Budaya Bakar Tongkang di Bagan Siapi Api dan Patung Budha Rupang di T.Balai


Menarik apa yang disampaikan oleh dr.Sofyan Tan pada acara Rombuk basamo Forum Komunikasi Anak daerah (FOKAD) kota Tanjungbalai tanggal 18 Juni 2011 yang lalu di hotel Tresya kota Tanjungbalai, ketika beliau menjadi salah satu nara sumber dalam acara tersebut

Dr. Sofyan Tan ketika menyampaikan makalah dalam bidang ekonomi kerakyatan, mengatakan “Daerah yang maju ditandai dengan kehidupan masyarakatnya yang dapat hidup berdampingan dan saling menghargai dan menghormati ajaran agama dan budaya dari masing masing masyarakatnya”.

Apa yang dikatakan oleh ahli ekonomi kerakyatan itu, memang perlu untuk disimak dan dikaji ulang. Sebagai masyarakat Tanjungbalai yang heterogen apa yang disampaikan oleh Sofyan Tan adalah merupakan pelita penerang hati nurani dalam persoalan berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni dilantai tiga gedung Vihara Tri Ratna kota Tanjungbalai yang melahirkan konflik, antara pro dan kontra ditengah tengah masyarakat kota Tanjungbalai.

Berdirinya patung Budha Sakamoni diatas lantai tiga gedung vihara Tri Ratna mendapat protes dari organisasi keagamaan di kota Tanjungbalai. Protes yang dilancarkan dengan dalih berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni itu dapat merubah bentuk akidah umat diluar agama Budha.

Dan tuduhan yang paling serius terlontarkan, dengan berdirinya patung Budha Rupang diatas lantai tiga gedung Vihara Tri Ratna itu dapat merubah kota Tanjungbalai menjadi sebuah kota berhala. Benarkah tuduhan itu? Sehingga Muspida Plus kota Tanjungbalai terpaksa membuat suatu MoU dengan pihak Yayasan Vihara Tri Ratna agar patung Budha Rupang yang sempat berdiri itu diturunkan.

Kalaulah seandainya kita mau berbesar hati, dan sedikit mempunyai rasa tipa selera, apa yang dituduhkan oleh segelintir masyarakat kota Tanjungbalai yang tergabung dalam organisasi keagamaan itu tidaklah terlalu mendasar. Bagaimana mungkin dengan berdirinya sebuah patung Budha dapat merobah akidah seseorang. Begitu tipiskah sudah keimanan kita? Lantas di mana letaknya rasa persatuan dan kesatuan kita yang selama ini sudah terbina dengan baik? Bukankah berdirinya patung Budha Rupang itu dapat mencerminkan kerukunan antar umat beragama.

Sebenarnya tuduhan itu tidaklah terlalu mendasar, dan terlalu dibesar besarkan, sehingga meretakkan jalinan tali persaudaraan antara umat beragama di kota Tanjungbalai.

Budaya Bakar Tongkang

Patung Budha Rupang Sakamoni adalah merupakan patung relejius di kalangan umat yang beragama Budha. Sama seperti umat Kristiani yang mengagungkan patung Jesus Tuhan mereka. Walaupun dalam agama Islam tidak mengenal adanya berhala, tapi Islam tidak pernah melarang umat di luar agama Islam untuk menyembah berhala. “Lakum Dinukum Waliadin” Agamamu untuk mu, dan agamaku untuk ku.

Dan juga sama dengan budaya bakar tongkang yang dilakukan oleh etnis China di Kabupaten Rokan Hilir Bagan Siapi Api. Jika kita melihat acara budaya bakar tongkang yang digelar setiap bulan Juni setiap tahunnya oleh masyarakat China Bagan Siapi Api kita merasa iri. Karena acara itu cukup meriah dan mengundang wisatawan lokal dan luar negeri untuk datang melihat acara yang satu satunya di Indonesia.

Yang membuat kita merasa iri lagi adalah dukungan yang diberikan oleh masyarakat Melayu yang kental dengan ajaran agama Islamnya, turut berbaur didalam acara budaya bakar tongkang itu. Belum lagi dukungan yang datang dari pihak Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, sehingga budaya bakar tongkang itu menjadi kalender budaya parawisata nasional “Bagan Siapi Api Visit Year”.

Nah kenapa kita yang tinggal di kota Tanjungbalai, yang terkenal dengan ramah tamahnya seperti yang digambarkan oleh Ahmad Jais dalam salah satu bait lagunya yang berjudul Tanjungbalai tidak dapat untuk menghargai dan menghormati ajaran dan budaya warga lain. Di mana letak rasa kekeluargaan kita yang selama ini terbungkus dengan rapi.

Tentu tidaklah terlalu berlebihan jika lokasi berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni dijadikan sebagai obyek wisata relejius bagi umat Budha. Sama seperti budaya bakar tongkang di Bagan Siapi Api, atau seperti Taman Salib Kasih di Porsea Tapanuli Utara, maupun Candi Borobudur di Jawa Tengah? Tentu tidak ada salahnya.

Jika lokasi tempat berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni diatas lantai tiga vihara Tri Ratna kota Tanjungbalai dijadikan sebagai obyek wisata relejius bagi umat Budha, tentu ada keuntungan finansial yang akan diperoleh masyarakat kota Tanjungbalai dan pemerintahnya

Bagi masyarakat kota Tanjungbalai menengah ke bawah yang bergelut dalam bidang industri rumah tangga (home industry) tentu dapat memanfaatkan kunjungan wisatawan yang datang berkunjung kelokasi patung Budha Rupang Sakamoni dengan menggelar dagangan berupa kuliner dan cenderamata asal kota Tanjungbalai di arena patung Budha Rupang.

Di lokasi patung Budha Rupang sakamoni, juga dapat dijadikan tempat wisata kuliner kota Tanjungbalai, asalkan pemerintah kotanya dapat menata dengan apik dan elok lokasi itu.

Kenapa kita tidak pernah berpikiran kearah itu? Kenapa kita hanya tenggelam dalam emosi yang meluap luap untuk menurunkan patung Budha Rupang yang telah berdiri? Disinilah perlunya kesadaran kita dalam menghargai dan menghormati ajaran agama dan budaya masyarakat lainnya.

Seharusnya kita berpikir untuk memanfaatkan lokasi berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni sebagai tempat wisata kuliner kota Tanjungbalai, sembari menanti akan dibangunnya obyek wisata pulau Bususen yang berjarak sekitar 3 Km dari letak patung Budha Rupang Sakamoni. Apa lagi mengingat jarak antara kota Tanjungbalai dengan pelabuhan Portklang Malaysia hanya tiga jam perjalanan dengan menggunakan kapal fery penompang yang setiap harinya melayani route pelabuhan Teluk Nibung kota Tanjungbalai ke pelabuhan Portklang Malaysia.

Dijadikannya lokasi berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni sebagai lokasi obyek wisata relejius bagi umat Budha, tentu akan menarik minat wisatawan manca negara untuk datang ke kota Tanjungbalai melalui jalur Portklang Teluk Nibung. Kenapa malah berdirinya patung Budha Rupang menjadi persoalan yang melahirkan konflik berkepanjangan? Apakah ini merupakan suatu kemunduran sebuah daerah, karena masyarakatnya tidak dapat untuk hidup berdampingan dalam menjalin persaudaraan dikarenakan kita tidak dapat menghargai dan menghormati ajaran agama dan budaya masyarakat lainnya.

Berpaling ke Bagan Siapi Api

Mungkin tidak ada salahnya jika penulis mengajak sejenak kita berpaling ke Kabupaten Rokan Hilir Bagan Siapi api. Di kabupaten yang usianya baru sekitar 10 tahun ini setelah dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis Riau, cerminan kerukunan antar umat beragama cukup kental terasa disana.

Etnis China yang merupakan etnis mayoritas di daerah ini dapat hidup berdampingan dengan etnis Melayu yang minoritas. Vihara dan kelenteng tumbuh subur bagaikan jamur dimusim hujan tidaklah membuat rasa iri bagi kaum etnis Melayu, karena etnis Melayu di Bagan Siapi Api juga tidak mau kalah dalam membangun rumah ibadahnya satu vihara dan kelenteng dibangun, diimbangi dengan 2 atau 3 mesjid besar berdiri.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Tak lain karena sikap tegas dari pihak pemerintahnya yang mempunyai perhatian besar terhadap program pemerintah dalam menjalankan kerukunan antar umat beragama

Pemerintah membangun musium agama Islam, etnis China tidak protes, karena apa pemerintah dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) nya juga membangun musium kelenteng.

Mungkin karena merasa tegak sama tinggi duduk sama rendah makanya kerukunan antara umat beragama di kabupaten Rokan Hilir yang dipimpin oleh Bupati Anas Makmun yang dua priode itu dapat berjalan dengan baik.

Nah bagai mana jika cara kepemimpinan Bupati Rokan Hilir ini kita adopsi ke daerah kota Tanjungbalai. Tentu kita yakin masalah berdirinya patung Budha Rupang Sakamoni tidak menjadi persoalan. Mampukah kita mencontoh kerukunan umat antar beragama yang telah berjalan baik di Rokan Hilir. Jawabnya terpulang kepada diri kita sendiri. Tepuk dada tanya selera. begitu kata pepatah. Semoga! ***

Penulis adalah Sekretaris Forum Komunikasi Anak Daerah (FOKAD) kota Tanjungbalai

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *