Sejumlah bupati dan wali kota yang diusung partai atau gabungan partai Koalisi Merah Putih menentang opsi pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sikap mereka berseberangan dengan keputusan enam fraksi anggota Koalisi Merah Putih di DPR yang sampai kemarin ngotot menggolkan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
“Pilkada langsung adalah partisipasi rakyat. Tiga menit mencoblos di dalam bilik suara adalah hak politik rakyat,” kata Mochamad Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung yang diusung dua partai anggota Koalisi Merah Putih, yaitu Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, di Jakarta, Kamis, 11 September 2014.
Ridwan bersama 49 bupati, sebelas wali kota, dan sejumlah wakil bupati atau wali kota mendeklarasikan penolakan terhadap keinginan koalisi pengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pemilihan presiden yang lalu. Dalam Rapat Koordinasi Asosiasi Pemerintah Kabupaten dan Kota Seluruh Indonesia di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Ridwan menyerukan aksi turun ke jalan.
”Dari sini, kita jalan kaki ke Bundaran Hotel Indonesia, kita unjuk rasa,” ujarnya. Seruan tersebut ditolak peserta rapat dengan dalih cara itu tidak elegan.
Ridwan mengaku tidak hirau akan sikap politik dua partai pengusungnya. Termasuk, kata dia, ancaman sanksinya. ”Saya bukan kader partai. Bagaimana dipecat atau mau mundur? Masuk saja belum.”
Penolakan serupa juga dilontarkan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria. Ketua Gerindra Solok Selatan itu siap menerima sanksi dari partainya. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto juga menolak pilkada lewat DPRD. Ketua Partai Amanat Nasional Bogor itu mengaku siap menerima sanksi dari partainya.
Bahkan, Bupati Sumba Tengah Umbu Sappi Pateduk, yang juga kader Golkar, siap mengikuti langkah Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Rabu lalu, Ahok resmi mengajukan surat pengunduran diri sebagai kader Gerindra karena tidak sreg dengan pilihan partai yang ngotot meminta pemilihan lewat DPRD.
Partai Golkar bereaksi keras atas sikap kadernya yang membelot. Juru bicara Partai Golkar, Tantowi Yahya, mengatakan partainya segera mengambil sikap terhadap mereka. “Hakikatnya, setiap kader itu harus sejalan dengan garis partai,” kata Tantowi.
Anggota Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, juga akan memberikan sanksi kepada kader yang menolak pemilihan kepala daerah lewat parlemen. Sanksinya, kata Hidayat, bisa sampai pemecatan dari partai. “Bisa bayangkan, Golkar saja memberikan sanksi (pemecatan), apalagi PKS,” kata Hidayat.
Sebaliknya, Gerindra tidak akan memberikan sanksi jika ada kadernya yang tidak mendukung pemilihan lewat DPRD. Partai ini mempersilakan kader yang berbeda sikap untuk mengundurkan diri, seperti yang ditempuh Ahok. “Seorang kader mestinya bersikap loyal menjalankan perjuangan partai,” kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani.
ayo rame-rame Membelot dari Gerindra/si Wowo, menuju kehancuran tuh Gerindra termasuk Wowonya, dah Kalah sekarang Kepala Daerah Pendukung Membelot semua !!!