Universitas Kehidupan di LP Sukamiskin Bandung
dilaporkan: Setiawan Liu
Bandung, 1 April 2021/Indonesia Media – Ada sensasi tersendiri kala menjejakkan kaki di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Sukamiskin, Bandung Jawa Barat, bukan karena hawa sejuk dan semilir angin menerpa kulit, tapi keindahan arsitektur gedung bergaya Eropah, dengan arsitek ternama Prof CP Wolff Schoemaker. sekitar 25 wartawan yang diundang mengikuti acara penyuluhan antikorupsi di Sukamiskin diminta berbaris untuk masuk pelataran depan LP. Di sela acara penyuluhan yang ditujukan kepada 25 warga binaan pemasyarakatan (WBP), beberapa wartawan mengambil gambar (video) dan foto suasana berbagai sudut termasuk deretan sel penjara. Terlihat beberapa warga binaan (WB) jogging mengitari taman di antara blok-blok gedung LP. Selain, ada beberapa petugas yang mengawasi dari kejauhan. Sunyi senyap dengan atmosphere Paris van Java (istilah untuk kota Bandung dengan destinasi wisata ala Paris) tidak memperlihatkan suasana kerangkeng. “(Sukamiskin) seperti suasana wisata khas Paris van Java, (yakni) Bandung sebagai Paris-nya Pulau Jawa. Karena secara historis, Bandung sempat menjadi icon pusat mode seperti di Paris,” kata salah seorang wartawan.
Tetapi di balik suasana berbagai keindahan atmosphere Paris van Java, dan sejuknya kota Bandung, salah seorang WBP merasa perlu sharing. Baginya, setelah lima tahun mendekam di sel penjara, berharap agar masyarakat tidak men-stigma buruk eks tahanan Sukamiskin. “Kami mau pulang, menatap masa depan yang lebih cerah. Tapi kadang masyarakat masih menghakimi kami. Padahal dosa kami, ibaratnya sudah ditebus karena sudah menjalani masa tahanan,” kata WBP Herry Setiadji dengan kasus restitusi lebih bayar pajak atas pajak penghasilan.
Ia sebentar lagi bebas, setelah lima tahun mendekam di Sukamiskin. Ia berharap, jangan lagi wartawan kejar-kejar untuk pemberitaan. Baginya, kalau ada kasus yang baru, (kasus) yang lama nggak usah diungkit lagi. Baginya, sebagai orang beriman, umat Nasrani, ia tidak terlalu terpengaruh dengan bully masyarakat. Bahkan, ketika masih ditahan di Gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, anak-anaknya sering datang jenguk dan ikut kebaktian bersama. Anak-anaknya tidak mengalami bully ketika ia ditahan dan sempat menjadi pemberitaan di media massa. “Anak saya mengaku di depan gurunya, bahwa ia diundang KPK untuk isi acara kebaktian. Gurunya diam. Tidak semua WP ‘makan’ duit negara, dan foya-foya. Banyak cerita selama saya ditahan, tapi singkatnya, ini (menjalani masa tahanan) seperti kuliah di universitas kehidupan,” tegas Herry. (sl/IM)