Bank Indonesia Buat 5 Cara Perkuat Rupiah, Apa Targetnya


BI mudahkan pengusaha khususnya eksportir yang ragu melepas dolarnya.

Bank Indonesia telah mengeluarkan lima langkah kebijakan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan ekomoni makro. Lima langkah ini, disebut sebagai kebijakan 4+1, sebab, sebenarnya BI sendiri sudah memiliki empat kebijkan sejak dulu.

Menurut Direktur Eksekutif Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia, Difi Johansyah, kebijakan itu adalah pertama, di mana BI menerbitkan sertifikat deposito Bank Indonesia. Kedua, Bank Indonesia juga memperpanjang trem deposit valas.

“Jadi lebih fleksibel, dari pada bank-bank menyimpan deposit ke luar negeri, mending disimpan di BI,” kata Difi dalam diskusi “Rupiah Bikin Resah” di Warung Daun, Cikini, Sabtu 23 Agustus 2013.

Selain itu, kata Difi, Bank Indonesia juga memudahkan pengusaha khususnya eksportir yang ragu-ragu melepas dolarnya. Karena, mereka ragu-ragu melepas dolarnya, karena ketakutan pada saat butuh dia tidak bisa memperolehnya kembali.

Selain itu, kata dia, memudahkan transaksi dana taktis. “Memudahkan bank bergerak dengan pinjam luar negeri, dengan mengecualikan giro non residen hasil penjulan surat berharga. Itu memudahkan relaksasi bank-bank untuk mendapatkan likuiditas valas,” kata dia.

Lalu apa target Bank Indonesia dengan membuat kebijakan itu?

Menurut Difi, ini untuk memperkuat operasi moneter Bank Indonesia. “Ada sertifikat Bank Indonesia yang dimikili oleh asing, kemudian ada term deposito rupiah yang jangka pendek, ripo di mana kita menggadaikan surat utang pemerintah ke market,” kata dia.

Sertifikat ini, kata Difi, untuk memperlancar likuiditas antar bank. “Istilahnya, Bank Indonesia ini sedang pijit-pijit, agar aliran darah lancar, jangan sampai darah itu menghilang dari badan kita. Jangan smpe likuiditas ke luar dari bank kita. Tujuannya melancarkan likuiditas di industri perbankan,” kata dia.

Kemudian tarik dana pengusaha yang parkir di bank Luar Negeri. Tapi, hal ini bertolak belakang dengan pandangan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eny Sri Hartati. Menurut dia, kondisi saat ini bukan sekedar penyumbatan darah, tetapi memang kekurangan darah.

“Apakah ini tersumbat atau darah kurang, dari neraca perdagangan, dan potensi devisit berlangsung sampai 2014, sebenarnya memang darahnya yang kurang,” kata Eny.

Karena itu, kata Eny, agar ada tambahan darah segar, setidaknya ada langkah-langkah agar pengusaha ekspor yang banyak memarkir dananya di luar negeri dalam bentuk dolar, bisa menarik uang itu agar disimpan di bank dalam negeri.

“Kalau ada devisa yang masuk, akan ada darah segar, saya tidak tahu apa yang bisa menarik ini,” ucapnya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *