[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar polisi harus bertindak tegas pada setiap tindakan anarkis. Menurut Presiden, segala bentuk tindakan kekerasan, anarkis oleh siapa pun dan organisasi manapun harus ditindak tegas.
Instruksi Presiden itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) Djoko Suyanto, di kantor Presiden, Jumat (30/7). Pernyataan tersebut berkaitan dengan kasus penyerangan terhadap masjid jemaah Ahmadiyah oleh ratusan anggota organisasi massa Islam di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat, Kamis (29/7).
“Presiden sudah instruksikan, Polri harus tegas. Kebijakannya, setiap tindakan anarki tidak boleh terjadi,” katanya.
Terkait dengan itu, Setara Institut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) mendesak Pemerintahan SBY untuk menjamin kebebasan beragama sesuai amanat konstitusi, UUD 1945. Karena itu, aparat negara dari pusat sampai daerah pun wajib dan bertanggung jawab melindungi setiap penganut agama dan kepercayaan termasuk Ahmadiyah dan tidak boleh mengakomodasi tuntutan kelompok mayoritas.
Laporan akhir tahun 2009 tentang indeks kebebasan beragama dan kekerasan berbasis agama oleh Setara Institut dan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) ditemukan fakta kian meratanya kekerasan dan diskriminasi terhadap umat agama serta pengikut sekte tertentu. Peneliti sekaligus penanggungjawab CRCS UGM Zainal Abidin Bagir kepada SP di Jakarta, Jumat (30/7) mengatakan, pelakunya pun sangat beragam, mulai dari individu sampai kelompok organisasi keagamaan tertentu.
Modus kekerasan beragam, mulai dari dipersulitnya izin pendirian rumah ibadah, pembakaran dan penghancuran rumah ibadah, termasuk juga kelompok Ahmadiyah yang hak-hak sipilnya hingga sekarang di rampas. CRCS mencatat, dari 18 kasus rumah ibadah, salah satunya pembakaran terhadap satu masjid kelompok Ahmadiyah.
Sementara itu, Setara Institut mencatat, selama satu bulan terakhir (2010) aksi kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah makin meningkat. Beberapa peristiwa seperti pembongkaran tiang pancang bangunan rumah ibadah Ahmadiyah di Kampung Cisalada, Bogor oleh petugas Satpol PP didampingi Kepolisian sektor Ciampea pada 12 Juli. Ada juga kasus yang dialami kelompok Ahmadiyah di Garut pada 21 dan 27 Juli, serta 26-29 Juli di Manislor. Yang paling terbaru adalah ancaman penyegelan masjid Ahmadiyah di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat.
Pelanggaran Serius
LBH Jakarta dalam siaran persnya yang ditandatangani Nurkholis Hidayat (Direktur) menegaskan, aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah di Kuningan merupakan pelanggaran serius hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama. Menurut LBH Jakarta, negara harus mengantisipasi dan menindak tegas secara hukum pihak-pihak yang dengan sengaja bermaksud menyerang hak asasi manusia, termasuk terhadap para pengikut Ahmadiyah.
Bonar Tigor Naipospos dari Setara Institut menilai, bentrok Manislor, Kuningan, adalah cermin persekongkolan negara dan massa melakukan anarkisme yang dibuktikan dengan keterlibatan Bupati Kuningan mengeluarkan surat keputusan penyegelan masjid Ahmadiyah. Padahal, hak kebebasan beribadah dan memiliki rumah ibadah merupakan jaminan hak konstitusional negara, sehingga seharusnya negara menjamin kebebasan beragama warga jamaah Ahmadiyah.
Untuk itu, Setara Institut mendesak Presiden SBY bersikap dan menunjukkan komitmennya menjaga keberagaman di negeri ini dan melindungi warga negara tanpa memandang latar belakang agama dan kepercayaan. Setiap warga negara, termasuk penganut Ahmadiyah harus dilindungi dan kedudukannya sama di depan hukum.
Anggota Komisi VIII DPR Hasrul Azwar menyatakan, penyerangan terhadap Ahmadiyah di Kuningan adalah kriminal. Namun, itu menjadi tanggung jawab kepolisian dan biarlah instansi itu yang menyelesaikan kasus ini.
Sedangkan, anggota Komisi 1 dari Fraksi Partai Demokrat (PD) Ramadan Pohan mengemukakan perlu segenap unsur duduk bersama untuk mengatasi persoalan Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat. Para pihak itu seperti Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama dan masyarakat di Kuningan, pemerintah daerah, DPRD. Ia meminta siapa pun agar jangan main hakim sendiri dan jangan semena-mena.
Senada dengan itu, anggota Komisi III dari Fraksi Hanura, Syarifudin Sudding menegaskan, tidak ada satu organisasi apa pun yang secara hukum bisa menyerang kelompok lain. Semua harus taat hukum. Ia menyayangkan ada perorangan atau kelompok yang dengan arogannya mau menyerang orang lain.
Kepala Kepolisian Resort Kuningan Ajun Komisaris Besar Yoyoh Indayah saat dihubungi wartawan dari Bandung, Kamis (29/7) petang menyebutkan, pihaknya menyiagakan sebanyak 250 personil dari Polres ditambah 2 kompi Brimob dari Polda Jabar terkait pengamanan terhadap warga Ahmadiyah.
Menurut Yoyoh, setelah diadakan dialog, semua pihak sepakat untuk menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait kegiatan jemaah Ahmadiyah di Kuningan. “Unsur pimpinan setempat sepakat menargetkan bahwa sebelum memasuki puasa masalah ini bisa diselesaikan melalui keputusan dari pemerintah pusat,” ucapnya.