Ini Kata Mahkamah Agung Terkait Sindikat Penipuan yang Catut Nama MA


Kepala Biro Humas dan Hukum Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengaku sangat mengapresiasi aparat Polda Metro Jaya.

Sebagaimana diketahui,  aparat Polda Metro Jaya berhasil membekuk 6 pelaku anggota sindikat penipuan dengan modus mengaku sebagai staf atau panitera di Mahkamah Agung (MA).

Para pelaku menyasar para pengusaha yang tengah berperkara atau mengajukan gugatan ke MA sebagai korbannya.

“Kami sangat mengapresiasi pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya yang dapat menangkap pelaku dan dengan cepat mengungkap kasus ini,” kata Abdullah, Sabtu (3/8/2019).

Menurutnya, selain merugikan para korban, aksi para pelaku juga membuat nama baik MA tercemar.

“Sebab dengan mengatasnamakan MA, mereka meminta uang kepada para korban sehingga seakan-akan institusi MA bisa dibayar dengan uang,” kata Abdullah.

Ke depan ia mengingatkan masyarakat dan semua pihak agar tak lekas percaya jika ada orang yang mengaku sebagai staf atau panitera MA meminta uang dengan janji bisa memenangkan gugatan atau perkara di MA.

Sebab, tidak ada yang namanya MA meminta uang untuk memenangkan gugatan atau perkara.

“Jadi masyarakat dan semua pihak tak usah percaya jika ada yang mengaku-ngaku dari MA meminta imbalan uang dengan dalih menjanjika memenangkan perkara,” katanya.

Seperti diketahui, Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya membekuk enam orang pelaku sindikat penipuan dengan modus mengaku sebagai staf atau panitera di Mahkamah Agung (MA).

Mereka menyasar perusahaan atau perorangan atau pengusaha yang tengah berperkara atau melakukan gugatan di MA dengan janji dapat membantu memenangkan gugatan atau perkara.

Sehingga korban diperdayai dengan dimintai uang hingga ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah dengan janji perkara mereka dimenangkan atau dikabulkan MA.

Enam pelaku yang dibekuk adalah Andi (38) alias Doni, Riswan (23), A (38), EK (45), S alias Daddi (39) dan Awi (40).

Mereka dibekuk dari markas mereka di rumah Andi, di kawasan Bekasi, Jawa Barat, 31 Juli 2019 lalu.

Selain mengaku sebagai pegawai MA, kawanan ini juga kadang mengaku sebagai staf atau panitera di pengadilan negeri di wilayah Jabodetabek dan menipu orang yang sedang berperkara di pengadilan negeri yang dimaksud.

Modus lainnya, mereka juga menyasar bendahara suku dinas atau dinas tertentu yang pejabatnya dirotasi dengan mengaku sebagai calon pejabat baru.

Dari sana mereka meminta uang ke bendahara untuk biaya perpindahan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menuturkan, kawanan ini dikomandani oleh Andi sebagai kapten.

Mereka memanfaatkan informasi di website resmi MA atau pengadilan negeri yang menampilkan laporan perkara, jadwal sidang dan putusan.

“Selain itu mereka juga memanfaatkan website dinas atau suku dinas di provinsi DKI dan Jawa barat,” kata Argo dalam konpers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (2/8/2019).

Argo menjelaskan, Andi sebagai kapten atau komandan sindikat ini akan membagi peran ke lima rekan lainnya saat beraksi.

“Andi ini yang setiap hari memonitor dan memantau website resmi MA atau pengadilan negeri untuk memilih dan memilah calon korban yang akan diperdayai baik perorangan atau perusahaan,” kata Argo.

Biasanya, kata Argo, mereka akan memperdayai calon korban atau pihak tertentu, dengan menghubungi mereka melalui telepon, sebelum sidang pertama yang dijadwalkan dan ada di website MA, digelar.

“Semua informasi soal perkara, nomor telepon pihak yang berperkara, serta materi perkara mereka dapatkan lewat website resmi MA,” kata Argo.

Dalam prakteknya, kata dia, setelah Andi memilih dan memilih calon korban, ia akan menyuruh Riswan menghubungi korban yang akan disasar.

“Riswan ini mengaku staf bidang perkara dan berpura-pura mengklarifikasi pihak korban dengan menghubunginya sembari menjelaskan nomor perkara serta materi perkara,” kata Argo.

Kemudian Riswan yang mengaku staf MA, mempersilakan calon korban menghubungi atasannya, yakni panitera perkara dengan memberikan nomor telepon Andi.

“Nantinya korban akan menghubungi Andi. Saat itulah Andi ini menjelaskan bahwa perkara akan disidang pada hari tertentu, dan mengaku siap membantu,” kata Argo.

Untuk bantuan itu, tambah Argo, Andi akan meminta imbalan uang di atas ratusan juta rupiah dan meminta 30 persen dari dana yang diminta untuk ditransfer dahulu segera.

 

“Ia kemudian meminta semua dana dilunasi sebelum sidang. Setelah korban terperdaya dan memberikan dana yang diminta, nantinya nomor telepon pelaku tidak akan bisa dihubungi lagi,” kata Argo.

Untuk pelaku lainnya, kata Argo, mereka berperan menyiapkan dokumen palsu untuk menunjang aksi penipuan, menyiapkan nomor rekening untuk menampung uang hasil penipuan, serta menarik uang dari rekening tampungan itu.

“Dan kemudian Andi ini yang membagi-bagi uang hasil penipuan ke lima rekan lainnya itu,” kata Argo.

Dari pengakuan Andi, kata Argo, mereka sudah selama sekitar 3 tahun belakangan.

“Setiap minggu mereka pasti beraksi menyasar calon korbannya, namun ada yang berhasil dan ada yang tidak,” kata Argo.

Karenanya kata dia, kawanan ini diduga sudah beraksi puluhan hingga ratusan kali.

“Bahkan dari aksi ini, Andi bisa membeli sebuah rumah di Bekasi yang dijadikan markas mereka dalam menipu,” kata Argo.

Saat dibekuk petugas, kata Argo, kawanan ini memiliki uang tunai Rp 300 Juta hasil penipuan serta uang Rp 500 Juta di dalam rekening tampungan mereka.

Aksi terakhir kawanan ini, kata Argo, dilakukan pada 8 April 2019 lalu dan dilaporkan oleh korban pada akhir Mei 2019 dan Juli 2019.

Dalam laporan korban mengaku dihubungi oleh seseorang yang mengaku bernama Doni Arisman dan bekerja sebagai staf di Mahkamah Agung.

Setelah itu korban diarahkan untuk berkomunikasi dengan Hary Widya Pramono yang mengaku sebagai Panitera senior Mahkamah Agung.

Setelah berkomunikasi melalui telepon, korban terperdaya oleh tipuan korban yang menjanjikan akan mengurus gugatan korban di Mahkamah Agung.

Kemudian korban mengirimkan uang secara bertahap dengan jumlah Rp 230.000.000 (dua ratus tiga puluh juta rupiah) ke rekening BRI atas nama Doni Arisman.

“Setelah korban mengirimkan uang tersebut, pelaku tidak dapat dihubungi dan korban sadar telah ditipu oleh pelaku,” kata Argo.

Karena perbuatannya para tersangka akan dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan atau Pasal 4 dan Pasal 5 Juncto Pasal 2 ayat (1) huruf r dan atau z UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman hukuman penjara 7 tahun dan atau 20 tahun. ( WK / IM )

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *