Tak Ada Lagi Suasana Perayaan Imlek di Kampung Lio


Depok,

SUASANA perayaan Imlek 2562 di Kampung Lio, Bojong Pondokterong, Cipayung, Kota Depok, tak lagi terasa. Padahal, dulunya Kampung Lio merupakan kampung warga keturunan Tionghoa.

Di kampung ini warga keturunan China berada di RW 09 dan RW 07. Jumlahnya sekitar 200 jiwa. Keberadaan mereka dapat diketahui dari kulitnya yang putih dan mata yang sipit. Namun, ada juga yang kulitnya hitam dan matanya bulat.

Ciri lainnya, di rumah mereka biasanya terdapat kue cang yang terbuat dari ketan merah dan padi yang dipasang di atas pintu. Kue dan padi itu merupakan simbol penolak bala.

Tak hanya itu, terdapat juga makam China di tanah pemakaman keluarga. “Sekarang hanya sedikit warga yang merayakan Imlek. Sebagian dari mereka sudah pindah agama, baik itu ke Islam maupun Kristen. Ada juga yang sudah pindah rumah,” kata Law Eng Hu (50), Selasa (1/2).

Menurut Law Eng, dia merupakan keturunan China dan lahir Kampung Lio. Pada masa Presiden Gus Dur perayaan Imlek diperbolehkan lagi sehingga warga sini pun merayakannya di rumah-rumah. Namun, pengaruh budaya dan pernikahan campuran membuat warga keturunan Tionghoa banyak yang pindah agama dan tidak lagi merayakan Imlek.

“Saya sendiri masuk Kristen. Karena itu saya sudah tidak merayakan Imlek lagi,” ujar ayah enam anak itu yang tinggal di RT 06/07 itu.

Dikatakan Law Eng, kampung ini dinamakan Kampung Lio karena dulunya banyak warga keturunan Tionghoa di sini yang memproduksi bata merah.

Esi (40), yang tinggal di RT 02/07, menyatakan bahwa berkurangnya warga keturunan China di Kampung Lio antara lain dikarenakan banyak yang pindah rumah akibat pernikahan.

Jangankan Esi, kedua orangtuanya juga sudah berganti nama, yakni Temoy menjadi Enap dan Ong Etih menjadi Sayuti. Jumlah anak pasangan ini tujuh orang.

Pada masa hidupnya, orangtua Esi selalu merayakan Imlek. Mereka selalu membuat kue keranjang dan dodol depok. Namun setelah Enap dan Sayuti meninggal pada tahun 2000, Esi dan keenam saudaranya berjalan sendiri-sendiri. Ada yang masuk Islam, masuk Kristen, ada pula yang tetap beragama Konghucu.

Kakak Esi yang tetap beragama Konghucu dan merayakan Imlek adalah Sin Yo dan Lisnawati.

Esi mengatakan, walaupun dia masuk Islam, tradisi keluarga tetap dia jalankan. Di antaranya ziarah makam dan Cap Go Meh.

Sementara itu, suasana Imlek di Wihara Gayatri, Cilangkap, Tapos, Depok, begitu kental. Para penganut Budha terlihat sembahyang menyambut Imlek. Untuk itu pengurus wihara menyediakan ribuan lilin, mulai dari lilin kecil hingga lilin berukuran 100 kati (1 kati = 6 ons).

Pengurus Wihara Gayatri, Dharmawan, mengatakan, lilin berukuran besar yang disediakan di antaranya 10 pasang lilin 100 kati serta 40 pasang lilin 20 dan 30 kati. Lilin ini dipergunakan saat berdoa kepada Ti Kong (Tuhan), Toti Pakung (Dewa Bumi), dan Dewi Kwan Im.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *