SBY Suruh Tangkap Nazar, Polisi Bingung + Nazaruddin Diintai Tiga Polisi +Nazaruddin Tertangkap!


Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai upaya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua ini makin tak mumpuni menjelang tahun ketiga. Penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi, bersifat diskriminatif, tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.

Suding mengaku pesimistis terhadap adanya perubahan ke depan karena pemberantasan korupsi hanya retorika semata. Suding mengatakan, Presiden SBY hanya membicarakan upaya pemberantasan korupsi melalui pidato, pernyataan, dan komentar, tanpa implementasi yang tegas di lapangan.

Sementara itu, para penegak hukum malah bingung menerjemahkannya. Suding mencontohkan perbedaan kepemimpinan yang tegas antara Presiden SBY dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat masih menjabat.

“Contohnya dengan keinginan Pak SBY meminta Kapolri menangkap Nazaruddin. Saya kira orang-orang penegak hukum itu juga kebingungan dan gamang, apakah pidato ini harus serius ditindaklanjuti atau hanya pencitraan. Tidak seperti ketika polisi harus menangkap Robert Tantular. Waktu itu, Pak JK langsung telepon Kapolri, seketika itu juga langsung ditangkap. Coba Pak SBY enggak hanya pidato, tapi langsung telepon Kapolri, saya kira mereka akan kerja serius. Tapi ini kan hanya sebatas pidato. Mereka juga sulit menerjemahkan, apakah pidato ini serius untuk ditindaklanjuti atau hanya sebatas pencitraan,” katanya di Gedung DPR, Jumat (29/7/2011).

Politisi Hanura ini mengatakan, publik juga sudah paham bahwa pidato Presiden SBY kerap dijadikan sebagai alat pencitraan saja. Jarang yang diimplementasikan dengan tegas di lapangan. Sementara itu, aparat penegak hukum juga takut salah langkah. Suding menegaskan bahwa kekhawatirannya ini ternyata mendapat penegasan dari salah satu petinggi Polri yang pernah berbincang dengannya.

“Dalam satu kesempatan saya bicara dengan petinggi Polri, mereka bingung apakah pidato ini harus dilakukan serius, tidak seperti kita diperintahkan untuk tangkap Robert Tantular, kita langsung ditelepon,” tambahnya.

Oleh karena itulah, Suding merasa bahwa komitmen Presiden dan pemerintahannya untuk menegakkan hukum dalam kasus terkait mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin penuh dengan kepura-puraan. Pasalnya, sejak awal aparat penegak hukum sudah terlibat dengan kepentingan elite partai politik dan penguasa.

 

Nazaruddin Diintai Tiga Polisi

Kepala Bareskrim Polri, Inspektur Jenderal Sutarman.

Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Sutarman mengatakan, tim beranggotakan tiga polisi terus mengintai buronan Muhammad Nazaruddin di suatu negara.

Pengintaian akan terus dilakukan hingga ada tindakan penangkapan dari kepolisian setempat. “Kemungkinan dia keluar, tetapi pasti kita ikuti,” kata Sutarman di Mabes Polri, Jumat (29/7/2011).

Sutarman mengatakan, pihaknya memprediksi Nazaruddin akan berpindah-pindah lokasi persembuyian secara legal lantaran menggunakan identitas palsu. Namun, pihaknya belum tahu nama dan negara mana yang dipakai Nazaruddin dalam paspor.

Pihaknya telah meminta kepada kepolisian negara yang kini menjadi persembuyian Nazaruddin agar membantu menangkap. “Saya tunggu diplomasi dari negara itu. Kalau bisa negara itu kooperatif dan menangkap. Mungkin dengan cara dideportasi atau dikirim ke Indonesia melalui proses hukum internasional,” katanya.

Seperti diberitakan, Nazaruddin meninggalkan Indonesia menuju Singapura sejak 23 Mei 2011. Dia berhasil kabur karena pencegahan dari pihak Imigrasi baru dikeluarkan tanggal 24 Mei 2011. Nazaruddin diketahui sempat ke Kamboja dan Vietnam. Belakangan, dia disebut-sebut berada di Argentina.

Berbagai kalangan mendesak agar Nazaruddin segera dibawa pulang karena tahu banyak tentang kasus suap wisma atlet SEA Games dan kasus besar lainnya yang diduga melibatkan banyak pihak.

Nazaruddin Tertangkap!

Ketua Divisi Komunikasi Publik, Andi Nurpati, mengungkapkan tim gabungan tengah bergerak melakukan penjemputan mantan Bendahara Umum partainya yang menjadi buronan KPK, Muhammad Nazaruddin, ke tanah air.

“Pemerintah dalam hal ini Pak SBY juga Menteri Hukum dan Ham, Kepolisian, saya dapat informasi bahwa semua sudah bergerak dalam melakukan upaya penjemputan,” kata Andi seusai menjalani konfrontasi dengan tersangka dan saksi kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/7/2011) malam.

Berdasarkan informasi yang baru saja diterima Andi, otoritas kemanan negara setempat telah menangkap dan mengamankan Nazaruddin dan tim gabungan tengah memproses pemulangannya.

“Saya kira (Nazaruddin) dibawa pulang lah, ke sini. Begitu yah,” ujarnya.

Menurut Andi, informasi yang diterimanya tidak

menyebutkan negara maupun tempat persembunyian Nazaruddin tersebut.

Namun, saat ditanya, apakah tim gabungan ini tinggal membawa pulang Nazaruddin ke tanah air karena telah diamankan otoritas negara tersebut, Andi menjawab, “Kurang lebih begitu.”

Terkait kasus yang sama, pihak Imigrasi menerbitkan pelarangan bepergian ke luar negeri pada 24 Mei 2011, sebagaimana permintaan KPK. Sayang, Nazaruddin lebih dulu terbang ke Singapura, sehari sebelumnya.

KPK menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus dugaan menerima suap dalam proyek Wisma Atlet Sesmenpora sejak 30 Juni 2011. Selanjutnya, atas permintaan KPK, nama Nazaruddin masuk daftar buronan kepolisian internasional atau Interpol sejak 5 Juli 2011.

Sejak penetapan tersangka ditambah pemecatan oleh partainya, Nazaruddin gencar ‘bernyanyi’ ke media massa bahwa sejumlah anggota DPR ikut menikmati suap proyek Kemenpora tersebut.

Bahkan, Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menjadi bagian ‘nyanyian tak merdu’ Nazaruddin. Ia menuding Anas menerima Rp 7 miliar dalam proyek tersebut dan menggunakan dana APBN sebesar 20 juta Dolar Amerika Serikat untuk memenangkan pemilihan ketua umum pada Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, Juli 2010, lalu.

Merasa difitnah dan nama baiknya dicemarkan, Anas melaporkan Nazaruddin ke Mabes Polri pada 5 Juli 2011.

Selain kasus Wisma Atlet dan pencemaran nama baik itu, sejumlah kasus dugaan korupsi lainnya dikabarkan telah siap menyambut Nazaruddin jika kembali ke tanah air, seperti dugaan korupsi proyek di Kemenkes, Kemendiknas, dan Kemenakertrans.

Tak hanya Demokrat. Dari tempat persembunyiannya, Nazaruddin juga menuding pejabat KPK, Chandra M Hamzah dan Ade Rahardja, menerima uang darinya. M Jasin dan Johan Budi juga tak lepas dari ‘nyanyian’ Nazaruddin.

Dikabarkan tudingan Nazaruddin itu membuat kondisi KPK saat ini tengah goyah. Bahkan, tudingan Nazaruddin tersebut ikut andil gagalnya Chandra, Ade Rahardja, dan Johan Budi, dalam seleksi calon pimpinan KPK 2011-2015

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *