Jakarta makin Tua makin Semrawut


APA yang dapat diharapkan dari pertambahan usia sebuah kota? Yang paling sederhana adalah perubahan kota ke arah yang lebih baik. Kota yang makin tertib, makin aman, makin nyaman, dan makin beradab. Tetapi kondisi itu tidak kita dapati di Jakarta, kota yang berulang tahun ke-483

Macet

pada tanggal 22 Juni lalu. Jakarta yang juga ibu kota negara ini, semakin tua semakin rumit dengan tumpukan persoalan yang semakin sulit diatasi. Gubernur demi gubernur terus berganti, tetapi Jakarta semakin tenggelam dalam kesemrawutan seakan kota tanpa tuan.

Kemacetan lalu lintas, banjir, ketersediaan air bersih, kriminalitas, konflik sosial, dan kemiskinan adalah sedikit contoh dari masalah yang tidak pernah berhasil dituntaskan. Masalah itu tetap tinggal sebagai masalah yang terus bertambah bobot dan skalanya setiap hari. Dan Jakarta tidak berdaya menghadapi itu semua. Slogan dan janji kampanye Fauzi Bowo sebelum terpilih menjadi Gubernur DKI, ‘Serahkan Jakarta pada ahlinya’, telah dipersepsikan publik sebagai gimmick pemasaran politik yang mudah diucapkan, tetapi tidak dapat diwujudkan.

Program busway yang dijalankan Pemprov DKI tidak saja gagal mengatasi kemacetan lalu lintas,

Banjir

dalam taraf tertentu justru menambah derajat kemacetan. Solusi lain seperti monorel dan subway juga belum dapat diandalkan karena terbengkalai dan terkendala pembangunannya. Banjir yang datang setiap tahun juga tidak pernah ditemukan solusinya. Berbagai alternatif diwacanakan, tetapi tidak ada satu solusi pun yang pernah benar-benar berhasil dilakukan untuk menuntaskan persoalan ini.

Karena tidak ada seorang ahli pun yang mampu memecahkan masalah itu, masyarakat Jakarta pada akhirnya menyerah kepada keadaan dan menerima masalah-masalah itu sebagai sebuah keniscayaan. Ini amat menyedihkan. Karena itu, sebagai gubernur, Fauzi Bowo harus mampu keluar dari lingkaran setan persoalan ini. Adalah tanggung jawab seorang Gubernur DKI untuk mencari jalan keluar yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jakarta mampu terlepas dari persoalan-persoalan klasik itu.

Salah satu yang harus dilakukan adalah dengan menciptakan iklim dan kebijakan yang lebih berorientasi kepada kepentingan publik daripada proyek. Dalam mengatasi problem kemacetan lalu lintas, Pemprov DKI harus terus mendorong insentif bagi perbaikan pelayanan angkutan umum dan disinsentif bagi penggunaan kendaraan pribadi. Kendaraan umum harus dibuat senyaman mungkin dan setertib mungkin sehingga publik lebih memilih menggunakan transportasi umum daripada mobil pribadi.

Kemacetan lalulintas di Jakarta

Semangat yang sama juga harus diterapkan dalam mengatasi banjir. Bangunan-bangunan pribadi maupun perkantoran yang melanggar jalur hijau dan daerah resapan air harus ditertibkan. Sesungguhnya keahlian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan Jakarta adalah keahlian untuk menegakkan aturan yang berpihak kepada orang banyak dan sensitivitas serta solidaritas sosial dari seorang pemimpin.(mediaindonesia/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *