Berikut di bawah ini disajikan pernyataan (statement) Dr Ribka Tjiptaning
dan berita Antara tentang tindakan FPI (Front Pembela Islam) Banyuwangi yang
dengan menggunakan kekerasan telah membubarkan pertemuan antara
anggota-anggota Komisi IX DPR (bidang Kesehatan dan Tenaga Kerja) dengan
masyarakat, dengan alasan bahwa pertemuan itu adalah suatu kegiatan
berselubung untuk menumbuhkan semangat komunisme lagi karena banyak peserta
dari luar Kabupaten Banyuwangi yang datang, Menurut Ketua FPI Banyuwangi,
pertemuan itu merupakan acara temu kangen bekas anggota PKI dan
keturunannya, sehingga pertemuan tersebut harus dibubarkan.
Untuk itu, lanjut dia, FPI bersama organisasi masyarakat Islam di Banyuwangi
membubarkan acara tersebut untuk menjaga kondusivitas keamanan di kabupaten
paling timur Pulau Jawa itu.
“Kami mengantisipasi tumbuhnya bibit PKI baru karena gerakan PKI pada tahun
1965 berawal dari Kabupaten Banyuwangi,” katanya menambahkan.
Mengingat seriusnya tindakan destruktif FPI Banyuwangi dalam peristiwa ini
bagi persatuan bangsa, yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika seperti yang selalu dianjurkan oleh Bung Karno dan Gus Dur, maka
akan disajikan sebuah tulisan tersendiri mengenai berbagai hal yang
berkaitan dengan peristiwa ini.
Sebab, peristiwa FPI Banyuwangi ini sebenarnya mempunyai dimensi yang tidak
kecil, dan yang ada hubungannya juga dengan politik dan praktek-praktek Orde
Baru, yang anti-Bung Karno dan anti-komunis.Pernyataan Ketua FPI Banyuwangi
bahwa pertemuan itu merupakan acara temu kangen bekas anggota PKI dan
keturunannya, sehingga pertemuan tersebut harus dibubarkan, sepenuhnya
mencerminkan satunya atau persamaan antara pandangan FPI dengan rejim
militer Suharto mengenai masalah ini.
Tindakan FPI Banyuwangi yang destruktif bagi persatuan bangsa dan karenanya
juga mencemarkan nama Islam ini perlu kita lawan bersama dengan berbagai
cara dan jalan, demi kebaikan bangsa beserta anak cucu kita di kemudian
hari. Kita tidak boleh membiarkan FPI terus-menerus menyebarkan racun dan
merusak sendi-sendi demokrasi, dan menghancurkan dasar-dasar Republik
Indonesia, yang telah dibangun dengan susah-payah oleh para perintis
kemerdekaan.
Statement Dr. Ribka Tjiptaning :
TOLAK POLITIK ANTI DEMOKRASI,
TOLAK POLITIK DISKRIMINATIF
Pada tanggal 21 Juni sampai dengan 23 Juni 2010, Komisi IX yang membidangi
Kesehatan dan Tenaga Kerja melakukan Kuker (Kunjungan Kerja) ke Propinsi
Jawa Timur. Rombongan Komisi IX DPR RI tersebut dipimpin langsung oleh
Ketua Komisi, dr Ribka Tjiptaning.
Kuker tersebut bertujuan memantau langsung pelayanan kesehatan dan
kebijakan ketenagakerjaan berbagai kota di Jawa Timur. Sekaligus ingin
menghimpun secara langsung aspirasi dan masukan masyarakat.
Pada tanggal 24 Juni seharusnya jadwal Kuker sudah selesai, tetapi banyak
elemen masyarakat berbagai kota di Jatim ingin bertemu dengan Ketua Komisi
IX DPR RI. Selama ini Ketua Komisi IX menerapkan kebijakan yang tidak
birokratis kepada elemen masyarakat yang berkeinginan menyampaikan
aspirasinya. Walau sudah selesai jadwal resmi, Ketua Komisi dr Ribka
Tjiptaning beserta Rieke Dyah Pitaloka dan Nursuhud (semuanya anggota
Fraksi PDIP)
mau menerima undangan tersebut.
Mereka bertiga tanggal 23 berkunjung ke Pondok Pesantren Al Qodiri 1, yang
diasuh KH Ach Muzakki Syah. Kunjungan rombongan ini diterima dan disambut
meriah oleh ribuan santri. Pada tanggal 24 Juni kami bertiga berencana
bertemu dengan PPNI (Persatuan Perawat Indonesia) dan IBI (Ikatan Bidan
Indonesia) pada pukul 13.00 WIB di Banyuwangi. Pada pukul 10.00 kami
bertemu terlebih dahulu dengan masyarakat di satu rumah makan di Kelurahan
Pakis, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Intiya Ketua Komisi IX memberi
materi
tentang hak masyarakat untuk memperoleh kesehatan secara gratis, dan juga
sosialisasi RUU BPJS yang sedang dibahas di DPR.
Acara tersebut dibubarkan secara paksa oleh Ormas Islam : Front Pembela
Islam Banyuwangi, Jawa Timur bersama Forum Umat Beragama, dan LSM Gerak.
Polisi yang berada di sana justru turut membubarkan seperti permintaan dan
tututan ormas tersebut. Mereka menuduh acara tersebut adalah pertemuan
kader komunis.
Atas peristiwa ini, kami menyatakan sikap :
1. Bahwa yang dilakukan Front Pembela Islam Banyuwangi, Jawa Timur bersama
Forum Umat Beragama, dan LSM Gerak merupakan tindakan anti demokrasi dan
melanggar HAM.
2. Hapuskan sikap politik diskriminatif. Meniadakan satu kelompok dalam
realita kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebijakan yang
diskriminatif terhadap korban ’65 merupakan tindakan yang tidak menghargai
pluralisme, tidak toleran, dan tidak berbudaya.
3. Aparat yang turut membubarkan acara tersebut cermin kegagalan
pemerintahan SBY dalam mereformasi tubuh Polri.
Dengan begitu, saya akan melaporkan tindakan pelanggaran HAM tersebut ke
Komnasham pada Senin tanggal 28 Juni 2010.