BP3L MWP Memacu Produksi di Tengah Masalah Pasar Ekspor


BP3L MWP Memacu Produksi di Tengah Masalah Pasar Ekspor

dilaporkan: Setiawan Liu

Bangka, Badan Pengelolaan Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) masih fokus pada kegiatan promosi dan pemasaran terutama untuk on-farm, selain ada peran kantor Dinas Pertanian provinsi Bangka Belitung (Babel) yang langsung membina para petani di lapangan. BP3L juga kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Italia, yakni Rice Plus untuk mempromosikan berbagai produk perkebunan/pertanian yang mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dan Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham). “Harapan BP3L, agar MWP (Muntok White Pepper atau lada putih Muntok Bangka) bisa semakin dikenal di pasar ekspor. Walaupun ada masalah juga (pemasaran MWP) di China, India, Vietnam. Mereka mix MWP, dan packaging dengan brand lokal di negara tersebut,” kata ketua BP3L Rafki Hariska mengatakan kepada Redaksi.

BP3L berencana belajar dari keberhasilan produk Garam Amed Bali yang sudah terdaftar IG nya di Eropah. MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis) Garam Amed Bali berhasil menggunakan brand Amed Bali, mereka bisa mengajukan penuntutan di luar negeri kalau ada yang masalah serupa. Permasalahan beberapa produk pertanian/perkebunan asal Indonesia biasanya berkutat di seputar mix dan pemanfaatan brand. MPIG, produsen/pelaku usaha yang mewakili masing-masing wilayah geografisnya seharusnya memang menjaga identitas, kualitas, dan standar produksi, serta menjamin tidak adanya potensi penyalahgunaan atas produk yang telah mendapat perlindungan Indikasi Geografis. “BP3L belum mendaftarkan MWP IG nya di Eropah. Saya sudah konsultasi dengan Kemkumham, rencana kerjasama dengan Uni Eropa. (beberapa produk) Indonesia yang ber IG sudah ada yang tercantum di Eropah, (masyarakat) tidak perlu lagi daftar. Saya sudah coba cari info mengenai pendaftaran IG di Jepang,” kata Rafki pada acara SIAL InterFOOD 2022 di JIExpo Kemayoran

Untuk pendaftaran IG MWP di Jepang, ternyata biayanya mencapai lebih dari Rp 100 juta. Biaya tersebut untuk fee konsultan, pengacara, biaya pendaftaran. MPIG MWP sempat konsultasi dengan Ditjen Kekayaaan Intelektual Kemkumham, dan sempat buka komunikasi dengan Dubes Indonesia di Jepang. Ternyata, pendaftaran IG di luar negeri memang ada ketentuan pendampingan oleh pengacara dan konsultan. “Itu wajib untuk pendampingan (melalui jasa pengacara, konsultan). Sehingga kalau ada perusahaan (produsen/importir) di luar negeri yang menggunakan produk kita dengan cara mix, dan memanfaatkan brand, kita bisa mengajukan penuntutan,” kata Rafki.

Di sisi lain, BP3L sudah membina beberapa UMKM, termasuk Billiton Spice, Belitung yang dikelola Vivi Widyana. Selain, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Bersama, PT Izzah Globalindo juga semakin meningkatkan kapasitas untuk ekspor lada. Tapi yang sudah mengurus perizinan sampai lengkap, baru Billiton Spice. Bahkan Billiton Spice memproses HACCP certificate. “Saya sudah dorong mereka untuk daftar pada “BPOM” nya Amerika, atau FDA (Food and Drug Administration). Karena dengan sertifikat dari FDA, (produk pertanian/perkebunan Indonesia) sudah aman. FDA Amerika, ibaratnya bergengsi. FDA atau “BPOM” lain di luar negeri seperti Korea, Jepang lebih ketat,” kata Rafki. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *