Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya, mengingatkan semua pihak di daerah setempat untuk tidak mendramatisir secara berlebihan dampak dari kemarau panjang yang sudah pasti berdampak pada kekeringan dan krisis air bersih.
Kemarau panjang itu sulit bagi siapapun dan dimanapun apakah person, kelompok warga untuk menghindari dari situasi gerah, kekeringan dan kekurangan air bersih karena stok dan debit air sudah pasti berkurang bahkan tidak ada sama sekali, sehingga harus dicari dan diakses sekalipun jauh,” katanya di Kupang, Sabtu (18/10).
Karena itu, menurut Gubernur Lebu Raya, pola dan perilaku serta cara masyarakat memandang dan menghadapi kondisi iklim dan situasi itu pasti berbeda ketika musim basah dengan debit air yang berlimpah.
Jadi menurut Gubernur Lebu Raya, kondisi iklim itu telah akrab dab menyatu dengan masyarakat terutama yang berada di pedalaman yang setiap tahun pasti selalu dilanda persoalan sama kekeringan dan krisi air bersih seperti yang terjadi di daerah lain di Tanah Air, saat ini.
“Bahwa ada sejumlah daerah yang saat ini dilanda kekeringan, krisis air bersih hingga berdampak pada ancaman rawan pangan seperti di Kabupaten Sumba Timur, Lembata, Timor Tengah Selatan, Ende, Sikka, Manggarai, Manggarai Timur, Flores Timur, Ngada sulit untuk dipungkiri,” katanya.
Sehingga menurut Gubernur Lebu Raya, apabila benar bahwa 283 keluarga di Desa Hoi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengonsumsi air dari kubangan yang biasa menjadi tempat minum ternak, merupakan tindakan nekat dari warga yang sesungguhnya tidak perlu diteladani.
“saya sudah instruksikan staf untuk berkoordinasi dan menelusuri kebenaran informasi itu karena belum ada laporan resmi. Tetapi informasi yang diperoleh akan segera di cek ke lapangan untuk mengetahui riil seperti apa,” katanya.
“Warga minum air kubangan dengan cara mengalirkan air tersebut ke sebuah sumur kecil berjarak satu meter dari kubangan. Jarak antara kubangan dan sumur kecil itu juga berfungsi sebagai saringan sehingga air yang masuk ke dalam sumur terlihat bersih,” kata Wakil Ketua DPRD Timor Tengah Selatan, Alex Kase.
Menurut Alex, air tersebut dibawa pulang ke rumah masing-masing kemudian dimasak sebelum diminum. “Ini fakta yang kita temukan di lapangan. Awalnya saya tidak percaya ada warga yang minum air kubangan,” ujarnya.
Bahkan katanya Kendati terlihat bersih, air kubangan tersebu terlihat berwarna hijau diduga terkontaminasi limbah ternak. Akan tetapi sejak minum air kubangan dua pekan terakhir, belum ada laporan warga yang sakit.
Menurut Alex, temuan warga minum air kubangan mengagetkan dan menyayat nurani. Padahal Timor Tengah Selatan merupakan daerah yang memiliki sumber air terbesar di Pulau Timor yang berhulu di Gunung Mutis. Kabupaten Timor Tengah Selatan juga pernah menjadi lokasi pengambilan gambar iklan salah satu perusahaan air minum.
Demikian pula kabar bahwa sebagian besar warga Kota Ende di Pulau Flores yang bermukim di Kelurahan Paupire dan Kelurahan Onekore khususnya di jalan Udayana dan Jalan Sam Ratulangi ramai-ramai membeli air tangki sejak bulan Pebruari 2014 lalu karena kekurangan air minum bersih.
“Sejak saat itu pula warga kedua kelurahan tersebut ramai-ramai membeli air tangki, karena kemarau panjang,” katanya.
“Kami harus keluarkan uang tambahan berkisar Rp.86 ribu untuk satu tangkinya. Kami rasa berat apalagi setiap pembayaran rekening air PDAM dari Rp.24 ribu hingga Rp.34 ribu tiap bulanmya. Padahal, kami tidak konsumsi air itu. Kami sudah lapor ke pihak PDAM namun tidak pernah digubris,” tutur.