8 Fakta Film Penumpasan G30S/PKI yang Kini Tidak Wajib Ditonton, Sejarah Atau Propoganda?


Film sejarah G30S/PKI pada masa Orde Baru menjadi tontonan wajib bagi para siswa sekolah di masa itu.

Sosok legendaris dalam film G30S/PKI menjadi film wajib diputar di seluruh bioskop, stasiun televisi tanah air, hingga bioskop dadakan di pelosok-pelosok daerah.

Tayang serentak dan berlangsung bertahun-tahun membuat sebagian orang penasaran terhadap adanya pro dan kontra penayangan film G30S/PKI.

Seperti diketahui tanggal 30 bulan September dan awal Oktober pada periode kepemimpinan presiden Soeharto, peristiwa pahit bagi Bangsa Indonesia dengan dibunuhnya 7 pahlawan revolusi

tribunnews

Salah satu adegan dalam film G30S/PKI. (Kompas.com/Bidik layar Youtube)

Berikut ini rangkuman beberapa fakta film G30S/PKI yang pada akhirnya tak wajib ditayangkan lagi, berikut ulasannya :

1. Film Tahun 1984

Film produksi Perum Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1984 ini disutradari dan ditulis oleh Arifin C Noer.

Kala itu, ia menghabiskan waktu dua tahun untuk memproduksi film yang menghabiskan anggaran Rp 800 juta tersebut.

Setelah selesai, film berdurasi 3 jam itu lalu ditayangkan dan diputar di setiap pelosok daerah di Indoensia.

2. Diputar Selama 13 Tahun

Secara terus menerus, film G30S/PKI diputar terus menerus menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Hal ini berlangsung selama 13 tahun, masa pemerintahan Presiden Soeharto.

3. Berhenti Tayang

Peristiwa reformasi pun mengubah kembali arah sejarah Bangsa Indonesia.

Selang empat bulan setelah setelah jatuhnya Presiden Soeharto, Departemen Penerangan memutuskan tidak lagi memutar film ini.

Arsip pemberitaan Harian Kompas 30 September 1998 menyebutkan, kala itu, Departemen Penerangan beralasan, film ini sudah terlalu sering ditayangkan.

“Karena terlalu sering diputar, filmnya juga sudah kabur,” ucap Dirjen RTF Deppen Ishadi SK.

4. Bernuansa Pengkultusan Tokoh

Bahkan Menteri Penerangan Muhammad Yunus berpendapat, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi.

“Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan Lagi Film Pengkhianatan G30S/PKI,” ujar Muhammad Yunus seperti dikutip dari Harian Kompas, 24 September 1998.

tribunnews
7 jenderal TNI korban kekejaman PKI (Istimewa/Tribun Pekanbaru)

Selain itu, kalangan seniman, pengamat film, serta artis juga menyuarakan hal serupa.

Menurut pemberitaan Harian Kompas, 2 September 1998, sutradara film Eros Djarot saat itu menolak pemutaran film.

“Film itu sangat tidak perlu diputar,” kata Eros.

Hal senada juga digaungkan Ketuam Umum Pengurus Besar Persatuan Artis Film Indonesia (PB PARFI) periode 1993-1998, Ratno Timoer.

Ada pula yang menganggap, film ini menyimpan rasa dendam yang tidak menguntungkan.

5. Diganti Film ‘Bukan Sekedar kenangan’

Sebagai gantinya, Deppen bekerja sama dengan Depdikbud menyiapkan telesinema berjudul Bukan Sekedar Kenangan.

Film Pengkhianatan G30S/PKI pun akhirnya tak lagi wajib diputar.

“Bukan Sekedar Kenangan” Pemutaran film tahunan yang menjadi agenda wajib itu pun dibatalkan.

Menurut Dirjen Kebudayaan Depdikbud, Edi Sedyawati, film Bukan Sekedar Kenangan pada awalnya disiapkan sebagai tayangan penunjang yang juga disiarkan pada tanggal 30 September.

Sehingga sebagai gantinya, tayangan ini yang awalnya disiapkan sebagai film beralih menjadi sajian utama.

Film berdurasi 72 menit ini adalah episode pertama dari trilogi yang ditayangkan pada waktu berbeda.

Sinema Bukan Sekedar Kenangan berkisah mengenai trauma seorang kepala keluarga akan peristiwa G 30S yang diperankan oleh Dina Lorenza, Atalarik Syach, dan Derry Drajat.

Tokoh utama yang diperankan Dina Lorenza (Fitria) akhirnya berusaha mencari tahu soal trauma itu. Keingintahuannya kemudian membawa Fitria sampai ke Yogyakarta.

Di sini dia bertemu dengan Prapti, adik kandung ayahnya. Wanita setengah baya tersebut terganggu jiwanya akibat melihat langsung suaminya disiksa pada 33 tahun lalu.

Tayangan arahan Jonggi Sihombing ini merupakan proyek Dirjen Kebudayaan Depdikbud dan menghabiskan biaya hingga Rp 100 juta.

6. Pemeran Soeharto

Artis senior Amoroso Katamsi berperan sebagai Soeharto di dalam film yang bercerita tentang penculikan petinggi angkatan darat.

tribunnews
Amoroso Katamsi Pemeran Soeharto di film G-30 S PKI (Kolase/TribunKaltim.co)

Amoroso Katamsi bukan pilihan pertama Arifin C Noer.

Ia hanya menjadi cadangan karena Arifin C Noer ingin mencari aktor yang lebih mirip wajahnya dengan Soeharto.

7. Bukan film sembarangan

Amoroso Katamsi mengatakan film ini bukanlah film sembarangan.

Ia juga membeberkan alasan ingin memerankan ‘The Smiling General’.

Menurutnya, sebagai aktor memerankan Soeharto adalah hal yang menantang.

Selain itu, Amoroso Katamsi juga pernah merasakan saat masih menjadi mahasiswa organisasinya dipecah belah oleh PKI.

Amoroso Katamsi muda tergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

8. Perbedaan Pendapat

Ada satu perbedaan pendapat dalam film G-30 S PKI

Amoroso Katamsi membeberkan kisah yang terkandung dalam film G-30 S PKI tidak ada yang salah kecuali penggambaran D N Aidit.

Pada film tersebut, D N Aidit digambarkan merokok.

Amoroso Katamsi juga mengatakan informasi mengenai peristiwa di Lubang Buaya paling sedikit.

Hal ini membuat Arifin C Noer membentuk tim riset kecil untuk membuat adegan-adegan yang ada.

Mengenai D N Aidit yang merokok, ternyata tidak dibenarkan oleh anaknya, Ilham Aidit.

Namun, majalah Intisari yang terbit pada Maret 1964 berisi keterangan yang sebaliknya.

Intisari yang melakukan wawancara dengan D N Aidit selama dua jam itu menerangkan bahwa tokoh PKI tersebut banyak minum, merokok, dan menikmati secangkir kopi pahit.

Perwira TNI yang menjadi eksekutor Aidit bercerita saat penangkapan Aidit di Solo.

Ada puntung rokok yang sempat dinikmatinya.

Sebelum dieksekusi mati, Aidit juga sempat meminta rokok kepada petugas pemeriksa.

Sekadar informasi, film G-30 S PKI merupakan film bergenre dokudrama yang berisi propaganda Indonesia tahun 1984.

Film G-30 S PKI dibuat dengan detail dan meyakinkan berdasarkan sudut pandang tertentu.

Menurut sejarahnya, film ini awalnya berjudul SOB (Sejarah Orde Baru).

Film berdurasi lebih dari 200 menit ini menjadi film terlaris di Jakarta pada 1984 dengan 699.282 penonton menurut data Perfin.

Hingga 1995, jumlah penonton tersebut menjadi rekor tersendiri dan tidak terpecahkan.

Naskah film ini ditulis oleh Arifin C Noer dan Nugroho Notosusanto, diproduksi melalui PPFN (Pusat Produksi Film Negara).

Yakni lembaga yang bertanggung jawab memproduksi film-film propaganda politik rezim Orde Baru.

Bahkan film ini sempat diwajibkan tayang setiap tanggal 30 September malam oleh satu-satunya stasiun televisi Indonesia saat itu, yaitu TVRI.

Film G-30 S PKI mengisahkan peristiwa kudeta seputar 30 September 1965 yang dilakukan oleh Kolonel Untung, Komandan Batalyon Cakrabirawa.

Film G-30-S PKI diceritakan menjadi dua bagian.

Pertama, Film G-30 S PKI berlatar belakang peristiwa, rencana kudeta, serta penculikan para jenderal.

Dalam peristiwa ini, 7 jenderal terbunuh, salah satunya adalah Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan.

30 September 1965, sekelompok tentara mengepung sebuah rumah di Jalan Hasanuddin 53, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mereka membawa senjata laras panjang pada pengepungan malam itu.

Sang pemilik rumah, seorang perwira TNI Angkatan Darat yang saat itu sedang berada di sebuah kamar di lantai 2 terlihat tidak panik.

Dengan mengenakan seragam militer lengkap, Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan berkaca ke sebuah cermin di lemari besar.

Beberapa kali ia merapikan seragamnya agar tidak terlihat kusut.

Tentara sudah mulai masuk dan menguasai lantai satu rumah.

Tembakan pun dilepaskan.

Beberapa perabot rumah jadi sasaran tembakan.

Istri dan anak DI Pandjaitan yang juga berada di lantai 2 semakin ketakutan.

Seorang asisten rumah tangga melaporkan bahwa 2 keponakan DI Pandjaitan berada di lantai satu, yaitu Albert dan Viktor terkena tembakan.

Namun DI Pandjaitan tetap tenang.

Pandjaitan kemudian turun ke lantai 1 yang dikuasai oleh para tentara dengan langkah perlahan.

Pasukan tentara yang mengepung rumah Pandjaitan disebut berasal dari satuan Cakrabirawa, pasukan khusus pengawal Presiden Soekarno.

Saat sudah berada di hadapan para tentara, Pandjaitan diminta untuk segera naik ke truk yang akan mengantarkannya ke Istana.

Mereka mengatakan bahwa Jenderal berbintang satu itu dipanggil oleh Presiden Soekarno karena kondisi darurat.

Sebelum itu Pandjaitan menyempatkan diri untuk berdoa yang menyebabkan para tentara semakin marah.

Seorang tentara memukulkan popor sentaja, tapi oleh Pandjaitan ditepis sebelum menghantam wajahnya.

Tentara yang lain marah.

Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat itu ditembak.

DI Pandjaitan pun tewas.

Jenazah Pandjaitan kemudian dimasukkan dalam truk dan dibawa pergi.

Darah dari pria kelahiran Balige, Sumatera Utara itu berceceran di teras rumah.

Penembakan itu disaksikan oleh putri sulungnya, Catherine.

Setelah gerombolan tentara pergi, ia mendatangi tempat ayahnya ditembak.

Catherine memegang darah ayahnya dengan penuh haru dan mengusapkannya ke wajah.

Itulah salah satu adegan dalam film Penumpasan Pengkhiatan G30S PKI.

Bagian kedua film mengisahkan tentang penumpasan pemberontakan

Daftar pemain Film G-30 S PKI

1. Bram Adrianto sebagai Kol. Untung (Colonel Untung)
2. Amoroso Katamsi sebagai Mayjen Soeharto (Mayor Jenderal Soeharto)
3. Umar Kayam sebagai Presiden Soekarno
4. Syubah Asa 5. Ade Irawan
6. Sofia (Sofia WD)
7. Dani Marsuni
8. Yeyet Hasan
9. Harto Kawel
10. Charlie Sahetapy
11. Pramana PMD
12. Kies Slamet
13. Wawan Sarwani
14. Doddy Sukma
15. Chaidar Djafar
16. Keke Tumbuan sebagai Ade Irma Suryani ( WK / IM )

(Pipit Maulidiya)

 

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “8 Fakta Film Penumpasan G30S/PKI yang Kini Tidak Wajib Ditonton, Sejarah Atau Propoganda?

  1. Perselingkuhan+Intelek
    September 24, 2020 at 8:05 pm

    film ini hanya untuk bikin senang si Diktator Soeharto doang, punya alasan untuk memBantai Rakyat dan para Jenderal yang tidak sepaham dengan dia, negara dan bangsa di Korup habis-habisan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *