Karyawan Freeport Belum Bekerja


Jajaran Kepolisian Daerah Papua sangat kecewa lantaran hingga saat ini, ribuan karyawan PT Freeport Indonesia yang menggelar aksi mogok kerja di Check Point 1 Mil 28 Timika belum kembali ke tempat kerja mereka di Tembagapura.

Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigjen Polisi Paulus Waterpauw di Timika, Kamis (22/12) mengatakan, dengan telah ditandatanganinya kesepakatan antara manajemen PT Freeport dengan pihak SPSI di Jakarta pada 12 Desember, seharusnya karyawan Freeport yang mogok harus sudah kembali ke tempat kerja mereka masing-masing.

Surat kesepakatan antara manajemen PT Freeport dengan pihak Serikat Pekerja ditandatangani oleh Armando Mahler mewakili pihak manajemen dan Sudiro mewakili karyawan bertempat di Kantor Pusat PT Freeport Indonesia, Plaza 89 Jakarta.

“Sampai saat ini karyawan masih bertahan melakukan pemogokkan di Check Point 1, padahal sesungguhnya surat pernyataan kesepakatan sudah ditandatangani tanggal 12 Desember. Tampaknya ada sedikit kendala sehingga karyawan belum bisa kembali bekerja,” jelas Waterpauw seperti dikutip Antara.

Menyikapi adanya tarik-ulur tindak lanjut hasil kesepakatan yang dibuat di Jakarta itu, pihak kepolisian mencoba melakukan komunikasi dengan dua belah pihak yakni pihak manajemen PT Freeport dan pihak Serikat Pekerja.

“Sampai sore kemarin (Rabu) di mana SPSI menggelar rapat dengan karyawan di Check Point 1 Mil 28 tampaknya belum ada satu ketegasan sikap, kapan mereka sesungguhnya akan kembali bekerja,” ujar Brigjen Paulus Waterpauw.

Alasan utama karyawan Freeport belum kembali ke lokasi kerja mereka, katanya, yaitu karena belum ada jaminan untuk bekerja kembali bagi ribuan karyawan perusahaan privatisasi dan kontraktor yang sudah dirumahkan dan di-PHK oleh manajemen perusahaan.

Ribuan karyawan perusahaan privatisasi dan kontraktor itu seperti dari PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI), PT Pangansari Utama dan lainnya dirumahkan dan dipecat gara-gara mereka juga ikut melakukan aksi mogok kerja bersama karyawan PT Freeport.

Menurut Paulus Waterpauw, seharusnya kesepakatan yang dibuat di Jakarta yang berisi enam atau tujuh point menjadi pedoman bagi seluruh karyawan yang melakukan mogok kerja untuk kembali bekerja.

“Seharusnya hal-hal itu ’include’ (termasuk) di dalam kesepakatan yang dibuat di Jakarta dan akan dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) yang juga ditandatangani oleh pemerintah. SKB silahkan diproses, tetapi karyawan harus kembali ke tempat kerja masing-masing. Jangan cari-cari alasan untuk mengulur-ulur waktu,” ujar mantan Kapolres Mimika 2003-2005 itu.

Terkait situasi itu, Brigjen Paulus Waterpauw meminta pihak manajemen PT Freeport dan terutama pihak Serikat Pekerja untuk bersikap tegas, menaati surat kesepakatan yang sudah ditandatangani di Jakarta pada 12 Desember.

“Tapi dari pembicaraan, kelihatan SPSI mau membicarakan terlebih dahulu soal jaminan bagi karyawan privatisasi dan kontraktor untuk kembali bekerja. Kami sudah memberikan toleransi kepada Serikat Pekerja,” jelas Brigjen Paulus Waterpauw.

Proses hukum

Jajaran Kepolisian Resor Mimika, Papua, siap memproses hukum sejumlah pengurus Serikat Pekerja PT Freeport pimpinan Sudiro atas berbagai kasus yang terjadi selama aksi mogok kerja ribuan karyawan sejak 15 September hingga saat ini.

Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigjen Polisi Paulus Waterpauw di Timika menegaskan, Polres Mimika telah mengirim surat panggilan ke pengurus SPSI Freeport untuk menghadap pada Sabtu (24/12) mendatang.

Ia menambahkan, polisi juga akan membatasi aktivitas para pengurus SPSI Freeport dengan tidak boleh meninggalkan Kota Timika dalam waktu dekat.

“Kemarin Polres sudah mengirim surat panggilan agar mereka menghadap hari Sabtu,” ujar Paulus Waterpauw.

Menurut dia, para pengurus SPSI Freeport harus bertanggung jawab terhadap semua rangkaian-rangkaian dan langkah-langkah yang mereka lakukan selama berlangsungnya aksi mogok ribuan karyawan Freeport.

Berbagai tindakan yang dilakukan tersebut, katanya, sudah sangat mengganggu kepentingan umum dan memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum.

Selain itu, pengurus SPSI Freeport juga diduga melakukan tindak pidana penghasutan dengan memengaruhi karyawan yang lain untuk mengulur-ulur waktu untuk kembali ke tempat kerja meski surat pernyataan kesepakatan bersama tentang kenaikan upah sebesar 40 persen sudah ditandatangani di Jakarta sejak 12 Desember.

“Apa yang mereka lakukan selama ini cukup kuat masuk sebagai tindak pidana. Dampak dari aksi mogok kerja karyawan PT Freeport terlalu banyak, mulai dari kasus pengrusakan, pencurian bahkan penembakan-penembakan,” kata mantan Kapolres Mimika periode 2003-2005 dan Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua itu.

Brigjen Paulus Waterpauw mengemukakan, sejauh ini telah dipanggil 10 orang pengurus SPSI Freeport sebagai saksi dan baru empat orang yang datang memenuhi panggilan penyidik Polres Mimika.

“Semuanya akan kami periksa sebagai saksi. Dari situ bisa diketahui siapa yang menyuruh, siapa yang mengatur semua rangkaian kegiatan ini, lalu siapa yang patut disangkakan,” jelasnya.

Ia menambahkan, aksi mogok kerja karyawan Freeport terutama setelah pendudukan Check Point 1 Mil 28 dan pemblokiran ruas jalan poros tambang di Mil 27 juga sudah memenuhi unsur tindak pidana karena telah berubah dari mogok kerja, menjadi unjuk rasa, bahkan demonstrasi.

Pembubaran paksa

Brigjen Paulus Waterpauw mengatakan, pada prinsipnya pihak kepolisian tidak menghendaki pembubaran paksa aksi mogok karyawan Freeport yang sampai saat ini masih bertahan di Check Point 1 Mil 28 samping Bandara Mozes Kilangin Timika.

Namun demikian, katanya, jika SPSI terus mengulur waktu untuk menghasut karyawan tidak kembali ke tempat kerja mereka masing-masing meski surat pernyataan kesepakatan dengan pihak manajemen sudah ditandatangani di Jakarta pada 12 Desember, maka polisi akan mempertimbangkan langkah pembubaran paksa karyawan.

“Kalau kita anggap penting untuk membubarkan mereka maka kita akan bubarkan secara paksa. Tapi itu langkah terakhir. Pada prinsipnya kami tidak menghendaki sampai ada upaya paksa apalagi sudah ada kesepakatan menyangkut kenaikan upah sampai 40 persen,” kata Waterpauw.

Dikatakannya, kenaikan upah sebesar 40 persen tersebut sesungguhnya bagi karyawan Freeport persoalan di antara mereka dengan pihak manajemen sudah selesai. Sedangkan menyangkut hal-hal lain seperti jaminan bagi karyawan privatisasi dan kontraktor yang dipecat untuk kembali bekerja akan dituangkan secara jelas dalam surat kesepakatan bersama (SKB) yang akan disaksikan oleh pemerintah.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *