/10).

Konsorsium China dipercayakan kepada China Railways Construction Corporation Limited dan konsorsium BUMN digawangi oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan anggota PT KAI (Persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

“Sekarang lagi negosiasi, yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN. Saat ini, kami sedang melakukan joint venture agreement dengan BUMN dari China.”

“Total nilai proyek masih dihitung dan kami minta kecepatan kereta cepat 250-300 kilometer per jam, sebab di proposal mereka 350 km per jam, sehingga biaya proyek bisa turun dan finalisasi keseluruhannya diharapkan bisa bulan ini,” jelas dia.

Rini memperkirakan total investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sekitar Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen atau Rp 56 triliun akan dibiayai oleh China Development Bank (CDB).

“CDB menawarkan jatuh tempo pinjaman 40 tahun, di mana 10 tahun masa tenggang dan 30 tahun pengembalian. Bunga yang dibebaskan fix 2 persen untuk 4 tahun (untuk komponen dolar), sedangkan berapa persen untuk renmimbi,” ungkapnya.

Direktur Utama WIKA, Bintang Perbowo menambahkan, kedua konsorsium akan menanamkan investasi sekitar Rp 10 triliun. Namun, dirinya enggan diungkapkannya porsi pendanaan WIKA.

“Total proyek kereta cepat sekitar USD 5 miliar, yang keseluruhannya berasal dari CDB. Bagian konsorsium 10 persen,” ujar Bintang.

Menurut dia, Jasa Marga, KAI, dan PTPN VIII akan menyertakan modal, berupa tanah. Namun, nilai lahan masih dievaluasi. Pembangunan kereta cepat diperkirakan selama 3 tahun.

“Kami pastikan ground breaking tidak bisa tahun ini,” tutup Rini.( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Kesalnya Jepang hingga sebut kereta cepat mustahil dikerjakan China

  1. Perselingkuhan+Intelek
    October 6, 2015 at 10:39 pm

    Rame deh ini Jepang dan China saling bersaing untuk mendapatkan Proyek Bullet Train

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *