Protes Atas Kekerasan Polisi Kian Meluas


Presiden minta Kapolri tak lagi memakai kontak fisik untuk pembubaran massa.

 Polri terus menjadi sorotan. Bukan soal prestasinya yang cemerlang, tapi karena beberapa peristiwa kekerasan yang dilakukan anggotanya di lapangan yang berujung pada terenggutnya nyawa rakyat.

Dugaan kekerasan di Mesuji Sumatera Selatan dan Lampung belum selesai diusut, tapi raktik kekerasan oleh aparat kembali muncul. Yang terbaru, pembubaran blokade warga di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu 24 Desember 2011, yang menuntut pencabutan izin eksplorasi tambang emas di daerahnya.

Cara kekerasan sepertinya kembali digunakan dalam menghadapi tuntutan anak bangsa itu. Rakyat kembali bersimbah darah, dihantam popor senapan dan dihujani peluru. Dua orang kehilangan nyawa, 47 lainnya diseret dan dijebloskan ke dalam tahanan, dijadikan tersangka.

Aksi kekerasan ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara. Pucuk pimpinan pemerintah itu meminta Kapolri Jenderal Timur Pradopo menghentikan segala bentuk kekerasan yang dilakukan anak buahnya di lapangan.

“Presiden telah meminta Kapolri menghindari segala bentuk kekerasan atau kontak fisik, apalagi dalam pembubaran massa yang melakukan aksi demonstrasi,” kata Julian di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 27 Desember 2011. “Itu disampaikan pada saat Kapolri melaporkan insiden Bima beberapa hari yang lalu.”

SBY juga meminta Polri mengusut tuntas dalang kekerasan itu. “Kalau memang benar bahwa aksi tersebut ada yang memprovokasi atau mendalangi, maka harus ditangkap, kemudian diproses atau diadili. Siapa pun dia yang berada di balik peristiwa yang mengakibatkan korban jiwa tadi,” ujar Julian.

Namun demikian, Julian meminta masyarakat tak serta-merta menyalahkan polisi. Julian meminta masyarakat memahami dinamika di lapangan. Polisi, katanya, memiliki prosedur tetap penanganan keamanan di lapangan.

“Jadi, ini tidak bisa secara parsial atau setengah-setengah saja, kita kemudian menganggap bahwa ini di luar prosedur. Mungkin saja ada kejadian tindakan atau peristiwa di luar kelaziman atau kepatutan, sehingga kemudian tindakan-tindakan yang intinya mengandung unsur kekerasan tidak bisa dihindari,” ujar Julian.

“Ini yang kita butuh laporan dan sekarang kepolisan sedang melakukan investigasi internal terkait dengan adanya peristiwa-peristiwa seperti ini,” tambah Julian.

Menurut Julian, SBY masih menunggu laporan lebih lanjut hasil pengusutan insiden berdarah Bima itu. “Jadi, artinya kalau benar tindakan itu dilakukan di luar SOP maka tanpa kecuali itu akan diproses. Tapi kita tidak tahu kan kenapa sampai terjadi peristiwa seperti yang kemarin. Itu yang kita butuh laporan dari pihak kepolisian,” ujarnya.

Langkah Kapolri

Kapolri Timur Pradopo tak tinggal diam. Dia telah meluncur ke NTB terkait tragedi berdarah itu. Pada Senin malam, 26 Desember 2011, Kapolri menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat dan pemerintah Bima.

“Kapolri menerima berbagai keluhan dan masukan dari tokoh masyarakat seputar kejadian di Bima,” kata Kepala Bidang Humas Polda NTB, AKBP Sukarman Husein kepadaVIVAnews.com.

Dari dialog itu, kata Sukarman, terungkap bahwa terjadi intimidasi terhadap warga Lambu oleh kelompok yang mengajak aksi demonstrasi di Sape. Kapolri juga menerima keluhan dari masyarakat Lambu yang terganggu atas peristiwa yang masih berlangsung di Kecamatan Lambu saat ini.

Dalam kunjungannya itu, Timur juga mengeluarkan sejumlah instruksi kepada prajuritnya di lapangan. “Beliau berpesan agar masyarakat tetap jernih dalam memandang situasi paska bentrok atau kerusuhan,” ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution saat berbincang dengan VIVAnews.com.

Saud mengatakan Kapolri meminta permasalahan ini ditangani secara profesional dan menggunakan pendekatan persuasif. “Jika ada permasalahan (hukum) akan diproses secara hukum hingga tuntas,” kata Saud.

Selain itu, lanjut Saud, Kapolri meminta anggota polisi yang terbukti bersalah diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. “Apabila ada penyimpangan pidana akan kita proses secara pidana, profesi secara profesi dan disiplin secara disiplin,” katanya.

“Kita akan menyelesaikan persoalan Bima itu secara transparan, supaya ada keseimbangan. Hal itu juga agar tidak ada kesan, kita (polisi) membela diri, karena ada keterlibatan anggota.”

Seolah ingin menunjukkan keseriusannya, Polri meninggalkan tiga jenderalnya di NTB. Ketiga jenderal itu adalah Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Polisi Fajar Prihantono, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman, dan Kepala Badan Pemelirahaan Keamanan Komisaris Jenderal Polisi Imam Sujarwo. Mereka melakukan penyelidikan internal dalam kasus pembubaran demonstrasi di Pelabuhan Sape itu.

Pada Selasa 27 Desember 2011, hasil otopsi terhadap dua korban tewas telah keluar. “Hasil otopsi dari dua korban, pertama tidak ada peluru yang bersarang dalam tubuh bararti lewat, tembus. Berarti luka tembak jarak dekat,” ujar Saud Usman.

Saud mengatakan pihaknya belum mengetahui secara pasti jenis peluru yang digunakan aparat untuk melakukan menembak itu. Saat ini, 22 anggota Brimob telah diperiksa. Sebanyak 9 pucuk senjata api polisi telah disita untuk diteliti di laboratorium forensik.

“Kami akan lihat rekaman media untuk periksa anggota, kan terlihat ada yang menendang dan sebagainya. Kami dalam hal ini profesional, transparan dan siap diaudit dan kepada petugas yang salah akan diminta pertanggungjawaban,” ujar Saud.

Dugaan pelanggaran HAM

Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim menyatakan, ada dugaan pelanggaran HAM atas peristiwa ini. Sebab, telah terjadi penghilangan hak dasar yakni hak atas hidup, dan penangkapan yang sewenang-wenang. “Secara umum, ada dugaan pelanggaran, tapi untuk kategori pelanggaran berat atau ringan kami  tunggu investigasi,” jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin, 26 Desember 2011.

Selain itu, Komnas HAM menyatakan jajaran pemerintah NTB tidak memperhatikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut terkait dengan aktivitas eksplorasi tambang ini. Padahal, Komnas HAM telah mengeluarkan surat rekomendasi Nomor 2784-K-PMT-XI-2011 yang ditujukan untuk Bupati Bima, Kapolda NTB, dan Direktur PT. SMN.

Surat Rekomendasi tertanggal 9 November 2011 ini lahir atas laporan warga pada April 2011. “Tapi tidak ada konfirmasi dari mereka, baik itu perkembangannya, maupun langkah-langkah yang ditempuh,” ujar Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim.

Surat rekomendasi itu berisi imbauan bagi Bupati Bima agar memperbaiki sistem informasi dan sosialisasi kegiatan pertambangan mulai dari eksplorasi hingga eksploitasi serta menghentikan sementara kegiatan eksplorasi PT. SMN, sambil menunggu situasi kondusif.

Surat tersebut juga meminta Kapolda NTB untuk menempuh langkah koordinatif dan komunikatif kepada seluruh unsur untuk mencegah konflik horizontal di kabupaten Bima. Ifdhal menyesalkan jajaran pemerintahan di NTB tidak mengindahkan surat rekomendasi hingga menimbulkan kerusuhan dan jatuhnya korban.

Ketidakpuasan meluas

Tiga hari pasca tragedi berdarah di Pelabuhan Sape, situasi di Kecamatan Lambu masih mencekam. Warga belum membuka blokade yang dibuat dari kayu pohon dan lainnya. Sejumlah bangunan rumah warga yang rusak semakin membuat suasana di Lambu tampak lumpuh. Aparat kepolisian masih disiagakan di Lambu untuk menjaga keamanan serta mengantisipasi peristiwa yang tidak diinginkan.

“Aktifitas pemerintahan di Kecamatan Lambu masih lumpuh. Ada 34 lebih rumah warga yang rusak di sana,” kata Sukarman kepada VIVAnews.com.

Menurutnya, aksi-aksi demonstrasi mahasiswa juga mewarnai kondisi terkini di Kabupaten Bima. Tak hanya di Bima, aski ketidakpuasan ini juga dilakukan di Mataram. Mahasiswa dari berbagai organisasi mendatangi Kantor DPRD NTB untuk menyampaikan aspirasinya.

Aksi protes tak hanya di gelar di Bima dan Mataram. Aksi itu menyebar hingga luar NTB. Pada Senin kemarin, sejumlah aksi mengecam kekerasan Polisi digelar di berbagai kota di Jawa Timur seperti Surabaya dan Tuban.

Bahkan, di Makassar, aksi serupa berlangsung ricuh. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Front Rakyat Menggugat melakukan penrusakan terhadap tiga pos polisi lalu lintas dan traffic light. Sejumlah kaca pintu dan jendela pecah, akibat dilempari batu dan balok. Massa leluasa merusak sebab pos polisi dalam keadaan kosong.

Aksi solidaritas itu terus mengalir hingga Selasa. Di Yogyakarta, ratusan mahasiswa juga melakukan aksi longmarch di sepanjang Jalan Malioboro. Massa yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) itu sempat memblokade jalan di depan Mal Malioboro. Akibatnya, jalan utama lokasi wisata itu macet.

Di Solo, unjuk rasa yang dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Muhammadiyah Surakarta berakhir bentrok. Sebanyak 15 mahasiswa diamankan polisi.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *