Wawancara Wapres Jusuf Kalla 1
Sekarang kondisi rupiah sedang melemah menembus angka Rp 13.000 per USD. Pelemahan itu tercatat sebagai yang terendah sejak krisis ekonomi pada 1998 lalu. Namun demikian, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ( Jokowi– JK) berkukuh meyakinkan rakyat bila kondisi itu tidak sama dengan kondisi ekonomi pada 1998 silam.
Seperti dituturkan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, ada perbedaan kondisi ekonomi saat ini dengan ketika krisis 17 tahun lalu. “Saat itu (krisis 1998) sampai kita krisis Rp 15.000. Rp 13.000 sekarang kira-kira sama dengan Rp 7.000 zaman dulu. Ya jadi jangan samakan Rupiah waktu krisis 98 dengan Rupiah sekarang,” katanya.
Untuk mempermudah memahami perbedaan nilai rupiah sekarang dengan ketika krisis 1998, JKsapaan akrabnya, menjelaskan dengan mengambil contoh nasi padang. “Kalau Anda punya Rp 13.000 tahun 98, Anda bisa makan berdua dengan nasi padang, tapi kalau Rp 13.000 sekarang, satu porsi saja belum tentu cukup. Jadi jangan samakan nilainya dulu dengan sekarang, tidak bisa, beda.”
Selain soal pelemahan nilai rupiah, JK juga menjelaskan kepada Sri Wiyanti, Anwar Khumaini, Wenslaus Manggut dan Arie Basuki dari merdeka.com, tentang kondisi pertumbuhan ekonomi saat ini. Berikut ini petikan wawancara lengkapnya:
Isu ekonomi paling urgent belakangan ini soal rupiah, tentu ada efeknya terhadap target pertumbuhan ekonomi?
Secara umum kurs rupiah itu sebenarnya netral. Netral dalam arti kata tergantung siapa yang bicara, siapa yang pegang itu dolar. Siapa perlu pake kan. Kalau eksportir ya senang lah itu sampai Rp 13.000, untuk importir tentu agak berat juga. Tapi secara umum justru kita perlu banyak ekspor, justru kita ingin kurangi defisit, sehingga dengan rupiah Rp 13.000 itu bagi ekonomi kita sebenarnya tidak menjadi soal.
Dan kedua yang harus dilihat, rupiah Rp 13.000 sekarang dengan rupiah Rp 13.000 pada 10 tahun lalu berbeda. Apalagi anda bandingkan dengan krisis 1998. Waktu 1998 itu kita sampai krisis itu Rp 15.000. Rp 13.000 sekarang kira-kira sama dengan 7.000 zaman dulu. Ya jadi tidak perlu, jangan samakan rupiah waktu krisis 1998 dengan rupiah sekarang itu dengan rupiah Rp 13.000.
Jadi rupiah Rp 13.000 sekarang padanannya dengan Rp 7.000 dulu?
Ya zaman dulu, dikurangi inflasi kan. Kalau anda punya Rp 13.000 tahun 1998 anda bisa makan berdua dengan nasi padang. Tapi kalau Rp 13.000 sekarang, satu porsi belum tentu cukup. Jadi jangan samakan nilainya dulu dengan sekarang, gak bisa, beda. Jadi tidak selalu begitu.
Apakah pemerintah tidak terbebani mengingat saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur yang notabenenya banyak produk impor?
Semua barang impor pasti, tapi jangan lupa harga-harga di dunia ini juga sudah turun luar biasa. Harga baja contohnya. Itu harga baja 2 tahun lalu 1.000 dolar, 1.200 dolar per ton, sekarang sekitar 500 dolar per ton, begitu juga dengan yang lainnya. Infrastruktur, biaya infrastruktur ya baja, kalau semen ada di sini, makanya kemarin diturunkan harganya. Begitu juga yang lain-lainnya, aspal juga diturunkan harganya. Jadi memang rupiahnya naik tapi harga-harganya, harga bahan untuk infrastruktur menurun luar biasa.
Tapi ada pengaruhnya atau tidak terhadap target pertumbuhan yang ditentukan?
Kalau itu bukan karena rupiahnya. Itu kemungkinannya yang terjadi karena trend ekonomi dunia ini sehingga komoditi menurun sehingga pajak menurun. Jadi bukan karena rupiahnya, tapi karena secara umum pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi tantangan untuk pertumbuhan ekonomi kita. Dan banyak masalah lain di dunia ini.
Dengan rupiah sebesar 13.000 ini, ada koreksi atau tidak ke pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen?
Itu tahun lalu, target kita sekarang kan 5,7 persen. Ya kita akan usahakan sampai itu dengan cara tadi mengalihkan anggaran itu ke infrastruktur, sehingga multiplier efeknya lebih besar.
Kemarin kan sempat ada pertemuan membahas penggunaan dana asing yang rencananya akan dialokasikan sebagian besar untuk infrastruktur. BI menganggap sebenarnya Indonesia bisa tidak hutang dari luar negeri, tidak mendapat pinjaman dari luar negeri. Menurut bapak?
Oh iya, engga, bukan soal itunya saja, defisit kita ada sekitar 2 persen. Defisit 2 persen itu artinya kira-kira Rp 200 triliun. Kalau defisit itu ditalangi atau dengan rupiah itu bunganya 8 persen, dan itu bisa crowded di perbankan kita. Sukuk lah, bikin SUN (Surat Utang Negara), SBN (Surat Berharga Negara), karena itu lebih baik kredit luar negeri yang dalam pipeline atau dalam negeri memang persetujuannya itu dijalankan, karena itu bunganya cuma 1 persen walaupun dalam bentuk dolar. Jadi jauh lebih baik memakai itu dibanding mengeringkan, menjadi kering rupiah dalam negeri dipakai untuk bayar defisit dalam bentuk rupiah pemerintah, jadi kita aktifkan.
Selain itu ada kerja sama dengan luar negeri?
Ya selain itu ada devisa masuk kan. Untuk nolong itu.
Menurut Pak JK suku bunga yang dipatok BI sudah pas?
Mestinya bisa lebih turun lagi.
Idealnya berapa untuk ukuran sekarang?
Sebenarnya dengan terjadinya sekarang ini deflasi ya itu turun sampai 6 (persen), 5 (persen) itu juga masih bisa. Katakalah 6 persen, sekarang kan 7,5 persen kan. Turunkan bertahap, itu wajar. Semua negara turunkan suku bunganya kok, cuma Indonesia naikkan, ini sudah turunkan juga kan.
Ada ketakutan dari BI dana asing nanti malah keluar?
Itu juga ongkosnya terlalu tinggi untuk dana asing. Itu kan masuk karena ekspor kita, masuk karena investasi, kalau hanya portofolio jangka pendek ya engga ada guna juga, engga dipakai, kan engga bisa dipakai. Untuk apa? Keluar, keluar lah. Masak masuk dengan ongkos mahal? Engga ada gunanya masuk karena SBI, apa urusannya? Engga ada, cara berpikir BI seperti itu kadang-kadang.
Tapi masih tetap koordinasi dengan BI?
Koordinasi rutin sekarang. Kita minta turunkan bunga, dia (BI) paham, diturunkan.
Padahal kan BI independen?
Independen kepada pemerintah, tapi tidak independen ke negara. Negara ada kepalanya, kepala negara, yaitu presiden. Harus singkron, kalau independen seakan-akan di negara lain, silakan. Tapi kan kita republik Indonesia. Kan ada kepalanya. Keliru itu berpandangan independen itu seenaknya, gak boleh.
Penurunan BI Rate kamarin kesannya karena didorong oleh bapak?
Ya inflasi, deflasi, kan sudah turun. Sudah turun bunga. Kan selalu ikut inflasi (suku bunga) dan tapi mestinya tidak juga, untuk menekan inflasi harusnya turunkan suku bunga justru.
Apakah suku bunga KPR seharusnya bisa turun?
Harus. Suku bunga landing ratenya sekarang sudah di atas 10 lagi, 12,15 itu kan berbahaya untuk pertumbuhan ekonomi. Kita musti single digit saja BI rate.
Tetapi sekarang harga rumah semakin mahal?
Bukan hanya rumah, perdagangan, industri (mahal).
Ada evaluasi terkait kinerja menteri ekonomi?
Semua pemerintahan kan harus dievaluasi terus menerus. Ya bukan hanya menteri ekonomi, tapi yang dievaluasi kan kerjanya, jalan atau tidak programnya, betul atau engga programnya, sesuai.
Ada catatan khusus terkait para menteri?
Walaupun ada catatannya pasti tidak dibuka untuk anda.
Kenapa penerimaan pajak kita turun?
Karena ekonomi turun, dia punya pertumbuhannya, otomatis. Kalau ekspor turun berarti pajak ekspor pasti turun, PPN turun, kalau penjualan bukan mobil turun 20 persen otomatis PPN-nya turun, pajaknya turun, sepeda motor juga turun, ritel juga turun, tapi itu kan berarti bisa kita atasi, nanti lah. Secara berlanjut. (Ekonomi) Dunia ini memang turun.
Soal e-budgeting, konon Ahok sudah dapat dukungan dari Pak Jokowi dan Pak Tjahjo Kumolo untuk menjadikan e-budgeting ini program nasional. Menurut bapak?
E-budgeting itu kan sistem pelaksanaan yang dibukukan secara angka-angka, jadi diatur secara digital. Tapi APBN dalam bentuk pengesahannya tetap seperti biasa, kan ada undang-undangnya. Memang hanya cara, cara untuk mengontrol anggaran yang sudah ada dan juga untuk merumuskannya. Jadi masing-masing.
Pertama yang mengangkat kan Surabaya, ada juga kota lain, bukan DKI yang pertama, Surabaya yang pertama, itu hanya cara untuk melaksanakan APBN itu. Sekarang kan hampir semua bisa mulai dengan teknologi, tapi sama saja, tergantung kejujuran dari yang mengendalikan itu, masing-masing proyek itu, walau sehebat apapun kan tergantung orangnya.
Pada dasarnya Pak JK setuju?
Anda tidak bisa keluar dari kemajuan teknologi, itu saja. Itu akibat teknologi saja. Pasti itu kan. Masih ada di Jakarta kantor yang tidak pakai komputer? Tidak ada kan, semua itu pake elektronik, surat itu pake e-email, budgeting itu saja dimasukkan angka-angka itu ke sistem yang ada sehingga yang tidak perlu lagi terlalu banyak tanda tangan.
Tetapi tetap yang disahkan yang A?
Ya tetap yang disahkan yang berisi data DPR, sesuai dengan undang-undang yang ada. Hanya untuk pelaksanaannya untuk pengawasannya dan implementasinya dilaksanakan dengan online, dengan semua kantor yang ada, yang berhubungan dengan itu, jadi begitu dikeluarkan otomatis biro keuangan tahu, atau bisa tahu you pakai apa itu. Tapi sebelumnya harus disetujui dulu secara aturan yang ada dengan DPR atau DPRD.
asli judul berita diatas itu hanya Pemerintah berusaha untuk Meyakinkan Rakyat saja, padahal Rakyat sudah Pandai sekarang, yang jelas apapun yang dikatakan mengenai Kenaikan Dollar dan Merosotnya Rupiah entah itu Rp 7000 atau Rp 13.000 ataupun Rp.15.000 taaupun berapa besar kenaikkannya itu berarti Indonesia Inflasi, maka hari di Kompas.com saja para pedagang di mal-mal Jakarta memohon agar Pemerintah Mengambil Tindakan Penanggulangan kurs Rupiah yang semakin Anjlok, apa Pemerintah akan tetap mengatakan jangan Panik jangan Takut ??? karena yang terkena Imbas yang Besar adalah Rakyat juga bukan Pemerintah
atau Pelemahan Rupiah Sekarang Lebih Parah dari pada tahun 1998 dulu ???
ditertibkan dulu perdagangan di Indonesia wajib pakai rupiah.
Perdagangan di Indonesia wajib pakai Rupiah ??? ha ha ha…..dapat dipastikan Harga akan semakin Melambung, Resesi semakin Gila, Ambruk semakin cepat