Tiga Perusahaan di Kalbar Diduga Bakar Lahan secara Sengaja


Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar) mengungkapkan kini tengah menangani 3 kasus kebakaran hutan yang terkait perusahaan perkebunan kelapa sawit. Tiga kasus itu adalah sebagian dari total 33 kasus kebakaran hutan dan lahan yang sedang ditangani.

Direktur Kriminal Khusus Polda Kalbar Komisaris Besar (Pol) Agus Nugroho menjelaskan, dari 33 kasus, ada 4 kasus yang dalam tahapan penyidikan. Sedangkan 20 kasus lainnya masih dalam proses penyelidikan intensif.

“Terdapat lima kasus yang sudah memasuki tahap I di Kejaksaan dan empat kasus yang sudah memasuki tahap II. Tinggal jadwal sidangnya saja,” kata Agus, Jumat (2/10/2015) di Mapolda Kalbar.

Khusus kasus yang menyangkut perusahaan, Agus memastikan ada tiga perusahan perkebunan kepala sawit yang bertanggung jawab atas kebakaran lahan konsesi di sejumlah wilayah di Kalbar. Tidak menutup kemungkinan dari masing-masing pimpinan perusahaan perkebunan sawit di Ketapang dan Kubu Raya itu bakal menjadi tersangka dalam waktu dekat ini.

“Tiga perusahaan itu kini dalam proses penyidikan. Semua sudah kami periksa. Sampai ke General Manager juga sudah kami mintai keterangan,” ujar Agus.

Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Untuk penetapan itu, Polda Kalbar masih menunggu laporan dari tim penyidik yang masih di lapangan dan belum kembali.

Tiga perusahaan yang dicurigai membakar lahan secara sengaja tersebut adalah PT KAL yang terletak di Dusun Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, serta PT SKM di Desa Tanjung Pasar dan Desa Suka Maju, Kecamatan Muara Pawan. Kedua perusahaan tersebut berada di Kabupaten Ketapang. Sedangkan satu perusahaan, yakni PT RJP, terletak di Dusun Teluk Binjai, Desa Sungai Bulan, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya

“Seharusnya besok mereka sudah kembali, tapi minta waktu perpanjangan sampai Selasa besok,” katanya.

Polda Kalbar sebelumnya sudah meningkatkan status penyelidikan kebakaran lahan menjadi penyidikan. Tiga unsur pimpinan dari tiga perusahaan itu sudah diperiksa intensif. Paling lambat minggu depan berkas sudah harus dilimpahkan dan masuk proses pemberkasan.

“Seharusnya minggu ini sudah masuk proses pemberkasan, tapi (tertunda) dikarenakan tim mohon waktu dengan saya sampai Selasa,” ujarnya.

Dalam menangani kasus korporasi penyidik harus berhati-hati. Teknis yang dilakukan penyidik adalah mengumpulkan keterangan ahli kebakaran dan lingkungan hidup, mengumpulkan barang bukti di lapangan, baik dari masyarakat hingga ke karyawan perusahaan.  “

Kita upayakan dalam waktu dekat akan didatangkan saksi ahli. Setiap hari saksi akan terus bertambah,” terangnya.

Dia menambahkan, terdapat teknis tersendiri dalam mengumpulkan alat bukti pembakaran yang dilakukan dengan sengaja. Asal titik panas diketahui dengan langsung melihat kondisi lapangan. Sementara, bahan yang digunakan untuk membantu membakar lahan bisa diungkap lewat analisis laboratorium.

Agus mengatakan, penyidik akan menerapkan pasal berlapis untuk kasus kebakaran hutan dan lahan. Selain dijerat pasal pembakaran lahan, perusahaan juga akan dijerat dengan pasal kelalaian.

“Yang kita kejar masalah kesengajaannya. Paling tidak kelalaiannya. Sehingga pasal 108 bisa kita buktikan,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Anton P. Widjaya menegaskan harus ada perubahan paradigma dan pendekatan pemerintah dalam menangani kebakaran dan asap. Bukan hanya melakukan upaya setelah kebakaran terjadi (emergency response), tetapi juga mengupayakan pencegahan secara sistematis dan struktural, termasuk menuntut tanggung jawab perusahaan atas dampak kebakaran dan polusi asap.

“Kehadiran negara dalam situasi seperti ini juga sangat penting untuk memastikan jaminan hak warga negara atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,” kata Anton dalam siaran pers Walhi beberapa waktu lalu.

Berdasarkan analisis Walhi, korporasi kehutanan dan perkebunan berperan dalam kasus kebakaran hutan di 5 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Kebakaran hutan dan lahan selama 18 tahun menjadi fakta tak terbantahkan bahwa monopoli kawasan hutan dan lahan untuk pengembangan investasi perusahaan merupakan penyebab utama kebakaran dan polusi asap di Indonesia.

Sampai di tahun 2014 saja, 4 (empat) sektor industri ekstraktif (logging, perkebunan kelapa sawit, HTI, dan tambang) telah menguasai sekitar 57 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia.

Penguasaan ini dibarengi praktik buruk pengelolaan konsesi, salah satunya adalah tindak pembakaran hutan dan lahan gambut untuk kemudahan pengembangan produksi. Penggundulan hutan dilakukan secara masif dan sistematis, dan diikuti dengan pengeringan lahan gambut dengan cara membelah-belah lahan gambut dan membangun kanal-kanal.

Pembersihan lahan dilakukan dengan pembakaran yang bertujuan untuk menghemat biaya operasi, juga untuk mengurangi derajat keasaman lahan gambut, sehingga cocok untuk ditanami tanaman komoditas industri. Praktik ini telah menghancurkan hutan dan lahan gambut sehingga ekosistem kehilangan keseimbangan alaminya.

Selama bertahun-tahun, titik api ditemukan di konsesi perkebunan monokultur skala besar, terutama yang beroperasi di lahan gambut. Dalam periode Januari – September 2015 terdapat 16.334 titi api (LAPAN) atau 24.086 titi api (NASA FIRM) untuk 5 provinsi, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Riau.

Analisis data dan fakta kebakaran hutan dan lahan di 5 propinsi sampai di bulan September 2015, Walhi menemukan bahwa titik api berada di dalam konsesi perusahaan, diantaranya Kalimantan Tengah sebanyak 5.672, Kalimantan Barat 2.495, Riau 1.005, Sumatera Selatan 4.416, dan Jambi 2.842 titik api.( Kps / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Tiga Perusahaan di Kalbar Diduga Bakar Lahan secara Sengaja

  1. Perselingkuhan+Intelek
    October 5, 2015 at 10:26 pm

    Wajib dilanjut penyelidikannya dan jangan Lupa untuk Memberi Sangsi Keras berupa Denda ataupun Penutupan Perusahaan yang Merugikan itu, harus tegas dan berani agar Tidak Dipermalukan oleh Negara Tetangga lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *