Persoalan ganti rugi korban lumpur Lapindo seperti tak ada ujungnya. Padahal peristiwa menyemburnya lumpur panas ini terjadi sejak 29 Mei 2006 lalu.
Lumpur Lapindo terjadi setelah Lapindo Brantas Inc melakukan pengeboran di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dampaknya hingga sekarang. Sebanyak 16 desa di tiga kecamatan terkena dampak lumpur Lapindo.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya mengklaim telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp 6 triliun.
Meski telah menggelontorkan uang triliunan, Lapindo masih punya kewajiban melakukan ganti rugi pada korban. Banyak juga korban yang belum mendapat ganti rugi.
Setelah pergantian rezim, Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait persoalan ganti rugi korban lumpur Lapindo. Berikut ini ceritanya, Jumat (5/12):
Dia menegaskan uang tersebut akan masuk ke dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum tahun anggaran 2015. Namun, keputusan ini masih harus mendapatkan persetujuan dari Presiden dan DPR. “Yang penting tadi keputusan politik dan kebijakan dituntaskan dulu, nanti yang sifatnya teknis itu selanjutnya,” jelas dia.
Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pemerintah, kata Djoko, merupakan hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang berdasarkan keputusan MK. Keputusan MK tersebut menyatakan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Direktur utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam mengaku, kondisi saat ini hingga waktu yang belum ditentukan, tidak bisa untuk mengganti rugi sisa 3174 berkas sebesar Rp 781 miliar, karena kondisi keuangan perusahaan krisis. “Sisa dana itu, Minarak tidak bisa membayar,” ujar Andi kepada merdeka.com kala itu.
Dia menegaskan, apapun hasil keputusan dari pemerintah maka akan dipatuhi. Pihaknya tidak akan memilih hasil keputusan yang menghasilkan dua alternatif. “Pokoknya kami serahkan dulu kepada pemerintah hasilnya kita patuhi gitu. Karena tidak ada alternatif lain karena tidak batas waktu yang kita punyai dengan kondisi keuangan yang dipunyai keluarga Bakrie,” ujarnya
Dari hasil rapat dengan BPLS menghasilkan dua jalan keluar alternatif. Pertama, memberikan talangan terlebih dulu dari pemerintah kemudian pihak Minarak Lapindo Brantas mengganti rugi. Alternatif kedua, sisa yang belum dibayar oleh Lapindo dibayar oleh pemerintah. Sehingga nanti di dalam peta terdampak sekitar 20 persen dari luas area yang terdampak sebesar 600an hektar akan menjadi milik pemerintah.
“Pemerintah Insya Allah ambil alih. Kan nanti disampaikan ke presiden. Kalau sudah Pak Menteri sudah putuskan, maka akan disampaikan ke presiden,” katanya saat itu.
Dia membantah jika ganti rugi buat lahan warga Sidoarjo yang terkena dampak lumpur Lapindo, bakal menguntungkan PT Minarak Lapindo Brantas. Sesuai keputusan MK pada Maret 2014 bahwa ganti rugi pembayaran lahan warga korban lumpur Lapindo ditanggung oleh negara melalui APBN. “Keliru. Semua sudah diputuskan oleh MK bahwa itu bencana alam,” katanya
Pakde Karwo saat itu ingin segera menyelesaikan persoalan ganti rugi. Karena itu dia sempat mengirimkan surat pada presiden. Soekarwo kala itu yakin Presiden SBY menyetujui hal ini. “Tidak mungkin (ditolak). Apalagi SBY terakhir. Tidak mungkin tinggalkan masalah,” ucap dia.
Menteri Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum saat itu berbeda pendapat. Menteri Keuangan Chatib Basri saat itu secara tegas menyatakan pembayaran ganti rugi korban Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, sementara ini tidak mungkin memakai uang negara.
Ini mengacu pada fatwa Mahkamah Konstitusi, agar tanggung jawab itu ditanggung lebih dulu oleh perusahaan milik Konglomerat Aburizal Bakrie, sebagai pemicu awal tragedi tersebut. “Dalam putusan MK, pemerintah hanya memastikan warga korban Lapindo digantikan (kerugiannya), tapi not necessarily dari uang negara,” ujarnya September lalu.
Itu sebabnya, tidak ada alokasi ganti rugi Lapindo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2015). Demikian pula di APBN Perubahan 2014. Kecuali memang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui tawaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). “Alokasi anggaran ganti rugi akan diproses setelah presiden menyetujui usulan BPLS,” kata Chatib.
Harapan agar Jokowi menyelesaaikan agar Lapindo tetap Membayar Ganti Rugi itu, kalau Lapindo gak sanggup Bayar karena Tidak Adanya Uang, Jual semua Asset Lapindo sampai Buras Kuras Habis, jangan hanya Pura-pura Bangkrut tai Tetap Hidup Mewah diatas Penderitaan Rakyat, kalan Tidak Mampu Bayar dengan seluruh Assetnya ya terpaksa si Ial di BUI dong !!!kalau perlu di CABUT Cadok Caneuh nya agar tidak semakin Panjang ke bawah, enak saja si Ical minta Negara yang Membayarkan, harap di selidiki dengan Tuntas si Ical ini tanpa alasan apapun
si Ical kan sudah Terima Ganti Rugi yang di Bayarkan oleh Santos Australia, kemanain tuh Duit Ical ???