Budidaya Perikanan Aceh Bangkit pasca 10 tahun Tsunami


Kegiatan budidaya perikanan Aceh sempat luluh lantak akibat tsunami pada akhir tahun 2014, dan beruntun dengan serangan penyakit udang. Aceh sempat menjadi sentral penghasil udang windu terbesar baik di tingkat nasional maupun internasional. Tetapi komoditi ekspor udang windu Ach yang dulu dibanggakan lambat laun menurun. Kegiatan budidaya mulai beralih pada komoditi ikan bandeng dan krapu. “Dalam sejarah Aceh, kami mengalami bencana tsunami yang juga menjadi pelajaran. Kami terus bangkit. Semuanya menjadi tanggung-jawab bersama, termasuk tenaga penyuluh. Kami sempat terhipnotis dengan bantuan negara donor. Tetapi kami sadar, ada sisi negatifnya. Bantuan terus memanjakan petani, pembudidaya Aceh,” Fandi Sulasa, penyuluh perikanan PNS teladan mengatakan kepada Redaksi (19/8).
Kegiatan penyuluhan otomatis menghadapi kendala besar ketika masyarakat Aceh ‘lupa daratan’. Sementara penyuluh PNS sudah berupaya mengorganisasi berbagai kegiatan untuk memajukan sektor perikanan budidaya. Perlahan-lahan, penyuluh dan NGO (non-governmental organization) asing, negara/lembaga donor mengubah mindsetpembudidaya. “Baru belakangan ini, kegiatan pengolahan, budidaya berkembang. Produk unggulan bukan lagi udang, tapi juga krapu, bandeng. Waktu terhembas tsuami, (kegiatan budidaya) lumpuh total.”
Kegiatan budidaya terimbas air laut yang menggerus beberapa daratan Aceh. Sehingga air laut menggenangi tambak-tambak udang, ikan milik para pembudidaya. “Zat belerang mempengaruhi tambak. Akibatnya kegiatan budidaya lumpuh total, tidak bisa produksi selama dua tahun. Tujuh puluh persen potensi perikanan lumpuh total. Perlahan-lahan kami benahi.”
Bantuan lembaga/negara donor, di satu sisi memulihkan perekonomi termasuk sektor perikanan Aceh. Tetapi di sisi lain, bantuan asing berdampak negatif terhadap masyarakat Aceh. Beberapa LSM di Aceh memanfaatkan bantuan asing untuk kepentingan kelompok. Bantuan asing, ibaratnya menghipnotis petani dan pembudidaya Aceh. “Kami butuh waktu enam tahun memulihkan mindset masyarakat Aceh. Salah satunya, kami menguatkan kelembagaan dan meningkatkan penggunaan teknologi. Dulunya, kalau uang (bantuan asing) sudah habis, mereka kembali seperti semula (tidak bekerja).”
Sementara itu, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kelautan dan Perikanan mengakui kekurangan jumlah penyuluh untuk pencapaian industrialisasi. Jumlah penyuluh yang ada baru mencapai 12.104 orang. Angka tersebut terdiri dari 3.246 penyuluh perikanan PNS, 1.298 penyuluh tenaga kontrak, dan 7.560 penyuluh swadaya. “Tetapi jumlah tersebut masih kurang. Kita masih butuh sekitar lima belas ribu penyuluh lagi,” Kepada BPSDM Suseno Sukoyono mengatakan kepada Redaksi (19/8).
Idealnya, satu kecamatan butuh tiga orang penyuluh. Kalau di seluruh Indonesia ada sekitar 500 kabupaten, dengan rata-rata 10 kecamatan. Berarti jumlah penyuluh yang dibutuhkan sekitar 15.000. Sementara kondisi keuangan pemerintah tidak bisa merekrut tenaga penyuluh PNS lebih banyak lagi. Sehingga BPSDM berusaha merekrut tenaga penyuluh dari pelaku usaha perikanan. “Tetapi yang bersangkutan (penyuluh) harus sudah direkomendasi dari teman-teman penyuluh dan disetujuh pemerintah daerah. Kita terus bergerak untuk mendapat tenaga penyuluh dengan technical representative.”
 
Pemberian penghargaan kepada 30 penyuluh perikanan PNS teladan juga dibarengi dengan muatan baru. Artinya, kegiatan penyuluhan tidak lagi berorientasi pada peningkatan produksi. Kegiatan penyuluhan harus dibarengi dengan peningkatan value addition (nilai tambah), berorientasi pada lingkungan. Selama ini, penyuluh kehutanan dan pertanian mendapat fasilitas dan dukungan yang lebih besar. Tetapi sekarang, penyuluh dari tiga sektor, ibaratnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. “Pada tahun 2014, total aset (penyuluhan) menyentuk Rp 19 triliun untuk kelompok pemula, madya, utama. Kami bisa mengumpulkan 47.000 kelompok yang dibentuk oleh para penyuluh perikanan. Banyak yang sudah berhasil. Omzet ibu Herlina (Penyuluh asal Jawa Barat) bisa mencapai Rp 100 milyar pertahun. Penyuluh juga bukan dominasi pria, tetapi juga wanita seperti ibu Herlina.”
Model bisnis dari kegiatan penyuluhan perikanan di Jawa Barat (Jabar) tetap bertumpu pada SDM unggulan. Herlina berhasil menggerakan sekitar 200 kelompok. Awalnya, sekitar tiga tahun yang lalu, ketika Herlina baru diangkat sebagai penyuluh PNS, kondisi di Jabar baru ada sekitar 50 kelompok. Satu kelompok terdiri dari 20 – 50 anggota. Satu kelompok bisa meraup omzet sekitar Rp 500 juta di Bogor. Kalau ada 200 kelompok dikalikan Rp 500 juta, berarti keseluruhan mencapai Rp 100 milyar. “Jumlah tersebut baru dari satu orang penyuluh. Potensi, prospek kegiatan penyuluhan sangat besar. Sehingga tidak heran, kalau Presiden SBY juga membentuk tim untuk peningkatan kegiatan penyuluhan.”
Arah kebijakan penyuluhan kelautan dan perikanan sebagaimana tertuang dalam Permen KP No.38/2013, bahwa penyuluhan dilakukan melalui lima pendekatan (yaitu: pendekatan kawasan dan industrialisasi, pendekatan pemberdayaan dan kewirausahaan, pendekatan partisipatif dan mandiri, pendekatan sinergitas dan perluasan jaringan kerja dan pendekatan penguatan teknologi informasi untuk penyuluhan KP).
Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Rina, mengatakan, penyuluh perikanan teladan yang dipilih salah satunya melalui aspek penilaian prestasi kerja dan karya khusus berupa sikap dan perilakudisiplinkerjasama, mampu dan berhasil dalam mengorganisasikan kelompok pelaku utama perikanan,
Penyuluh menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baikpercaya dirimampu dan aktif dalam kegiatan profesimengikuti kegiatan ilmiah, kursus, latihan. Mereka harus mampu menginisiasi penumbuhan dan pengembangan kelompokpelaku utama perikananmampu menyusun dan menerapkan metoda dan teknik penyuluhanyang baik dan efektifmampu berkomunikasi/berinteraksi dengan baikmampu membangun networking dengan kelompok dan stakeholder. Inisiatif dan kreativitas kerjamampu mendorong produktivitas kelompok melalui akses permodalandan perbankanmampu bernegosiasimampu mendorong kelestarian alam dan lingkunganpenghargaan yang pernah diperoleh, dan kegiatan pengabdian masyarakat lainnya. “Kami mengembangkan cyber extension untuk fasilitas penambahan informasi pusat penyuluhan. Kompetensi penyuluh bisa meningkat dari penggunaan cyber extention,” Rina mengatakan kepada Redaksi.
 
Pengembangan cyber extension merupakan inovasi dalam penyelenggaraan penyuluhan sehingga kegiatan peningkatan kapasitas tidak dibatasi ruang dan waktu, serta lebih terbuka. Para penyuluh dapat terus menerus meng up grade kapasitasnya, sehingga menjadi rujukan bagi kelompok pelaku utama untuk berkonsultasi dalam pengembangan usahanya maupun penyelesaian masalah yang dihadapi dalam berusaha. “Kami masih harus menyemangati empat provinsi yang belum ada penyuluh perikanan. Tanggung-jawab kami sampai ke level nasional, sehingga perlu pelatihan penyuluh. Kegiatan bukan lagi sebatasi pada sektor perikanan tangkap, dan budidaya, tetapi juga kegiatan konservasi terumbu karang. Eko Prio, penyuluh dari Kalimantan Selatan sudah berhasil mengembangkan penyuluhan untuk konservasi terumbu karang. Sehingga keberlanjutan usaha perikanan baik perikanan tangkap, budidaya terjaga dengan kelestarian terumbu karang.”
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *