Dialog Tragedi Kemanusiaan Mei 1998: dari Keterasingan Menjadi Karib Bagian ke-2


Kelima, pada hari-hari pertama kejadian, semua aparat keamanan yang ada menunjukkan gejala hanya mendiamkan situasi yang sudah jelas perlu penanganan segera.

Selain itu, peserta dialog juga mengemukakan faktor ekonomi yang menyebabkan jurang perpisahan sehingga masyarakat mudah terpancing untuk melakukan kekerasan terhadap etnis Tionghoa seperti yang telah dimanipulasi oleh pihak yang diduga di atas.

Jika berbicara mengenai faktor ekonomi, maka pikiran kita akan terlintas seketika dengan anggapan umum bahwa etnis Tionghoa-lah yang menguasai 70% perekonomian Indonesia. Hingga saat ini saya belum menemukan data pendukung yang solid dan menjelaskan berapa persisinya proporsi kekayaan ekonomi etnis Tionghoa dibandingkan dengan kekayaan keseluruhan yang ada di Indonesia. Dengan data yang sangat terbatas, di bawah ini secara kronolis mari kita beranikan diri untuk mengkaji ulang anggapan ini.

Menurut Charles A. Copple dalam Ethnic Chinese in Contemporary Indonesia bahwa angka ini terlalu dibesar-besarkan. Kalaupun betul 70%, Copple berargumen agaknya bahwa etnis Tionghoa hanya memiliki berperan yang berarti dalam sektor swasta dari keseluruhan ekonomi Idonesia. Sedangkan sektor non-swasta jelas dikuasai oleh pemerintah.

Dugaan penguasaan 70% terhadap perekonomian Indonesia oleh etnis Tionghoa bisa kita pertanyakan dengan melihat kutipan Christianto Wibisono mengenai daftar perusahaan-perusahaan perdagangan di Indonesia yang menurut catatan Departemen Perdagangan dan Koperasi pada akhir Maret 1979 sebagai berikut:

Jenis Usaha Dagang Pribumi Non-Pribumi
Perusahaan besar 10.022 7.576
Menengah 30.493 38.323
Pertokoan 31.193 48.265
Kecil 54.612 25.705
Total: 126.320 119.869

Christianto juga menunjukkan bahwa dari modal dasar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berjumlah Rp.1,4 trilliun didistribusikan debagai berikut:

1. 26,9% milik non-pribumi
2. 11,2% milik pribumi
3. 58.75% dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara.

Pada tahun 1981, pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terus menerapkan kebijakan supaya, paling tidak, modal yang ada mencapai perimbangan 50% milik pribumi dan 50% milik non-pribumi, begitu juga dengan komposisi pimpinan perusah yang ada.

Data terakhir yang saya temui, sebagaimana yang dikutib oleh Copple bahwa pada tahun 1999 Duta Besar Wiryono dalam konferensi di Canberra pernah menyatakah bahwa etnis Tionghoa mengontrol sekitar 10% dari kekayaan nasional Indonesia.

Melihat argument di atas, maka issue penguasaan 70% atas ekonomi Indonesia oleh etnis Tionghoa perlu mendapat penelitian khusus yang lebih jauh untuk menjawab apakah angka penguasaan ini sengaja dibesar-besarkan sehingga etnis Tionghoa bisa dijadikan kambing hitam dan perisai untuk mengamankan pihak tertentu.

Apakah sudah ada penyelesaiannya?
Hingga saat ini Tragedi Kemanusiaan Mei 1998 belum dituntaskan seperti yang dituntut oleh para aktivis kemanusiaan.

Pernyataan terakhir dari pihak pemerintah Indonesia melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar bahwa pemerintah tidak memprioritaskan lagi untuk penyelidikan pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998. Ia menambahkan bahwa sangat sulit untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab. Walaupun demikian pemerintah setuju untuk memberi kompensasi bagi para korban dan keluarganya, seperti mencarikan pekerjaan. Ia bahkan menjamin untuk mendapatkan pekerjaan di Kementrian Hukum dan hak Asasi Manusia (The Jakarta Post, May 12, 2010).

Selain pernyataan di atas, mari kita lihat upaya penyelesaian sebelumnya. Segera setelah Tragedi Kemanusiaan Mei 1998 terjadi, reakasi dan protes dari mulai tingkat lokal hingga tingkat internasional terjadi. Ternyata protes ini berhasil menekan Presiden B.J. Habibie untuk mengambil inisiatif tindakan penyelesaian dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada tanggal 23 Juli 1998 yang dipimpin oleh Marzuki Darusman SH dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan anggata di antaranya Romo I Sandyawan Sumardi SJ dari Tim Relawan.

Selain jumlah korban, termasuk korban pemerkosaan, luka-luka dan yang meninggal, dan kerugian lainnya pada bulan Mei 1998, TGPF juga menemukan fakta bahwa koordinasi antara satuan keamanan kurang mamadai, adanya keterlambatan antisipasi, adanya aparat keamanan di berbagai tempat tertentu membiarkan kerusuhan terjadi, ditemukan adanya di beberapa wilayah clash (bentrokan) antarpasukan dan adanya kesimpangsiuran penerapan perintah dari masing-masing satuan pelaksana. Di beberapa tempat didapatkan bukti bahwa jasa-jasa keamanan dikomersilkan.

Pada akhirnya, TGPF, menyampaikan rekomendasi kebijakan dan kelembagaan kepada pemerintah yang di antaranya adalah: pemerintah perlu melakukan penyelidikan terhadap pertemuan di Makostrad pada tanggal 14 Mei 1998 guna mengetahui dan mengungkap serta memastikan peran Letjen. Prabowo dan pihak-pihak lainya, dalan seluruh proses yang menimbulkan terjadinya kerusuhan, dan Pangkoops Jaya Mayjen Syafrie Syamsoeddin perlu dimintakan pertanggung jawabannya (Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Tanggal 13-15 Mei 1998/Temuan, id.wikisource.org).

Seperti yang kita ketahui bahwa Habibie tidak menindak lanjuti rekomendasi TGPF dan malah membubarkan tim ini. Pada bulan Maret 1999, berkaitan dengan Tragedi May 1998, ia menyatakan, mengutip dari Natalia Soebagjo bahwa “he (Habibie) did’nt have a full picture of what happened.”

Sebagian aktivis melihat bahwa Habibie mempunyai sentimen tertentu terhadap etnis Tionghoa yang terungkap dalam interview dia dengan The Washington Post. Ia mengatakan, “If the Chinese community does not come back because they don’t trust their own country and society, I cannot force them, nobody can force them…But do they really think we will then die?…Their place will be taken by others.”(Bersambung)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *