Seperti telah diduga, ternyata peristiwa insiden FPI Banyuwangi yang
membubarkan secara paksa pertemuan antara anggota-anggota DPR (Komisi
Kesehatan) di bawah pimpinan Dr Ribka Tjiptaning dengan berbagai elemen
masyarakat Banyuwangi (termasuk eks-tapol dan bekas-bekas anggota PKI)
menjadi persoalan publik yang cukup hangat, sehingga menarik perhatian dari
berbagai kalangan.
Mengingat pentingnya masalah berbagai kegiatan FPI yang kontroversial sejak
lama ini, dan untuk memungkinkan para pembaca untuk mengikuti perkembangan
selanjutnya masalah peristiwa insiden Banyuwangi itu, maka dalam website
disediakan rubrik khusus yang berisi bahan-bahan atau berita mengenai
persoalan FPI yang diambil dari berbagai sumber.
Pengusiran Anggota DPR PDIP, Komnas HAM Panggil Kapolri
JAKARTA–MI: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memanggil
Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Pemanggilan itu terkait
kasus pembubaran paksa pertemuan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di
Banyuwangi, Jawa Timur.
“Kita akan meminta penjelasan Kapolri,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha
Saleh, ketika dihubungi wartawan, Jakarta, Selasa (29/6).
Menurut dia, Polri terkesan tidak tegas dalam mengusut kasus tersebut.
“Karena Polri terkesan tidak melakukan tindakan yang tegas. Terkesan ada
pembiaran,” tukasnya.
Namun, Komnas HAM belum melihat adanya pelanggaran HAM. Dia hanya
menandaskan setiap orang berhak berkumpul dan berorganisasi. Hal itu
dilindungi oleh undang-undang.
“Kita belum bisa mengatakan, tapi yang jelas bahwa apa yang dilakukan FPI
itu bertentangan prinsip hak asasi manusia. Orang berkumpul, berorganisasi
kok dibubarin. Mereka tidak punya kewenangan apa-apa untuk membubarkan.
Berkumpul dan mengeluarkan pendapat,” tukasnya.
Ridha menuturkan permasalahan tersebut akan dibawa ke rapat paripurna
pimpinan Komnas HAM. Sebab, lanjutnya, masalah pembubaran tersebut merupakan
masalahan yang mendesak dan harus mendapat respon cepat.
FPI Dituding Melanggar HAM
Media Indonesia,, 30 Juni 2010
JAKARTA–MI: Front Pembela Islam (FPI) melakukan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM). “Aktifitas FPI sudah mengganggu demokrasi dan penegakan hak
asasi,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh di Jakarta, Selasa (29/6).
Terkait dengan acara pertemuan yang digelar Ketua Komisi IX DPR dr Ribka
Tjiptaning di Banyuwangi pada 24 Juni lalu yang dibubarkan oleh FPI, Forum
Umat Beragama, dan LSM Gerak, Komnas HAM mengatakan tiga kelompok itu tidak
berhak membubarkan acara tersebut.
“Orang berkumpul, berorganisasi kok dibubarin. Mereka tidak punya kewenangan
apa-apa untuk membubarkan. Berkumpul dan mengeluarkan pendapat itu hak asasi
wagna negara,” tegasnya.
Ridha juga berpendapat bahwa Polri terkesan tidak melakukan tindakan yang
tegas. “Terkesan ada pembiaran. Kami akan meminta penjelasan Kapolri,” kata
dia.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Edward Aritonang, Selasa
(29/6), menegaskan bahwa jika ada pelanggaran-pelanggaran hukum, Polri akan
bertindak. “Siapapun harus tunduk kepada hukum,” tukasnya.
Soal peristiwa di Banyuwangi itu, Edward mengaku belum ada pihak yang
ditangkap. “Tapi kami sudah menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan,”
tuturnya.
Azyumardi: Pembubaran FPI Seperti Kembali ke Rezim Soeharto
DetikNews, 30 Juni 2010
Pengamat Politik Azyumardi Azra berpendapat, pembubaran Front Pembela Islam
(FPI)
dikhawatirkan akan kembali ke rezim Soeharto. Solusinya, Kepolisian harus
berani menangkap
otak di balik insiden pembubaran paksa acara Ketua Komisi IX DPR Ribka
Tjiptaning di Banyuwangi.
“Karena kalau dibiarkan pemerintah membubarkan suatu organisasi nanti di
kemudian hari ada lagi ormas-ormas lain yang dibubarkan juga. Nanti
kita seperti kembali ke rezim zaman Soeharto, bisa membubarkan sesuai
keinginan rezim,” kata Azyumardi.
Hal ini disampaikan Azyumardi di acara seminar Uni Eropa-Indonesia di Hotel
Inter Continental,
Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (30/6/2010).
Menurut dia, pendapatnya bukan sebagai bentuk membela FPI. “Bukan berarti
saya
membela FPI ya dengan tidak setuju pembubaran. Ini lebih untuk membela
ormas-ormas lain di masa yang akan datang,” ujar dia.
Solusinya,menurut saya, polisi harus berani menangkap otaknya. Kepolisian
memiliki legalitas dari negara untuk melakukan tindakan represi bagi
pihak yang bersalah.
“Kalau otaknya dari lokal, tangkap yang lokal. Tetapi, kalau perintahnya
dari pusat,
tangkap yang pusat. Jadi solusinya dibawa saja ke pengadilan,” kata
Azyumardi.
FPI menilai acara Ribka gerakan neo PKI? “Siapa pun mau PKI atau bukan,
harusnya FPI tidak main hakim sendiri. Kalau memang mereka merasa
terganggu, ya laporkan ke Polisi. Apapun itu alasannya tetap FPI tidak
boleh main hakim sendiri,” jawab Azyumardi.
Pramono: FPI Tak Bisa Semena-mena
Selasa, 29 Juni 2010 |
JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua DPR Pramono Anung berpendapat, terkait
pembubaran kegiatan yang digelar beberapa anggota Komisi IX di Banyuwangi,
Jawa Timur, Front Pembela Islam tak bisa semena-mena.
“Tidak ada lembaga apa pun yang bisa membubarkan kegiatan apa pun, atas nama
apa pun, kecuali aparat yang berwenang untuk itu,” ujar Pramono kepada para
wartawan di Jakarta, Selasa (29/6/2010)
Pramono menyesalkan aksi pembubaran pertemuan yang dihadiri politisi PDI-P
Ribka Tjiptaning dan Rieke Dyah Pitaloka tersebut. Menurut Pram, aksi
tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. “Apa yang
ditempuh oleh saudari Ribka, Rieke, dengan melaporkan kejadian ini ke Komnas
HAM dan Mabes Polri, merupakan hal yang benar,” kata Pram.
Saat ini kasus itu telah masuk ke wilayah penegakan hukum. Pram
mempersilakan polisi mengusut tuntas kasus tersebut. PDI-P, lanjutnya, tidak
akan mengintervensi pengusutan tersebut.
Mana Nyali Polisi Tindak Premanisme?
Selasa, 29 Juni 2010
JAKARTA, KOMPAS.com – Juru Bicara Kaukus Pancasila, Eva Kusuma Sundari,
mengatakan, Kepolisian RI harus lebih berani menindak organisasi
kemasyarakatan yang mengedepankan aksi premanisme dalam tindakannya.
Hal itu dikatakannya terkait aksi pengusiran yang dilakukan sejumlah oknum
yang diduga anggota Front Pembela Islam (FPI) terhadap anggota Komisi IX DPR
yang tengah melakukan kunjungan kerja di Banyuwangi, Jawa Timur. Pengusiran
itu karena didasari tuduhan bahwa anggota Dewan tengah berkumpul dengan para
anggota eks PKI.
“Kami mempersoalkan tindakan yang sudah memenuhi bukti formal dan material,
tetapi tidak ditindaklanjuti. Kami ingin mendorong polisi agar muncul
nyalinya untuk menindak aksi kriminal seperti itu,” kata Eva, Selasa
(29/6/2010), saat dihubungi Kompas.com.
Selain itu, lanjut Eva, pihaknya juga meminta pertanggungjawaban lembaga
yang membidani lahirnya FPI. “Lembaga itu yaTNI dan Polri. FPI itu kan
dibentuk masa reformasi. Kita minta pertanggungjawaban oleh lembaga yang
mendirikan FPI. Kokkayaknya meninggalkan gelanggang. Yang membidani FPI
harus menertibkan aksi-aksi itu. Sekarang kok jadi monster,” ujar anggota
Fraksi PDI Perjuangan ini.
Pembiaran atas aksi-aksi premanisme, dikhawatirkannya, akan menimbulkan
ketidaknyamanan dalam kehidupan bernegara. Kaukus Pancasila juga sudah
mengirimkan surat ke Pimpinan DPR untuk mengambil sikap atas aksi yang telah
dilancarkan terhadap para anggotanya. “Surat juga sudah dilayangkan ke
Komisi III agar menuntut kepolisian supaya bertindak tegas,” kata Eva
.
Presiden SBY juga diharapkan bisa mengambil posisi untuk menghentikan
aksi-aksi yang terus terjadi ini secara tuntas. Pernyataan Presiden bahwa
negara tidak boleh dikalahkan oleh perilaku premanisme perlu dibuktikan.
“Bagaimana penegakan hukumnya? Harus ada upaya simultan untuk mendorong
kepolisian. Kalau dilengkapi perintah Presiden, polisi pasti semakin yakin,”
kata Eva.
Oneng Dapat Dukungan BMI Bandung
Senin, 28 Juni 2010
BANDUNG, KOMPAS.com – Artis yang juga anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka
alias Oneng mendapat dukungan moral dari Banteng Muda Indonesia (BMI) Kota
Bandung, terkait kasus pengusiran di Kabupaten Banyuwangi, Jatim, beberapa
waktu lalu.
Bahkan dukungan tersebut akan diciptakan dengan rencana gugatan secara
perdata kepada para pelaku pengusiran acara sosialisasi kesehatan di
Banyuwangi.
Gugatan secara perdata ini akan dilayangkan, karena BMI menilai para pelaku
pengusiran melakukan tindakan tidak menyenangkan.
BMI Kota Bandung juga meminta kepada kepolisian untuk segera menindak tegas
oknum yang melakukan pengusiran.
Ketua BMI Kota Bandung, Makolin, Senin (28/6/2010) mengatakan, terjadinya
pengusiran anggota DPR RI di Banyuwangi merupakan bentuk main hakim sendiri
serta terkesan mengabaikan keberadaan polisi. Pihaknya sangat prihatian atas
peristiwa semacam itu.
Karena itu, kata Makolin, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
polisi harus segera bertindak dan BMI Kota Bandung siap membantu dalam
penegakan hukum. Bahkan berencana menggugat.
* *
DPD: Insiden Banyuwangi, Preseden Buruk
Kompas, 28 Juni 2010
“Aksi pembubaran kegiatan anggota DPR RI oleh anggota FPI Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timur harus segera diatasi. Jika hal ini dibiarkan, akan
menjadi contoh bagi kelompok pemuda lainnya,” kata I Wayan Sudirta di Gedung
DPR, Jakarta, Senin (28/6/2010).
Sudirta menegaskan aksi pembubaran yang dilakukan anggota FPI Banyuwangi
harus segera diproses secara hukum. Kalau hal ini dibiarkan akan menimbulkan
pertanyaan, apakah FPI sudah kebal hukum.
Sudirta juga mempertanyakan sikap polisi yang seolah-olah tidak segera
mengambil tindakan atas aksi pembubaran kegiatan anggota DPR dari Fraksi PDI
Perjuangan tersebut.
Menurut dia, tindakan anggota FPI Banyuwangi ini mengusik Bhinneka Tunggal
Ika yang menjadi salah satu pilar negara Indonesia, yakni menghargai adanya
perbedaan di antara warga negara Indonesia.
Anggota DPR RI pada masa reses melakukan kunjungan ke daerah sesuai bidang
tugasnya masing-masing. “Ini kegiatan resmi dari lembaga DPR RI,” tegasnya.
Insiden itu bermula ketika anggota Komisi IX DPR yang sedang melakukan reses
di Jawa Timur melakukan sosialisasi pelayanan pengobatan gratis di sebuah
restoran di Banyuwangi Jawa Timur, Kamis (24/6/2010). Hadir dalam kegiatan
tersebut tiga anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, yakni
Ribka Tjiptaning, Rieke Diah Pitaloka, dan Nur Suhud.
Namun, acara tersebut dibubarkan oleh anggota FPI Banyuwangi bersama anggota
Forum Banyuwangi Cinta Damai dengan tudingan ada pertemuan kader partai
terlarang. PDI Perjuangan sudah melaporkan kejadian ini ke Polres Banyuwangi
dengan tembusan Polri dan ke Komnas HAM.