UU Rampas Hak Tanah Adat Papua


Sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada hingga sekarang masih meminggirkan hak masyarakat Papua atas tanah adat dan budaya. Sistem masyarakat adat di Papua harus diperkuat, sehingga kepemilikan tanah adat dengan sistem yang adil bisa dipertahankan.

Ketua Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa, Harry Wijaya, mengatakan bahwa sejumlah undang-undang yang ada saat ini dibuat tanpa sosialisasi dan implementasi dan tak jelas peruntukannya bagi masyarakat Papua.

Harry mengatakan, ada tiga cara mengembalikan tanah adat Papua. “Pertama, masyarakat adat perlu diperkuat secara sistem. Kita harus memperkuat sistem adat,” kata Harry dalam diskusi bertajuk “Kado Ulang Tahun ke-61 Undang-Undang Pokok Agraria dan Tantangan untuk Tanah Adat Papua,” di Jakarta, Rabu (5/10).

Kedua, batas-batas tanah perlu ditetapkan dan didampingi secara jujur untuk masyarakat Papua supaya mereka bisa mengakses informasi. “Kita harus mencerdaskan orang Papua agar bisa melindungi hak-haknya,” ujar Harry.

Menurut Harry, cara ketiga dengan penyelesaian kompleksitas persoalan di Papua melalui pendekatan budaya dan sosial. Dengan begitu, kata dia, masyarakat Papua bisa memiliki tanah dengan sistem yang adil dan menerima perubahan yang ditawarkan selama tidak merugikan masyarakat Papua.

Soal Freeport

Sementara itu, Rektor Universitas Sahid Jakarta, Sutyastie Soemitro Remi, mengatakan Freeport Indonesia harus lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua. Hal itu, sebagai bentuk tanggung jawab Freeport karena aktivitas pertambangannya banyak bersinggungan dengan tanah adat Papua.

“Freeport harus sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua,” kata Sutyastie. Ia juga mengatakan, harus ada peninjauan ulang kontrak antara pemerintah dengan Freeport demi terciptanya keadilan di Papua.

Selama ini, Sutyastie menegaskan, Freeport mendapatkan keuntungan miliaran dolar AS per tahun dari tanah Papua, namun tidak sebanding dengan yang diberikan Freeport pada masyarakat Papua.

Hakim Agung Gayus Topane Lumbuun mengatakan, masyarakat Papua yang lemah secara adat dan budaya hanya akan menyebabkan mereka sulit mencapai kemajuan.

Sementara itu, Direktur Lembaga Penelitian Troopenboos, Peter Gunarso, menjelaskan bahwa permasalahan mendasar di Papua ada pada ambiguitas pengakuan hak adat dalam UU No 41/1999 tentang kehutanan, penataan ruang, dan pembagian kewenangan antara Kementerian Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional.

Peter mengatakan, ada persinggungan antara kaum yang serakah, yakni kalangan swasta, konglomerat, dan pihak asing dengan kaum yang berharap, yakni petani, buruh, dan masyarakat miskin di Papua.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

2 thoughts on “UU Rampas Hak Tanah Adat Papua

  1. January 8, 2014 at 11:00 am

    makasih yah atas artikelnya,,menarik untuk dibaca

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *