Senator Kepri minta edukasi anti korupsi lebih pada sasaran tembak


Senator Kepri minta edukasi anti korupsi lebih pada sasaran tembak

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 23 Agustus 2021/Indonesia Media – Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengombinasi kegiatan ATL (above the line) dan BTL (below the line) pada kampanye dan penggalian nilai-nilai antikorupsi masih belum efektif kalau tidak dibarengi dengan sasaran tembaknya. “billboard, baliho kampanye Anti Korupsi lebih pas dipasang depan Gedung MPR/DPR Senayan, atau depan Gedung-gedung instansi pemerintah. Karena potensi korupsi, termasuk perumusan kebijakan public sangat besar disitu,” senator Kepulauan Riau (Kepri) Richard Pasaribu mengatakan kepada Redaksi.

Sebagaimana, kegiatan pemasaran (pada dasarnya iklan) saat ini dapat dibagi menjadi dua segmen; ATL dan BTL. Jalur ini awalnya digunakan untuk memisahkan aktivitas pemasaran yang memiliki penetrasi massal (above the line) dengan aktivitas yang memiliki penetrasi spesifik (below the line). Direktur Litbang KPK, Wawan Wardiana menduplikasi kegiatan pemasaran untuk kampanye antikorupsi. Salah satu kegiatan ATL, yakni pemasangan spanduk, baliho antikorupsi di pasar-pasar tradisional. Menurut Wawan, kendatipun nilai transaksi pengunjung pasar sangat rendah, tapi bisa saja menjadi tinggi. Petty corruption tetap berpotensi menjadi grand corruption. “Saya lebih setuju,  kalau kampanye anti korupsi dengan pemasangan baliho, spanduk depan kampus-kampus besar. Karena (kampus) notabene tempat melahirkan para pemimpin. Kampus juga embrio sosok pemimpin, sehingga kampanye anti korupsi harus efektif disitu,” kata anggota Komite I DPD MPR RI

Sasaran kegiatan edukasi anti korupsi juga bisa diarahkan pada tempat-tempat para pemuka agama/tokoh rohani beraktivitas. Misalkan Lembaga keagamaan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). “Karena Lembaga keagamaan  juga embrio pembangunan rohani, kepatuhan hukum, bukan dalam arti kita menuduh (tokoh-tokoh rohani) tempat korupsi, tapi nilai moral akhlak manusia untuk tidak korupsi potensial dibentuk dari tempat aktivitas tokoh-tokoh rohani (NU, Muhammadiyah, KWI, MUI, Walubi, dll),” kata Richard Pasaribu. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *