Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta Poltak Agustinus Sinaga mengatakan bahwa yang bertarung untuk meduduki jabatan RI-1 dalam Pilpres 9 Juli nanti hanya dua
pasangan yakni pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dan pasangan Prabowo-Hatta.
Dengan dua pasang itu, bagi masyarakat Indonesia yang ingin dan mendambakan perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik, masih memiliki waktu untuk memeriksa track record kedua calon yang akan dipilih pada 9 Juli nanti.
Termasuk informasi tentang Prabowo, yang pernah dipecat dari institusinya yakni ABRI (TNI). Untuk itu, dia meminta agar harapan publik mendapatkan informasi tersebut perlu direspon oleh pihak TNI.
“Adanya desakan dari Publik kepada TNI untik membuka dokumen pemecatan Prabowo seharusnya di tanggapi positif oleh Institusi TNI dengan membuka dokumen tersebut ke Publik,” kata Poltak kepada wartawan, Kamis (29/5/2014).
Menurut Poltak, masyarakat harus mendapatkan Informasi terhadap capres karena itu adalah hak. Dan itu berlaku buat TNI untuk memberikan informaasi ke publik.
“Masyarakat perlu tahu, sebenarnya faktor apa yang mendasari Prabowo diberhentikan tidak hormat? Soal penculikan? Atau soal rencana kudeta? Atau soal apa? Alasan dasar pemberhentian ini penting bagi publik karena yang bersangkutan adalah capres,” tandasnya.
Jadi tidak ada alasan bagi TNI untuk tidak membuka dokumen tersebut ke publik, kecuali TNI sekarang sudah ikut-ikutan berpolitik,” ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri dinilai malas dan tidak profesional karena tidak melakukan klarifikasi langsung dalam merespon tekanan yang mempertanyakan tindakan lembaga itu untuk mendalami dugaan ‘perbuatan tidak tercela’ para bakal capres.
Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK) pernah mengirimkan surat kepada KPU yang memperingatkan pentingnya klarifikasi administratif dan faktual atas para pasangan bakal capres-cawapres.
Menurut APPK, kewajiban KPU melakukan klarifikasi dimandatkan dalam pasal 17 ayat 2 Peraturan KPU No. 15 Tahun 2014.
Berdasarkan pasal 5 huruf i Undang-undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyatakan salah satu syarat calon presiden adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Bakal capres Prabowo Subianto pernah diberhentikan dari Dinas kemiliterannya oleh institusi legal yakni DKP yang dibentuk oleh
Panglima ABRI/TNI.
Alasan pemberhentian adalah karena terbukti melakukan perbuatan yang tercela di seputaran periode 1997-1998, dalam kasus penculikan atau penghilangan orang secara paksa. Korbannya adalah warga negara yang kritis terhadap rezim Orde Baru kala itu.
Berita yg beginian sudah basi tidak perlu lah ditayang kan.
nah Ini Sangat Di PERLUKAN bukti bagi Rakyat Indonesia untuk mengetahui sejelas-jelasnya mengenai Capres mereka, betul itu adalah Hak setiap Warga Negara untuk Memilih Presidennya, jadi TIDAK ADA ISTILAH BASI !!! baranga siapa memakai Istilah Basi adalah Mereka yang Tidak Demokrasi dan Tidak Nasionalis karena Menutupi Lembaran Hitam Sejarah Indonesia dan Membiarkan Nama Buruk Indonesia dimata Internasional !!! setuju sekali dengan PBHI dan Pak Poltak Agustinus Sinaga
nanti pasti ada Petrus seperti rezim orde baru versi wowoooo